Simplifikasi Konflik Sunni-Syiah Sampang

Simplifikasi Konflik Sunni-Syiah Sampang

- detikNews
Senin, 29 Jul 2013 08:05 WIB
Jakarta - Sebagaimana dilansir oleh antarajatim.com, sebanyak 69 kepala keluarga yang terdiri 233 jiwa anggota Syiah masih berstatus sebagai pengungsi di Rusun Puspo Agro Jemundo, Sidoarjo.

Mereka adalah imbas dari penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok oknum terhadap komunitas Syiah di Sampang, Madura.

Guna menyelesaikan konflik ini, Presiden SBY akan memimpin langsung upaya rekonsiliasi Sunni-Syiah di Sampang, demikian BBC Indonesia melansir. Persoalannya adalah upaya penyelesaian konflik ini tidak sesederhana melalui rekonsiliasi konflik kasuistik, melainkan harus disertai kebijakan komprehensif dan integratif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebijakan yang komprehensif dan integratif ini dibutuhkan karena potensi konflik yang dikandung di dalam masyarakat Indonesia sendiri.

Selain itu juga, kasus serupa tidak saja menimpa kelompok Syiah, melainkan juga sekelompok Ahmadiyah yang hingga saat ini pun masih berstatus pengungsi di Asrama Transito, Mataram.

Sunni-Syiah: Saudara Kandung yang Kerap Bersitegang

Merujuk pada sejarah Islam, Sunni-Syiah merupakan 2 kelompok yang berakar pada perbedaan pandangan dalam melihat pengganti Nabi Muhammad SAW setelah wafatnya Beliau.

Pihak Syiah menilai bahwa pengganti Nabi haruslah berasal dari keluarga Nabi. Sementara pihak Sunni, pengganti Nabi tidak harus berasal dari keluarga Nabi.

Mangkatnya Nabi membuat kesimpangsiuran dalam menentukan siapa penganti Beliau. Kala itu, Abu Bakar terpilih sebagai pemimpin menggantikan Beliau. Sementara, ada sebagian kelompok yang menilai seharusnya, Ali yang menjadi pengganti karena Ali merupakan keluarga dekat Nabi.

Perbedaan pendapat ini menjadikan kelompok pendukung Ali menjadi kelompok yang berseberangan dengan mainstream dan menjadi kelompok yang dinamakan Syiah.

Perbedaan ini kian genap ketika terjadi perang Karbala antara pihak keturunan Ali dan pengikutnya melawan dinasti Muawiyah pada tahun 680 Masehi di tanah lapang bernama Karbala, Irak.

Pada pertempuran ini Hasan dan Husein, cucu Nabi, wafat. Kejadian ini kemudian diperingati sebagai hari suci oleh Syiah setiap 10 Muharam.

Hingga kini Sunni-Syiah kerap berseberangan. Di Timur Tengah sana, Lebanon dan Suriah, Sunni-Syiah berperang. Ketegangan Sunni-Syiah di kedua negara tersebut membawa instabilitas di kawasan Timur Tengah secara umum. Dan ternyata tidak hanya di Timur Tengah, di Indonesia pun pergesekan antara Sunni-Syiah kerap terjadi.

Jejak Perebutan Pengaruh Sunni-Syiah di Nusantara: Aceh, Revolusi Iran dan Sampang

Menurut A. Hasjmy dalam bukunya "Syiah dan Ahlussunnah: Saling Rebut Pengaruh dan Kekuasaan Sejak Awal Sejarah Islam di Kepulauan Nusantara" (A. Hasjmy: 1983). Digambarkan bahwa jejak Sunni-Syiah dapat ditelusuri hingga era Kerajaan Pereulak di Aceh. Ketika itu sudah terjadi perebutan pengaruh antara Sunni-Syiah.

Kerajaan Pereulak semula dikuasaai oleh sayap politik Syiah. Untuk menggantikan posisi Syiah dalam kekuasaan, Daulah Abbsiyah yang merupakah kekhalifahan kala itu merasa berkepentingan dengan mengutus misi ke Peureulak.

Dari misi inilah, pihak Sunni membangun kekuatan hingga meletuslah pemberontakan kelompok Sunni dan berhasil menggantikan kekuasaan Syiah pada sekitar tahun 918 Masehi.

Ternyata perkembangan Syiah tidak berhenti, Syiah kian berkembang terutama semenjak Revolusi Iran 1979. Di Indonesia, menurut Jalaludin Rahmat, Tokoh Syiah Indonesia, mengatakan Revolusi Iran menjadi momentum berkembangnya Syiah di Indonesia.

Banyak pihak yang salut dengan Revolusi Iran, karena dilakukan tanpa kekerasan. Namun, berhasil menggulingkan Syah Iran Pahlevi kala itu. Kemudian menggantikannya dengan pemerintah Mullah Syiah hingga saat ini. Dari sinilah lantas, Syiah mulai marak di Indonesia.

Hingga saat ini, dari data yang dihimpun oleh Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), umat Syiah di Indonesia berjumlah sekitar 500 ribu - 2,5 juta orang yang tersebar di beberapa daerah dengan pusat perkembangan di Bandung.

Khusus untuk kasus Sampang. Berdasarkan data historis, oleh Majalah Tempo, kelompok Syiah sudah berkembang di Sampang sejak berdirinya Pesantren Misbahul Huda pada tahun 2004. Pesantren ini merupakan pesantren bercorak Syiah yang dikembangkan oleh keturunan Kiai Makmun.

Kiai Makmun merupakan ayah dari Tajul Muluk dan Rois, keduanya adalah tokoh masing-masing yang berkonflik. Semenjak inilah, Syiah berkembang di Sampang.

Sejak saat ini pula, seiring dengan berkembangnya Syiah, lingkungan sekitar yang Sunni merasa terganggu dan mulai muncul sikap keberatan terhadap Syiah yang dipimpin oleh Tajul Muluk ini.

Bukan pada tahun 2012 ini saja konflik Sunni-Syiah di Sampang terjadi. Konflik terbuka pertama muncul pada Desember 2011. Pada konflik ini menurut data yang dihimpun oleh Gatra.com, sebanyak 335 dari 351 penganut Syiah dievakuasi ke GOR Wijaya Kusuma yanga berlokasi di depan kantor Bupati Sampang.

Pada konflik Agustus 2012 ini menurut data yang dihimpun oleh kontras.org, terdapat 1 orang meninggal dunia, 1 orang luka berat, 15 orang penganut Syiah belum ditemukan, bangunan terbakar di 48 lokasi yang merupakan milik 64 keluarga, 1 unit motor dan beberapa hewan ternak ikut terbakar.

Dari uraian ini tergambar jelas, konflik Sunni-Syiah di Indonesia bukan hanya sekali meletus pada peristiwa Sampang. Namun, memiliki akar historis yang jelas.

Maka menjadi terlalu dangkal ketika memandang persoalan Sampang hanya sekedar persoalan perseteruan yang berasal dari urusan domestik keluarga seputar 2 orang bersaudara yang memperebutkan cinta.

Sunni-Syiah: Arab Saudi vs Iran?

Sempat dijelaskan di awal, konflik Sunni-Syiah terjadi dimana-mana, terutama Timur Tengah. Dan kini di Indonesia. Dalam penelurusan terdapat argumen yang menyatakan bahwa konflik Sunni-Syiah merupakan manisfetasi dari ketegangan di Timur Tengah antara pihak Arab Saudi dan Iran.

Arab Saudi di satu sisi sebagai negara kerajaan yang bermahzab Sunni dan Iran sebagai negara republik Islam yang bermahzab Syiah.

Ketegangan antara Arab Saudi dan Iran secara jelas terlihat semenjak terjadinya Revolusi Iran 1979. Sejak itu, Arab Saudi dan negara-negara berbasis kerajaan di Timur Tengah merasa terancam akan menularnya Revolusi Iran di seantero Timur Tengah.

Ariel Jahner dalam tulisannya, Saudi Arabia and Iran: The Struggle for Power and Influence in The Gluf menjelaskan secara cerdas bagaimana Arab Saudi dan Iran berebut pengaruh di Timur Tengah dan termasuk dunia Islam (Ariel Jahner: 2012).

Digambarkan misalnya, ketika terjadi perang Iran-Irak. Arab Saudi jelas mendukung Irak dari segala lini. Karena Iran dianggap mengancam otoritas kerajaan Saudi.

Penjelasan yang sama dikemukakan juga oleh Agus Sunyoto, Wakil Ketua Lesbumi NU yang direkam oleh Tempo.co.id. Menurutnya, Ayatollah Khomaeini yang mempelopori berdirinya Republik Demokrasi Islam, yang kemudian membawa Iran menjadi dengan dibawah kekuasaan ulama menjadi mompok bagi penguasa Timur Tengah yang di dominasi oleh negara kerajaan.

Maka untuk membendung ini, berapa pun dana dikeluarkan untuk menumbuhkan gerakan anti Syiah.

Pertarungan antara Arab Saudi dan Iran kian terlihat vulgar ketika Arab Saudi menghapus nama Israel dari daftar musuh dan mengalihkan kewaspadaan pada Iran.

Republika.co.id memuat bahwa mengacu pada Nahrain.net Departemen Informasi Saudi memerintahkan media-media di negaranya tidak mempublikasikan artikel tentang bahaya Israel, namun lebih memfokuskan pada ancaman Iran terhadap Timur Tengah.

Penjelasan ini terlihat bahwa Revolusi Iran ternyata dipandang negatif oleh negara kawasan Timur Tengah lainnya. Arab Saudi misalnya, merasa terancam karena takut jika Revolusi Iran kemudian menular keseantero Timur Tengah.

Inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa Arab Saudi sebagai negara Timur Tengah yang seringkali diasosiasikan dengan umat Sunni kurang bersahabat dengan Iran yang menjadi pusat Umat Syiah. Dan hal itu berlangsung hingga saat ini.

Hal ini sekaligus memberikan peneguhan bahwa konflik Sunni-Syiah tidak sekadar memiliki akar historik namun juga memiliki kaitan dengan konflik pada tataran global yang terjadi di Timur Tengah antara Arab Saudi dengan Iran.

Kompleksitas Konflik Sunni-Syiah Sampang

Konflik Sunni-Syiah Sampang bukanlah sekedar konflik sederhana, karena memiliki akar historik dan kaitan dengan konflik global. Dari ulasan ini, selayaknya pemerintah siap bahwa ada potensi konflik yang begitu tinggi dan jangan sampai Indonesia menjadi loyang konflik sebagaimana yang terjadi diluaran sana.

Namun, tidak dengan menjadikan pihak yang dipersekusi sebagai obyek dan sumber masalah. Merujuk pada Burton, konflik terjadi karena terhambatnya pemenuhan kebutuhan manusia (Burton: 1990).

Gradasi kebutuhan manusia begitu beragam mulai dari hal pokok seperti makan, pakaian dan tempat tinggal hingga eksistensi diri dan kebutuhan spiritual.

Maka penyelesaianya pun tidak bisa sesederhana dengan membuat pernyataan bersama atau seremonial deklarasi perdamaian semata.

Pada titik ini, Presiden selayaknya tidak sekedar memimpin upaya rekonsiliasi antara Sunni-Syiah Sampang, melainkan juga mengkonstruksi suatu kebijakan komprehensif dan terintegrasi yang melibatkan semua elemen mulai dari pemerintah pusat hingga masyarakat setempat.

Sehingga tidak saja pihak Syiah Sampang, melainkan juga Ahmadiyah dan pihak lainnya yang mengalami persekusi dapat kembali membangun kehidupan sebagaimana layaknya warga negara lainnya.

Hal yang bisa dilakukan salah satunya, dengan bagaimana mengupayakan ruang publik bersama yang dapat digunakan oleh masing-masing pihak yang berbeda untuk membangun interaksi yang sehat. Tidak seperti selama ini pihak yang berkonflik tersebut hidup terklaster dengan kelompoknya sendiri-sendiri.

*Penulis adalah Peminat Religius Archive Studies di Pusat Kajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan


Harry Bawono
Jl. Ampera Raya, Jakarta Selatan
feuerbaw@gmail.com
08567561606

(wwn/wwn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads