Makna yang Terabaikan Dibalik Bailout Century

Makna yang Terabaikan Dibalik Bailout Century

Umbul Sawunggaling - detikNews
Selasa, 11 Mar 2014 18:20 WIB
Jakarta - Terlalu sering kita terkecoh oleh sesuatu yang tampak di permukaan, tanpa mendalami apa di balik masalah itu, demikian juga memaknai dana bailout Bank Century sebagai uang negara.

Jika saja para pendefinisi sedikit membuat exercise bagaiman alur konsep itu akan mengalir jika suatu kesimpulan diambil, niscaya akan berpikir ulang dan ulang bahwa ada sesuatu yang belum clear di balik itu.

Sebaliknya, jika terburu-buru menyimpulkan, lebih-lebih mempublikasi, maka akan terikat untuk bersikap konsiten dengan penyimpulan/publikasi itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konsep biaya penanganan krisis keuangan

Seperti saya paparkan di forum ini sebelumnya, biaya krisis keuangan sejatinya tidak ingin dibebankan pada negara atau rakyat, itulah sebabnya premi penjaminan simpanan dipungut dari perbankan setiap bulan sebesar 0,1% dari rata-rata dana pihak ketiga. Dana itu dikelola Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

Tatkala Bank Century dinyatakan gagal berdampak systemik dan di-bailout maka para pendefinisi mengatakan dana LPS Uang Negara.

Tidak jelas apa alasan di balik definisi itu, yang terlihat hanya kaitan antara LPS sebagai lembaga milik negara dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara yang juga match dengan bunyi Undang-Undang LPS maupun Perpu JPSK yang dua-duanya menyatakan biaya penanganan krisis dibebankan pada APBN.

Jika konsep ini mau dilaksanakan maka tidak ada bedanya dengan konsep BLBI dan Obligasi Rekapitalisasi Perbankan tahun 1997-1998, padahal pola lama itu jelas menyengsarakan rakyat. Inilah esensi terdalam konsep penanganan krisis keuangan di Indonesia yang sejatinya ingin kita bangun.

Uji cashflow premi penjaminan dan bailout

Pembebenan APBN yang mana? tidak terlihat sama sekali pada aliran dana (cashflow). Semua orang yang paham cashflow pasti bisa membedakan uang negara atau bukan jika menyimak alur cashflow premi penjaminan.

Ciri-ciri uang negara selalu masuk ke kantong Negara sebagai assets lalu didistribusikan kepada rakyat dalam bentuk investasi dan belanja rutin buat rakyat.

Dus dibentuklah institusi-institusi pengelola dana itu. Buat dana yang berumber dari pungutan negara, hasil ekspor dan pinjaman luar negeri ditatausahakan oleh instansi-instansi pemerintah.

Sementara itu, dana yang berasal dari hasil usaha ditatausahakan oleh BUMN sebagai profit seeking company.

LPS dalam konsiderannya bukan BUMN dan tidak berkarakter sebagai badan usaha, terlihat dari misinya memelihara stabilitas system keuangan, bukan mengoptimalkan potensi ekonomi melalui usaha sebagaimana layaknya badan usaha.

Rumusan ini memiliki konsekuensi tidak boleh mencatat premi penjaminan ke dalam kelompok ekuitas karena ekuitas adalah kepemilikan pemegang saham yang dalam hal ini Negara.

Sesuai misinya seharusnya mencatatnya sebagai 'kewajiban terhadap sistem keuangan' qq Perbankan qq penyimpan dana pada perbankan.

Dengan pencatatan yang tepat maka tak pernah ada pengakuan/perlakuan premi penjaminan sebagai assets negara. Pun bisa kita lihat arus baliknya, jika uang negara maka akan mengalir kepada belanja rutin dan investasi buat prasarana umum.

Tidak demikian dengan premi penjaminan simpanan. Dana ini tidak untuk itu melainkan dipergunakan untuk menjamin/mengasuransi penabung.

Kita seringkali lupa bahwa sekali mengakui sebagai pendapatan maka kosekuensinya berat, yaitu tatkala merugi harus menanggungnya. Bagaimana jika kelak LPS rugi karena terjadi krisis dahsyat seperti tahun 1997-1998? Apakah mau APBN memikulnya? jika mau lantas apa bedanya dengan BLBI?

Tata kembali konsep yang tepat

Bailout bisa terjadi lagi mengingat kita berada di era pasar global yang penuh gejojak keuangan, minimal ada 4 unsur yang potensial sebagai pentrigger gejolak yaitu nilai tukar, suku bunga, stock index dan krisis komoditas utama dunia, dus arah pengusutan bailout Bank Century seharusnya sudah mempertimbangkan pola yang tepat untuk masa yang akan datang.

Pola saat ini jelas mengarah ke pembenanan Negara/rakyat, padahal dana bankir sudah terkumpul di LPS, buat apa APBN dibebani?

Juga harus diingat, semua bank berhak atas bailout tatkala terjadi krisis, jadi sudah tepat jika apapun lembaga pengelola premi penjaminan harus mencatatnya sebagai HUTANG KEPADA PERBANKAN, nah munculkan itu.

Revisi arah pengusutan

Dengan looking forward jauh ke depan maka tidak ada yang lebih tepat kecuali merivisi arah pengusutan perkara Bailout Bank Century. Sadarlah sesadar-sadarnya bahwa pola itu berkonsekuensi sangat berat terhadap APBN dan rakyat.

Apa yang dilakukan oleh KSSK, Dewan Gubernur BI dan LPS, semua perlu ditata ulang prosedur dan pencatatannya ke dalam Protokol Penanganan Krisis sehingga sinkron dengan keinginan melindungi rakyat.

Hanya terhadap oknum yang mendapatkan aliran danalah yang dapat diusut unsur korupsinya, jangan policy-nya, silakan uji substansinya.


Umbul Sawunggaling
galing_cantrik@yahoo.co.id

(wwn/wwn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads