Pemda DKI tanpa lelah telah mencoba berbagai cara untuk menyiasati keadaan, namun belum tampak hasilnya. Jakarta pelan tapi pasti tengah menuju kondisi lumpuh dan macet total (deadlock), alias kiamat lalu lintas.
Dampak sosial yang ditimbulkannya sangat nyata: beban ekonomi rakyat semakin berat, ongkos kerja pengusaha dan anggaran pemerintah semakin besar, beban subsidi BBM terus membengkak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah ahli, pemerhati, petugas, pejabat, pengusaha, masyarakat awam, orang asing baik ahli mencoba menawarkan sederet solusi untuk mengatasi kemacetan yang sudah menyesak ubun-ubun, namun kemacetan cenderung semakin parah.
Mencari oknum biang kerok penyebab masalah transpotasi yang semakin memburuk (mantan pejabat) di tengah absennya moda transportasi massal (MRT-MTR) yang ideal dan memadai ditambah segudang persoalan lainya termasuk kapasitas jalan raya yang pas-pasan dan sangat lamban pertambahannya, bukanlah opsi yang pas pada saat ini. Apa boleh buat, terlambat sudah dan nasi telah menjadi bubur.
Tugas para pemangku kepentingan saat ini nyata di depan mata, agar jangan berleha-leha apalagi berpangku tangan. Mereka perlu bertindak cepat, olah pikir, asah nyali untuk menawarkan jalan keluar, namun kiranya bukan jalan pintas (kebijakan gali lobang tutup lobang) alias temporer.
Kita berharap para pemangku kepentingan segera menemukan jalan keluar dari kondisi kiamat lalin yang sudah tiba di daun jendela rumah kita.
Kita saksikan, beberapa cara dan metoda mengurai kemacetan sudah diuji coba meskipun gagal a.l. menutup sejumlah pintu toll dalam kota yang semula diharapkan dapat menekan beban kemacetan lalin menuju kota Jakarta. Nyatanya uji coba tersebut berdampak sangat luas dengan munculnya titik kemacetan baru yang lebih parah dari hari hari biasa.
Selalu warga Jakarta yang ikut menjadi korban pra-kiamat kemacetan lalin, saya ingin menyampaikan gagasan kepada para pembuat kebijakan alternatif mengatasi kemacetan yang sudah sangat ekstrim saat ini yang harus ditangani dengan pengaturan lalin yang ekstrim pula a.l.:
1) Pemda DKI agar segera mengkaji dan melakukan rasionalisasi atas jumlah angkot, mikrolet dan metro mini, kopaja, dll yang berseliweran di DKI Jakarta yang diperkirakan telah melebihi jumlah yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat sehingga menjadi bagian dari sumber pemicu kemacetan lalin di banyak titik.
2) Wacana Pemda DKI untuk menertibkan angkot dan pengguna harus didasari aturan yang jelas dan baik, sehingga Pemda perlu melakukan pembenahan marka dan rambu lalin yang jelas (tanda larangan berhenti, menurunkan-menaikkan penumpang dan perbaikan halte).
Lazimnya larangan menaikkan dan menurunkan penumpang di jalan utama (protokol) ditandai dengan garis Kuning atau Putih memanjang yang jelas. Sesudahnya Pemda perlu melakukan sosialisalisasi aturan yang baru sebelum menerapkan denda.
3) Hapuskan kebijakan 3 in 1. Pemda DKI dan Ditlantas Polda Metro Jaya agar mengkaji sistem buka tutup 1 (satu) arah khusus memasuki kota Jakarta pada periode tertentu pagi hari (pukul 06.00-08.00) dan ke luar dari kota Jakarta pada sore hari (18.00-19.30) pada hari-hari tertentu.
Jalur-jalur utama yang dapat diuji coba a.l: Jl. Thamrin, Sudirman hingga Fatmawati, Daan Mogot, Matraman hingga Cililitan, Pramuka, dari Senen hingga Pulo Gadung, HR Rasuna Said hingga Ragunan, Dr. Sahardjo hingga Pasar Minggu serta sejumlah ruas jalan yang padat lainnya.
4) Pemda DKI dan Ditlantas Polda Metro Jaya segera mengkaji dan melakukan perubahan arus lalin dengan memperbanyak jalan 1 arah permanen pada sejumlah ruas jalan utama-protokol Jakarta yang akan mempermudah pergerakan lalulintas.
*Penulis adalah Pemerhati masalah sosial
Sahat Sitorus
sahatsitorus@yahoo.com
(wwn/wwn)











































