Khususnya pasal 67 ayat (1) Bahwa Setoran Pokok dibayarkan oleh anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai anggota dan tidak dapat dikembalikan.
Ayat tersebut disosialisasikan dan dimaknai sbb oleh Petugas yang mensosialisasikan: istilah simpanan diganti jadi setoran, tidak bisa dikembalikan dan hanya sebagai tiket masuk jadi anggota, dengan demikian tidak dimungkinkan atau diperbolehkan menambah simpanan/setoran pokoknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prtumbuhan modal koperasi dari unsur swadaya keanggotaan tak mungkin bisa bertumbuh selamanya, sebaliknya dan justru mendorong bank/pemilik modal melalui kekuatan modalnya mampu mengambil alih koperasi, menguasai sumber-sumber produksi koperasi, dan lain-lain.
Alih-alih memberdayakan koperasi justru membiarkan koperasi dimangsa kapitalisasi global. Saya sebagai konsultan bidang pengembangan koperasi dan usaha kecil berfikir berbeda dengan cara pandang UU tersebut, kepada client, saya memberikan guide sebagai berikut:
Simpanan pokok dan simpanan wajib terus naik sebulan sekali seribu rupiah, untuk mengatasi inflasi, dan menjaga kesinambungan pertumbuhan modal koperasi.
Mendorong terus tanggungjawab anggota agar merasa memiliki bisnisnya di koperasi juga pengurus lebih accountable, mengeluarkan sertifikat modal atas simpanan pokoknya, dan imbalannya adalah SHU secara proporsional sesuai jumlah simpanan pokok dan wajibnya.
Jika pada masa tertentu sudah besar per bulan nya maka simpanan pokok boleh mulai lagi dari angka tertentu namun naik lagi per bulannya minimal 1000. Kenaikan seribu rupiah atau lebih dimungkinkan bagi anggota yang mampu karena akan terkait SHU.
Ini Jelas akan menambah modal koperasi, istilahnya ngantuk tapi dapat tambahan modal inilah kelebihan koperasi yang lebih technically.
Setoran/simpanan pokok ini tetap bisa dikembalikan 100% jika memang keluar dari anggota dengan menunjukkan sertifikat yang dikeluarkan koperasi, karena pindah alamat.
Dan atau jika meninggal bisa diwariskan pada ahli waris yang syah, nominal Rp 1000 jangan dianggap enteng.
Kami memiliki pengalaman menerapkan strategi ini pada koperasi wanita dengan anggota sekitar 1500 orang, dalam waktu kurang dari 2 tahun pertumbuhan assetnya mampu mencapai lebih dari 2 milyar rupiah didukung dengan pertumbuhan tabungan masyarakat melalui tabungan harian Rp 1000, masyarakat saya bolehkan menjadi nasabah, sedangkan UU melarang koperasi ada nasabah, setelah lebih dari 3 bulan.
Bandingkan dengan cara berfikir UU 17 Tahun 2012 yang memberikan pengajaran kepada koperasi untuk berhutang, dimana dalam Bab VI pasal 66, bahwa modal koperasi terdiri atas simpanan pokok dan setoran awal (ayat 1), dan hibah, modal penyertaan, dan pinjaman (hutang) (ayat 2) serta sumber lain yang syah.
Cara berfikir hutang tersebut adalah cara berfikir yang sangat keliru. Strategi yang kami terapkan yang sama sekali berbeda dengan cara pandang UU terbaru tersebut, ternyata membawa perubahan yang significant pada pertumbuhan koperasi dari semua segi.
Terutama kemandirian modal dan keuangan koperasi dalam menjalankan usahanya, di sisi lain anggota juga makin besar mendapatkan SHU, dan ada kepastian bahwa simpanan pokok dan simpanan wajib mereka tidak akan hilang percuma.
Dengan strategi itu, jika anggota koperasi adalah masyarakat dalam satu desa katakanlah berjumlah 3000 orang yang berusia 17 tahun atau telah menikah, maka Koperasi tersebut akan kaya, mereka bisa membeli apa saja seperti mall, minimarket, restoran, rumah makan dan dan berbagai bisnis lainnya.
Tulisan ini adalah murni technically consultant bagi teman-teman koperasi, tanpa bermaksud mereduksi UU yang memang belum berlaku, namun baru 3 thn ke depan, agar tidak menimbulkan kebingungan diantara teman-teman koperasi di lapangan.
Dalam banyak pendapat ahli, memang kita terus harus membuat perbedaan antara Bank dan Koperasi atau LKM atau dalam bahasa global disebut microfinance institution, apalagi dalam lingkup persaingan yang besar saat ini antara bank dan koperasi yang sama-sama masuk dalam segment UMKM/MSMEs, lihat saja persaingan antara Bank Umum/BPR/Koperasi diberbagai daerah di Indonesia bahkan yang menggarap segment itu. Disinilah peranan strategi manajemen koperasi untuk tetap eksis.
Kenyataan bahwa produk bank nasional sekarang banyak melayani kebutuhan orang kecil dan usaha kecil adalah bukti bahwa mereka berkepentingan pada Micro Small and Medium Entrepreneurship (MSME), dan makin melihat pasar orang kecil sebagai peluang BISNIS BESAR.
Maka, kita yang di koperasi/LKM tidak boleh lengah untuk membuat produk yang tak kalah menarik dengan Bank Umum, Bank Daerah atau Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Saya coba sedang merancang produk tabungan pensiun untuk orang awam, selain tabungan harian minimal 1000 per hari untuk berbagai jenis kebutuhan yang manfaatnya kita sudah bisa rasakan saat ini, dari semua sudut produk tabungan harian seribu ini sangat bisa dilakukan oleh koperasi-koperasi kita di perkotaan apalagi di perdesaan.
Jika ada pernyataan koperasi/LKM tidak boleh sama dengan bank itu menyesatkan, salah satunya adalah bahwa simpanan pokok tidak boleh naik, tidak dikembalikan, tidak boleh ada nasabah, simpanan wajib dihapuskan, dan lainnya.
Sekali lagi, UU Koperasi Thn 2012, belum diberlakukan, baru tahap sosialisasi, UU Koperasi hanya bersifat regulasi administratif, akan berlaku thn 2015.
Undang2 ini di satu sisi tujuanya ingin mengatur koperasi di sisi lain membatasi proses kapitalisasi modal koperasi, mempersempit ruang kompetisi koperasi diantara lembaga keuangan yang nyata-nyata lebih besar, Bagi saya UU ini adalah kepentingan kapitalisme.
Dalam hal ini teman-teman harus pinter bahwa tidak boleh menaikan dan mengembalikan Simpanan Pokok, dan tidak boleh ada nasabah adalah tidak akan membesarkan koperasi/LKM atau secara lebih jelasnya untuk mempersempit ruang kompetisi Koperasi/LKM..
Tidak mengembalikan simpanan pokok mendorong masyarakat lari ke perbankan semua, sungguh bodoh, Kementrian Koperasi diadakan menjadi mubazir, dan atau memang orang-orang yang duduk disana adalah yang tidak mengerti filosofi koperasi apalagi memahami bahwa koperasi adalah sokoguru ekonomi bangsa yang difikirkan oleh para pendiri bangsa.
Saya bisa memahami karena kementrian saat ini dijabat oleh menteri hasil dagang sapi sehingga banyak kementrian termasuk kementrian koperasi menganut visi perut saja.
Sebagai contoh, sebuah koperasi anggotanya menyetor simpanan pokok Rp 10.00,0 jika setoran ini tidak bisa kembali karena hanya berlaku (sebagai tiket anggota), dan sekali dalam seumur selama jadi anggota koperasi, maka kapan koperasi akan besar?
Dalam hal ini saya tetap mengguide teman koperasi untuk tetap musyawarah untuk menaikan simpanan pokok dan simpanan wajib sebulan Rp 1000, itu pun hanya untuk menutupi inflasi, ini yang dimaksud sustainability development (pertumbuhan yang terus-menerus).
Mekanisme Rapat Anggota harus dipakai, sebab itu yang menentukan, yaitu anggota sendiri bukan Undang-Undang/Pemerintah yang tidak tahu day to day kita di pelosok. ART Koperasi jelas membuka ruang untuk itu.
Di banyak negara, koperasi justru banyak mendapatkan dukungan untuk memperkuat pelayanan UMKM atau dalam bahasa lain MSMEs (Micro, Small, and Medium Enterprises).
Saya ingin sampaikan pada teman-teman koperasi bahwa Perbedaan Bank dan Koperasi adalah hanya 10% saja, yaitu justru perbedaan utama pada mekanisme pengumpulan modal kerja.
Jika ciri utama mekanisme modal kerja koperasi disunat UU No. 17 Tahun 2012 yang berintikan sama dengan bank, maka koperasi akan kalah bersaing dengan lembaga keuangan lain sepanjang masa, kecuali mengandalkan hutang, hibah, dan masuknya investor.
Hal ini pula sesungguhnya telah dimulai kembali agar kita menjadi bangsa kuli sepanjang-panjang republik ini berdiri.
Pendapat itu sudah teruji dengan berbagai penelitian dan pendapat professor besar di negara maju dan berkembang.
Apalagi di Indonesia dimana jumlah MSMEs lebih dari 50 juta orang atau berarti bersentuhan dengan lebih dari 150 juta orang jika satu MSMEs memiliki 3 orang karyawan, maka itu lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesia saat ini.
Cara berfikir UU No.17 Tahun 2012 yang disatu ini bertujuan membedakan bank dan koperasi di sisi lain aspek permodalannya sama dengan mekanisme Bank (pasal 66) sungguh merupakan penjungkirbalikan rasional dan sangat keliru.
Jstru yang membesarkan koperasi adalah simpanan pokok dan wajib yang terus naik, boleh ada nasabah selama tidak tertarik jadi anggota, dan sistem pembagian SHU, modalnya milik seluruh anggota dan skala pinjaman atau tabungan yang jauh lebih mudah atau lebih kecil dari Bank, itu perbedaannya (10%).
Namun mau dikebiri oleh UU No. 17 Tahun 2012, kalau perbedaannya diminta agar jangan ada nasabah dan tidak boleh nambah simpanan pokok dan wajib, maka jelas itu akal-akalan, dan penuh dengan vested interest.
Kesamaan bank dan koperasi justru pada bagaimana memberikan pelayanan yang lebih efektif dan modern, seperti variasi produk pinjaman dan tabungan yang fungsinya sama bahkan juga skema tabungan pensiun kita bisa buat, saat ini IT merupakan bukti bahwa ada kesamaan antara keduanya, IT digunakan untuk mengefesienkan pelayanan bank dan atau koperasi/LKM kepada UMKM yang sedemikian besar.
Sekali lagi teman-teman yang mengelola koperasi harus pinter dan pandai mengatur strategi manajemen koperasi, tanpa bermaksud mereduksi makna UU yang setiap saat bisa berubah, nampaknya tahun 2014 akan banyak perubahan lagi. Semoga pemerintahan karbitan akan segera berlalu.
Dalam UU 17 2012, ada yang patut diapresiasi karena berinisiatif mendirikan LPS atau Lembaga Penjaminan Simpanan untuk anggota koperasi, walau entah kapan akan direalisasikan, hal ini akan meningkatkan kepercayaan anggota.
Walaupun pada sisi lain tabungan masyarakat dibatasi pada koperasi tetapi hanya menjadi anggota, padahal tidak semua anggota masyarakat mau menjadi anggota koperasi karena hanya ingin jadi nasabah koperasi yang bisa menabung kapan saja, bahkan boleh Rp 1000. Lagi-lagi itu merupakan kebingungan dari UU itu sendiri, bisa dibayangkan maka LPS tersebut akan sulit bisa diwujudkan.
Saya memiliki analisis bahwa ada invisible hand (tangan-tangan tak terlihat) dibalik diterbitnya UU No. 17 Tahun 2012 tersebut, tanpa bermaksud apriori, namun cara berfikirnya bertentangan dengan kemandirian dan daya saing ke depan.
Aapalagi perdagangan bebas sudah masuk di pasar MSMEs dan pasar MSME di Indonesia disebut sebagai tulang punggung indonesia, it is the backbone of Indonesia.
Akan lebih baik jika pemerintah mengatur bagian mana yang bisa dimasuki bank dan koperasi untuk menghindarkan makin banyaknya koperasi yang bangkrut karena daya saing yang lemah, bukan mengatur permodalan koperasi yang mengandalkan hutang dan membuka pihak luar masuk memiliki dan menguasai permodalan di koperasi, saya berfikir UU ini mesti dibatalkan mumpung masih dalam tahap sosialisasi.
*Penulis adalah Dikrektur Pusat Studi Koperasi dan Keuangan Mikro Indonesia, Jakarta
Ahmad Hermanto
hermanto_75@yahoo.com.sg
(wwn/wwn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini