Corby dan Retorika "Tiada Ampun" SBY Untuk Narkoba

Corby dan Retorika "Tiada Ampun" SBY Untuk Narkoba

- detikNews
Sabtu, 02 Jun 2012 10:39 WIB
Jakarta - Hak prerogatif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berupa keputusan pemberian grasi kepada Schapelle Corby (34), Warga Negara Australia yang ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada Oktober 2004 karena dituduh menyelundupkan mariyuana 4,1 kilogram, dinilai tidak konsisten dalam pemberantasan narkoba oleh berbagai kalangan.

Tak ketinggalan Ketua LSM Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) akan segera melayangkan gugatan class action atas grasi tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan argument bahwa dengan memberikan grasi kepada Corby, mahasiswa Brisbane yang divonis 20 tahun hukuman kurungan tersebut.

Presiden telah melanggar artikel pertama dari konvensi yang dipahami masyarakat dunia melalui PBB yaitu konvensi tentang Pemberantasan Narkotika dan Psikotropika tahun 1988.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konvensi tersebut yang dikenal dengan United Nation Convention Againt Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psiychotropic Substance tahun 1988 oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1997 telah diratifikasi dengan terbitnya UU Nomor 7 Tahun 1997.

Masih terasa dalam ingatan kita ketika SBY menyampaikan pidatonya pada sebuah acara hari peringatan anti narkoba internasional di Monas, Juni tahun 2011.

Dalam pidatonya Beliau menyampaikan bahwa kejahatan narkoba sangat serius dan berbahaya bagi ummat manusia di dunia dan bangsa Indonesia. Kejahatan narkoba merusak karakter dan fisik, serta dalam jangka panjang menggangggu daya saing bangsa.

Para pembantu presiden pun ketika itu dengan tegas dan mengamini komitmen bahwa pemerintah tidak akan memberikan remisi terhadap terpidana kasus narkoba, korupsi, dan terorisme.

Oleh karena itu, pemberian grasi untuk Corby tersebut dinilai sangat bertentangan dengan semangat perang melawan narkoba yang kini sedang digalakkan sendiri oleh pemerintah.

Sikap SBY sebagai pejabat negara bersikap permisif terhadap kejahatan narkotika, dikhawatirkan aparat penegak hukum lain pun akan ikut jadi permisif.

Tidak hanya kalangan pengamat hukum nasional yang berkomentar dan bernada miring tentang grasi Corby, keputusan grasi presiden dan remisi yang diperoleh sebelumnya, Corby tinggal menjalani hukuman sekitar delapan tahun, bahkan bisa dibebaskan bersyarat September mendatang.

Sebuah komentar dan artikel menarik dari macanegara yaitu seorang professor ilmu hukum Asia dari Asian Law Center, Universitas Melbourne di sebuah surat kabar Sydney Morning Herald yaitu Tim Lindsey menuturkan bahwa Presiden SBY telah melangkah mundur dari retorikanya soal "tiada ampun" bagi para penyalah gunaan narkoba dan menilai keputusan presiden SBY memberikan grasi kepada warga Australia yang mejadi terpidanan narkoba tersebut telah mencampuradukkan ranah hukum dan diplomasi hubungan bilateral Indonesia Australia (www.smh.com.ua).

Professor Tim Lindsay, yang juga Ketua Institut Australia - Indonesia pada kesempatan wawancara kepada Radio Australia juga menyatakan bahwa kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal kejahatan narkotika dan obat-obatan sudah lebih fleksibel.

Bahaya Laten Narkoba

Narkoba, singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang.

Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis (Undang-Undang No. 22 tahun 1997).

Narkoba termasuk bahaya laten Negeri ini karena dapat meracuni siapa saja yang mencobanya, membuat penggunanya mengalami disorientasi ruang dan waktu.

Ancaman bahaya laten tersebut tidak hanya mengancam masyarakat di beberapa kota besar, namun sekarang ini terjadi pada masyarakat di kota-kota kecil dan dari berbagai tingkat sosial ekonomi.

Narkoba tidak mengenal status sosial dan dari berbagai golongan usia, orang miskin tak berpunya atau orang kaya raya yang berlimpah hartanya. Pengguna narkoba atau zat aditif yang berbahaya ini juga akan mengalami mis-persepsi panca indera.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia. Jumlah pengguna narkoba sejak tahun 2003 terus meningkat tajam.

Pada Februari 2006 dilaporkan, dalam lima tahun terakhir jumlah kasus tindak pidana narkoba di Indonesia rata-rata naik 51, 3 persen atau bertambah sekitar 3.100 kasus per tahun.

Kenaikan tertinggi terjadi pada 2005 sebanyak 16.252 kasus atau naik 93 persen dari tahun sebelumnya. Di tahun yang sama tercatat 22 ribu orang tersangka kasus tindak pidana narkoba. Kasus ini naik 101,2 persen dari 2004 sebanyak 11.323 kasus.

Dilaporkan pula bahwa pada tahun 2008 penyalahguna narkoba masih 1,99% dari jumlah penduduk, 2010 sudah menjadi 2,21% atau jika sekarang jumlahnya 3,8 juta orang, pada 2015 akan menjadi 5,1 juta orang.

Hal yang sangat menghawatirkan kita semua yaitu dari hasil survey BNN baru-baru ini menyebutkan bahwa sebanyak 26.500 kasus narkoba berhasil diungkap selama tahun 2011. Jumlah ini meningkat 12,62 persen dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 23.531 kasus.

Ironisnya, jumlah pengguna narkoba atau zat aditif yang berbahaya lain dan disalahgunakan untuk kepentingan sesaat paling banyak adalah kelompok usia remaja atau pemuda-pemudi dengan kisaran usia 15-24 tahun.

Ketika mereka seharusnya mengisi masa remaja dan berjuang untuk membangun bangsa, malah justru terjebak dalam suatu proses penghancuran masa depan akibat penggunaan narkoba.

Terdapat sebanyak 1.037.682 pelajar dan mahasiswa di Indonesia diketahui telah mengkonsumsi narkotik dan obat-obatan terlarang lainnya. Angka itu merupakan 32 persen dari total 3,2 juta pengguna narkoba secara nasional yang terdiri dari masyarakat biasa dan aparat.


Andi Iqbal Burhanuddin
Jl Sunu FX-5, Kompl Unhas Baraya, Makassar
iqbalburhanuddin@yahoo.com
0811441491

(wwn/wwn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads