Keajaiban Batu Akik

Keajaiban Batu Akik

- detikNews
Rabu, 08 Apr 2015 08:06 WIB
Jakarta - Masih seputar batu akik. Begini: 27 tahun lalu, di sebuah kawasan di Jakarta, tersebutlah seorang anak kelas empat SD, yang saban pulang sekolah selalu rutin menyambangi pengrajin batu akik. Letaknya tak jauh dari sekolahnya.

Tiap kali berada di tempat inibocah lelakisepuluh tahun itu selalu tekun memperhatikan jemari terampil seorang bapak tua yang memoles bahan batu akik ke putaran mata gerinda berupa sepeda butut yang dimodifikasi menjadi mesin pemoles batu tradisional.

Sementara putaran geridanya bersumber dari tuas pengayunya. Belahan otak kanan yang menurut teori Roger W Sperry (1960) merupakan tempat naluri seni (dan kreatifitas) bernaung pada anak itu (juga si bapak tua), berkerja. Melalui indra penglihatannya, keindahan yang terdapat pada batu akik itu disimpannya baik-baik dalam ingatannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak peristiwa itu, batu akik menjadi bagian dari kesenangan dirinya. Setiap kali ia berkunjung ke sebuah daerah di Indonesia, hampir setiap kali itu juga ia sempatkan mampirke tempat pengrajin atau penjual batu akik.

Bila kebetulan uang cukup, maka ia akan membelinya, namun bila kebetulan pas-pas-an, sekadar melongok sejenak beragam keindahan, corak, warnaserta keunikan yang terdapat pada batu akik, ia sudah merasa senang.

Bahkan tak jarang saat berlibur ke gunung, atau desa-desa, sambil berendam di sungai (jernih), ia sempatkan mencari bahan batu akik. Dan anak lelaki itu adalah penulis.

Kuatnya Magnet Akik

Dalam beberapa tulisan bertema budaya bangsa, saya hampir selalu mengutip perkataan Bung Karno (1/06/1945) pemikiran yang dikembangkan Sang Proklamator, dari ungkapan Ki Bagoes Hadikoesoemo: "Persatuan antara orang dan tempat"”.

Suatu pembaharuan pemikiran, atas teori Ernest Renan dan Otto Bauer tentang sebuah bangsa yang pada saat itu oleh Mr. Yamin dan Bung Karno sudah dianggap usang.Bung Karno meyakini bahwa ada keterikatan sangat erat antara rakyat dengan tanah (air) yang ada di bawah kakinya.

Maka tidak heran, jika di tengah kepungan informasi dan teknologi maju, seperti, film, internet, gadget, game online, dll, batu akik dari tanah tiba-tiba dapat mencuri perhatian masyarakat luas.Sebab sejatinyanegeri subur, iklim baik, sertakekayaan alamnya melimpah-ruah, merupakan takdir Tuhan sebagai penopang kehidupan sosial-budaya masyarakatnya. Dan hal itu pula yang diwariskan nenek moyang kita.

Saking begitu kuatnya demam batu akik, bukan saja orang dewasa, anak-anak, hingga usia balita juga ikut menyukainya. Pada minggu (29/03/2015) lalu, seorang balita bernama Azmi Hutri berusia dua setengah tahun, warga Kelurahan Rawasari, Jakarta Pusat, secara menggelikan menghampiri penulis sambil menyodorkan sebuah batu kerikil.

"Tin..Tin.. Tin.. Tin.. (maksudnya: cincin..cincin)". Lain lagi di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, bocah berusia lima tahun bernama Reza Alindo, yang sudah mengoleksi puluhan batu akik dari berbagai jenis. Sedangkan di Bengkulu, bocah kelas empat SDN 52 Kota Bengkulu bernama Ayu Diah Magnais malah telah mahir membentuk batu menjadi mata cincin (03/2015-pelbagai media).

Mungkin karena "magnet" fenomena ini pula banyak ahlimerasa perlu turun tangan mengkritiknya dengan sebutan: "(fenomena) penyakit sosial; irasional; atau kegoblokan kolektif". Ulasan mistis dan harga yang begitu mahal, menjadi bagian dari penguat argumentasinya.

Beragam dugaan dengan istilah-istilah yang digunakan pun terdengar “mewah” di telinga, contohnya: financial mania; cornering; danmoney business. Analisa-analisa itu boleh jadi benar. Maka patutlah pencinta batu akik tanah air berhati-hati (?).

Lalu bagaimana akik melekat di masyarakat saat ini?

Ahli Geologi dan batu permata, Sudjatmiko, mengatakan bahwaulasan majalah Indonesia gemstone sudah tidak lagi mengaitkan akik dengan hal mistis, melainkan kajian ilmiah populer, saya sangat sepakat. Sepanjang saya komunikasi dengan banyak teman yang kebetulan tinggal di berbagai daerah di Indonesia pun tidak ada yang menghubungkan akik dengan hal-hal mistis.

Kalau pun ada informasi itu saya temukan di situs-situs internet. Sementara kerumunan yang ada di banyak tempat, seperti pasar, kantor, pinggir jalan, terminal, dan seterusnya, merupakan keramaian manusia Nusantara yang tengah berkreatifitas menciptakan karya dan menikmati keindahan (batu akik).Atau mengais rezeki yang bersumber dari alamnya sendiri.

Meredam Emosi

Ada benarnya mungkin persepsi mistis masih melekatpada akik, tetapi mungkin jumlahnya sangat kecil, kalau pun ada pastilah di tempat-tempat “sunyi”. Lepas dari perdebatan itu, yang pasti pemerintah harus berterima kasihdengan hadirnya keajaiban batu akik yang telah mampu meredam emosi rakyat atas kenaikan harga BBM; harga kebutuhan pokok; tarif listrik.

Akik telahmenciptakan lapangan pekerjaan di tengah sulitnya mencari nafkah masyarakat di pelosok-pelosok desa yang sudah tentu jarang tersentuh negara, serta mampu mengembalikan sifat sosial masyarakat yang surut akibat demam gadget!

Boleh jadi nasib demam akik juga seperti demam lohan, atau anthorium, yang akan segera berlalu.Seperti halnya musim durian yang datang dan berlalu. Tetapi percayalah jutaan balita seperti Azmi Hutri, bocah seperti Reza Alindo, dan Ayu Diah Magnais, ada dan tersebar di seluruh penjuru negeri, kelak akan memusimkannya kembali, lebih dari hari ini.

Bukan hanya akik (kerajinan tangan), tetapi sektor pertanian, nelayan, peternak (modern), sebagai sumber kehidupan sosial-budaya masyarakat harus kembali bangkit. Sebab itulah Tuhan menakdirkan tanah air subur, iklim baik, serta kekayaan alam melimpah. Jika ingkar pada takdir, artinya melawan Tuhan, dan bersiaplah akibatnya. Wallahu a’lam bi shawab.Semoga tidak!

*Penulis adalah Pembelajar Budaya; Sekjen Komunitas Anak Muda Cinta Indonesia (AMCI)


Ichdinas SM
dinaz_zone@yahoo.co.id
085221051381

(wwn/wwn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads