Ini akan menjadi perkerjan rumah baru bagi partai berlambang segi tiga biru itu, apakah konvensi akan menuai kembali kepercayaan publik atau malah sebaliknya.
Tak pelak lagi, keputusan penjaringan capres melalui konvensi di ambil SBY di tengah-tengah kegalauannya karena 'badai demi badai' yang menimpa Partai Demokrat. 'Badai-badai' itulah yang membuat elektabilitas Partai Demokrat terus merosot. Dan tidak ada jaminan akan tidak ada badai-badai selanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, konvensi ini lahir dari kondisi sulit yang tengah menimpa partai itu. Belum juga konvensi dimulai, sudah ada yang menyatakan menolak untuk ikut serta.
Belum lama ini, Jusuf Kalla dan Mahfud MD yang di undang oleh Partai Demkrat untuk ikut konvensi menyatakan tidak berminat. Selain itu, juga ada Rustiningsih dan Rusdi Kirana menyatakan menyatakan diri mundur. Alasan mereka tentu berbeda-beda, namun alasan yang paling mencolok dan dapat dijadikan rujukan adalah alasan yang dikemukakan Mahfud MD.
Dalam surat penolakannya ia menyampaikan ketidakjelasan hak dan kewajiban peserta serta mekanisme konvensi merupakan alasan pokok kenapa dia mundur.
Ketidakjelasan Mekanisme
Sampai saat ini, alasan yang disampaikan oleh Mahfud MD juga tak kunjung menemui kejelasan dari Partai Demokrat. Tim Komite tampak seperti agak kebingungan dan masih mencari-cari format konvensi yang tepat.
Mungkin lebih tepatnya mereka seperti menyelam sambil minum air. Keraguan publik juga bertambah dengan konstitusi Partai Demokrat yang masih memberikan peluang penetapan capres kepada Majelis Tinggi.
Selain itu, ketidakjelasan perekrutan peserta menambah rentetan alasan keraguan publik. Awalnya, publik mendapatkan kabar bahwa akan ada peserta yang diundang langsung oleh SBY dan ada yang mendaftarkan diri.
Konvensi yang seharusnya menjadi ajang konsolidasi internal ternyata melibatkan pihak luar. Mekanisme perekrutan yang pada akhirnya menggunakan cara mengundang ternyata melibatkan pihak-pihak di luar partai.
Partai Demokrat mengundang kader-kader partai lain, seperti Jusuf Kalla (Mantan Ketua Umum Partai Golkar), Endriartono Sutarto (Dewan Pembina Partai Nasdem). Cara seperti ini kemudian dipandang oleh sebagian kalangan tidak etis. Bahkan Endriartono terpaksa harus dipecat dari partai asalnya.
Kekikutsertaan sang putra mahkota tampaknya juga menjadi kunci ketidakpercayaan publik. Dengan adanya Pramono Edhie Wibowo membuat publik begitu amat sulit percaya bahwa konvensi Partai Demokrat akan berlangsung secara fair.
Banyak yang menengarai, ujung-ujungnya konvensi ini akan mengerucut pada Pramono Edhie Wibowo. Kecurigaan ini semakin menguat ketika konstitusi Partai Demokrat masih memungkinkan campur tangan Majelis Tinggi dalam keputusan akhir konvensi.
Tahapan konvensi kini mulai berjalan. Bagaimana membangun kepercayaan publik terhadap konvensi merupakan pekerjaan berat.
Mereka harus mampu membuktikan bahwa konvensi ini bukan hanya dagelan politik untuk memunculkan Pramono Edhie Wibowo. Jika kepercayaan itu gagal dibangun, tidak menutup kemungkinan akan ada lagi kandidat-kandidat lain yang akan mengundurkan diri.
Mestinya, kemunduran Mahfud MD dan peserta konvensi lainnya menjadi pelajaran penting bagi Partai Demokrat dan khususnya SBY. Mereka tak bisa main-main dengan proses konvensi. Prasyarat-prasyarat dasar harus segera mereka penuhi agar publik khususnya peserta konvensi percaya bahwa perhelatan politik ini benar-benar serius.
Setidaknya ada lima hal yang harus menjadi perhatian serius Tim Konvensi. Pertama, Tim Konvensi harus memastikan mekanisme konvensi secara terang benderang dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Kedua, peserta konvensi harus mendapatkan kepastian mengenai hak dan kewajiban mereka. Ketiga, harus ada kejelasan atau pembatasan terkait pendanaan kampanye kandidat. Jika konvensi ini hanya menjadi ajang pertarungan siapa yang paling kuat logistiknya, maka hasil konvensi ini tidak akan maksimal.
Keempat, harus ada jaminan bahwa hasil konvensi akan menjadi acuan penuh dalam pengajuan capres dari Partai Demokrat. Kader-kader serta pengurus Partai Demokrat beserta jajarannya harus bersedia memperjuangkannya nanti dalam pertarungan dengan kandidat-kandidat dari partai lain.
Kelima, memastikan kedudukan dan jajaran pengurus Partai Demokrat dalam konvensi. Seperti apakah status dan kedudukan mereka. Apakah mereka diposisikan sama atau tidak dengan publik umumnya dalam penentuan akhir hasil konvensi.
Selain lima masalah di atas, peninjauan kembali keikutsertaan Pramono Edhie Wibowo juga dapat dijadikan opsi terakhir untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap konvensi.
SBY dan Partai Demokrat harus benar-benar realistis. Jika Pramono Edhie Wibowo benar-benar sulit didongkrak elektabilitasnya, sebaiknya ia mundur saja. Sepentas memang remeh-temeh. Tapi tokoh yang satu ini bisa menjadi kunci kesuksesan konvensi. Bahkan, kalaupun ia memang terpililih nantinya secara fair, tetap saja publik masih tidak percaya.
Potensi 'Badai' Baru
Konvensi ini terlanjur menjadi “meja judi†bagi Partai Demokrat. Konvensi akan menjadi penentu masa depan partai. Jika tidak berhati-hati konvensi akan bisa berbalik menjadi senjata makan tuan.
Jika konvensi dikelola secara baik dan benar, partai yang menjadi pemenang pada pemilu 2009 akan menuai kembali kepercayaan publik dan akan menikmati hasilnya.
Sebalik dari itu, jika masih terkesan main-main dan tidak serius serta masih bergantung pada keputusan akhir di tangan SBY, konvensi akan membuat Partai Demokrat semakin terpuruk.
Sebelum kepercayaan publik benar-benar hilang terhadap konvensi Partai Demokrat, sebaiknya Tim Konvensi segera mengambil langkah-langkah cerdas, termasuk dengan mempertimbangkan usulan-usulan ini.
Mereka harus mampu menjelaskan dan meyakinkan publik bahwa konvensi ini benar-benar akan berlangsung secara fair. Kalau tidak, bukan tidak mungkin konvensi berbalik menjadi 'badai' baru sebagai kelanjutan dari 'badai-badai' sebelumnya yang menimpa partai berlogo mercy ini.
Septa Dinata
Jl. Tegal Parang Utara VI Jakarta Selatan
septa.upm@gmail.com
081266656609
(wwn/wwn)