Peristiwa ini menyusul kejadian penembakan serupa di Paris terhadap wartawan majalah satire Chalrie Hebdo sebagai respon atas penerbitan kartun Nabi Muhammad.
Perbedaan mencolok dari dua peristiwa tersebut adalah βidentitasβ pelaku dan korban penembakan, serta respon dunia khusunya awak media dalam mengangkat isu ini menjadi poin penting yang patut dicermati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Media Barat pun nampak enggan untuk mengekspos berita tersebut secara masif. Munculnya berbagai respon terhadap kejadian ini menunjukkan peningkatan daya kritis masyarakat, tetapi apabila daya kritis ini mengarah pada pemahaman yang salah maka akan menimbulkan perpecahan.
Pemahaman Masyarakat
Peristiwa penembakan yang dilakukan oleh Craig Stephen Hicks (49) ini membuat berbagai pihak bertanya-tanya latarbelakang pelaku menembak mati korban.
Identitas muslim yang melekat pada korban serta berkembangnya budaya anti-agama di Amerika memunculkan sebuah analisis bahwa pelaku adalah seorang islampobia.
Sehingga dorongan utama pelaku untuk membunuh berasal dari dirinya sendiri yang memang seorang anti-agama, diperkuat dengan berbagai postingan di akun media sosial yang dimilikinya menunjukkan pelaku sebagai seorang anti-agama.
Berdasarkan keterangan dari istri pelaku, motif penembakan murni karena sengketa lahan parkir dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan rasisme.
Fakta ini dijadikan landasan bagi sebagian orang yang menganggap bahwa motif penembakan tidak ada kaitannya dengan sentimen agama, karena keduanya berada dalam dua area yang jauh berbeda, sehingga tidak bisa dikaitkan satu dengan lainnya.
Oleh karena itu, pelaku tidak berhak mendapat label teroris meskipun telah menghabisi nyawa tiga orang dengan alasan sengketa lahan.
Definisi Teroris
Berangkat dari pemahaman teroris yang berkembang di masyarakat, maka perlu adanya pelurusan definisi teroris atau terorisme itu sendiri. Sehingga seseorang dapat mengambil kesimpulan yang tepat terhadap suatu kejadian dapat disebut tindakan teroris atau bukan, serta menghindari berkembangnya sikap skeptis.
Teror itu sendiri sebenarnya telah muncul sejak lama dalam sejarah tua sebagai sebuah fenomena yang bertujuan untuk menakut-nakuti, mengancam, kekerasan, hingga membunuh seseorang.
Berdasarkan definisi dalam Oxford Dictionary disebutkan, Terrorist: noun person using esp organized violence to secure political ends. Artinya, perorangan tertentu yang mempergunakan kekerasan yang terorganisir dalam rangka meraih tujuan politis.
Kesimpulannya siapapun yang menjadi pelaku kekerasan dengan tunjuan tertentu (politis), maka dia dapat dicap sebagai teroris, karena yang menjadi poin utama seseorang dikatakan teroris jika melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain demi mencapai keinginannya.
Definisi ini tidak mempersyaratkan seseorang dikatakan teroris jika menganut suatu agama atau berasal dari golongan kelompok tertentu, maka setiap pelaku kejahatan dapat disebut teroris apabila melakukan tindak teroris yang tersebut dalam definisi di atas.
Akar Masalah Terorisme
Ketika berbicara mengenai pribadi seseorang, maka tidak dapat dihindarkan untuk melihat latarbelakang personalnya. Begitupun sebuah kondisi masyarakat tidak terlepas dari usaha negaranya dalam mengurus rakyat dengan berbagai aturan yang dibuatnya.
Craig Stephen Hicks merupakan bagian dari masyarakat Amerika yang liberal dengan nuansa kehidupan sekuler ala Barat. Paham rasisme telah lama berkembang di dunia Barat yang tidak hanya ditujukan kepada penganut agama saja, melainkan juga kepada etnis dengan warna kulit tertentu.
Rasisme ini telah menjadi sebuah sistem pemikiran di tengah masyarakat Barat, sehingga sikap kasar terhadap pemeluk agama maupun etnis tertentu menjadi suatu hal yang biasa untuk mereka lakukan.
Hal ini pun dipicu dengan gencarnya media-media setempat yang hobi memberitakan berbagai isu yang cenderung rasis terhadap pemeluk agama tertentu. Ditambah adanya kebebasan untuk memiliki senjata api (pistol) di Amerika membuka celah lebar bagi terjadinya tidak kekerasan.
Oleh karena itu, penyebab peristiwa penembakan ini tidak dapat dilepaskan dari bingkai sistem yang menyelubungi pemikiran seseorang sehingga mendorongnya untuk bertindak kriminal.
Tentunya perlu ada perbaikan sistem budaya di tengah masyarakat agar tindak perilaku terorisme ini dapat segera dituntaskan, karena dapat membahayakan tatanan sosial kedepannya.
Kesimpulan
Adanya peristiwa ini menunjukkan bahwa tindak terorisme tidak dimonopoli oleh segelintir kelompok atau golongan tertentu saja.
Hal ini juga seharusnya menyadarkan masyarakat Amerika bahwa siapapun memiliki kemungkinan melakukan tindak terorisme atas dorongan pemikiran ataupun ideologi tertentu demi mencapai tujuan pribadinya.
Sehingga tidak ada lagi stigma teroris yang cenderung melekat pada kelompok tertentu, khusunya Islam itu sendiri yang kali ini menjadi korban tindak terorisme.
Farah
arffarah@gmail.com
(wwn/wwn)











































