Tulisan berikut ini akan melengkapi perspektif dua tulisan sebelumnya yang telah dimuat media ini. Pertama, Noor Huda Ismail, dalam βEstafet Pelaku Bomβ (detikNews.com, Senin, 26/09/2011) menegaskan, bom bunuh diri di depan GBIS merupakan indikasi bahwa faksi radikal dalam bentuk sel-sel kecil tidak pernah mati. Mereka bertumbuh dan melakukan aksi seiring dengan momentum.
Bisa dikatakan pula bahwa saat ini merupakan fase individual jihad yang bersifat leaderless (tanpa figur pemimpin yang kuat); anak-anak muda berlomba-lomba untuk berjihad dalam kapasitas sekecil apa pun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, Jusman Dalle, dalam "Katastrofi Bom Politik" (detikNews.com, Selasa, 27/09/2011) mencatat keterkaitan setiap aksi terror bom di negeri zamrud katulistiwa ini dengan peristiwa-peristiwa politik yang telah menjadi perhatian khalayak ramai.
Kita bisa membaca pola ini, misalnya Ketika sedang hangat-hangatnya kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2009 lalu, muncul ledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada bulan Juli 2009.
Ketika mega skandal bailout Bank Century sedang panas-panasnya dan berefek guncangan besar pada pusat kekuasaan (great disruption on centre of power) saat penentuan kelanjutan kasus tersebut dengan voting pada Maret 2010. Tak berselang lama, tiba-tiba muncul isu bom di depan Universitas Kristen Indonesia (UKI), Cawangan Jakarta Timur yang melibatkan oknum wartawan saat itu.
Anak Zaman
Bagi penulis, dalam perpsektif agama, aksi-aksi terorisme di negeri tercinta ini, dengan pemuda sebagai martirnya, sesungguhnya akibat daripada kerancuan dan parsialitas dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama, apapun agamanya. Dengan kata lain, beragama secara parsial pasti akan melahirkan sial. Begitu juga beragama dengan rancu pasti akan membuahkan petaka.
Di Mesir, seorang insinyur muda menceraikan isterinya yang tidak mau menggunakan jilbab. Padahal, saat yang sama, dia telah menelantarkan kedua anaknya yang masih kecil hanya karena masalah jilbab itu.
Sementara di Irak, Afghanistan, Pakistan, ribuan nyawa telah meregang percuma di masjid-masjid, justru saat mereka menunaikan ibadah privat-vertikal. Sedangkan di Indonesia, teror bom semakin merajalela sejak awal millennium ketiga ini, selain berkecambahnya kekerasan yang mengatasnamakan agama.
Pemuda mesir itu, juga para martir bom bunuh diri atau pelaku terorisme dan anarkisme, biasanya bertampang bersih, baik, banyak membaca atau menghafal hadits.
Merekalah yang selama ini disebut sebagai kaum reliji atau orang-orang yang kuat semangat keberagamaannya. Mereka merupakan anak (baca; realitas) zaman yang tidak terbantahkan sejak fajar islam menyingsing lima belas abad silam. Hanya saja pelakonnya saja yang berganti seiring dengan bergantinya kurun.
Mereka adalah para pemuda yang lebih mengedepankan perasaan, tapi mengenyampingkan pemikiran, memisahkan pengetahuan dari pemahaman dan banyak menghafal namun sedikit berfikir.
Pada skala yang lebih besar, mereka serupa dengan kelompok yang memandang sinis terhadap orang-orang diluar kelompok mereka, menggunakan 'tongkat' dalam upaya menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar, siap 'mati syahid' demi menutup sebuah konser musik, menganggap penghancuran botol-botol minuman keras atau VCD porno sebagai 'jihad fi sabilillah', meninggalkan pekerjaan atau kuliah (sekolah), memutuskan silaturrahim dengan dalih βmarah karena Allahβ.
Mereka bukan orang jahat, bukan musuh masyarakat atau pun musuh zaman yang harus disingkirkan atau dibawa ke tiang gantungan sebagaimana yang diserukan oleh sekelompok orang yang mengaku cendikiawan muslim tapi berpikir dan bertindak laiknya kaum liberal (diabolis), bahkan terkadang lebih liberal daripada paham liberal asli sekalipun yang membenci islam dan muslimin.
Khawarijisme Modern
Jika ditelusuri kitab-kitab sirah, maka akan didapatkan kemiripan mereka dengan kaum khawarij yang disebut kaum puritan islam pertama. Buku-buku klasik maupun kontemporer sering menukil cerita tentang kegemaran khawarijisme beribadah.
Syaikh Muhammad Abu Zahrah, misalnya, dalam Tarikh al madzahib al islamiyah mengatakan, "Demi Allah, mereka adalah anak-anak muda yang telah bersikap bak orang tua. Mata mereka tidak mau menatap kejahatan, kaki mereka tidak mau melangkah kepada kebatilan dan badan mereka kurus kering karena terlalu sering beribadah dan bergadang. Setiap kali membaca ayat-ayat tentang surgea mereka menangis karena merindukannya. Dan, setiap kali membaca ayat-ayat tentang neraka, sedu sedan keluar dari tenggorokan, seolah mereka telah benar-benar mendengar deru api neraka" (Huwaidi; 1988).
Tetapi di siang hari, bak singa kelaparan yang siap menerkam siapa saja yang bersbeda dengan mereka. Bahkan perlakuan keras mereka itu lelih keras daripada perlakuan mereka terhadap orang-orang kafir.
Begitu kejamnya mereka hingga mencapai level takfir (mengkafirkan) muslim dari kelompok lain. Tidak menaruh belas kasihan kepada wanita, anak kecil, hatta orang tua sekalipun.
Inilah yang menjangkiti pemuda mesir di atas, juga para martir bom bunuh diri di berbagai belahan dunia islam kecuali di Palestina, gerakan Negara islam Indonesia (NII), jamaβah islamiyah atau gerakan-gerakan serupa lainnya. Dengan kata lain, mereka merupakan tamsilan khawarijisme modern di abad 21.
Sial Akibat Parsial
Khawarijisme, baik dulu maupun modern, merupakan bukti nyata betapa parsialitas dan kerancuan dalam memahami agama ini berakibat fatal dan menghancurkan sendi-sendi peradaban gemilang yang telah dibangun oleh Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya yang mulia. Akibat tindakan mereka, agama ini diobok-obok.
Iman yang parsial dan rancu bukanlah fenomena baru dan lahir di masyarakat kita saja, tetapi fenomena klasik yang terjadi di kalangan muslim maupun nonmuslim. Catatan tentang keimanan yang parsial dan rancu dipenuhi pelbagai tidakan bodoh dan kejam, baik di abad pertengahan maupun di abad modern.
Misalnya, peperangan keji di antara katolik dan protestan, kekejaman inkuisisi demi memurnikan akidah dari kesesatan, Guillotin dilakukan Yakobian pasca revolusi Perancis demi mempertahankan kebebasan, persaudaraan dan persamaan. Juga tinta hitam sejarah yang ditorehkan kaum muda Garda Merah di Cina atas nama revolusi kebudayaan.
Yang perlu ditegaskan, iman yang rancu atau buta bukanlah karakteristik bangsa tertentu yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.
Bahwa para pemilik niat baik yang dengan lantang meneriakkan kebajikan, justeru seringkali melumuri tangan mereka dengan darah manusia pada saat mereka menyangka sedang melakukan kebajikan.
Untuk melerai parsialitas dab kerancuan iman (beragama) yang membawa kesengsaraan dan petaka tersebut, solusinya tak lain adalah kembali ke pemahaman islam yang sejatinya memoderasi dua esktemitas yang saling bertolak belakang; ifrath (pragmatis-diabolis) versus tafrith (khawarijisme moderen).
Nah, untuk mewujudkan pemahaman moderat dimaksud, aktivitas dakwah itu harus bersinergi baik di gampong, di kampus maupun di kantor. Menegakkan kejujuran tidak hanya di ruang-ruang bersekat tempat berasyik masyuk melakukan penghambaan privat-vertikal, tapi juga dalam interaksi social-horizontal.
Penulis sepakat dengan Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siradj yang menyebut, keyakinan para bomber yang akan disambut bidadari hanyalah gombal.
Said juga mengajak seluruh elemen bangsa terus bekerja keras untuk membentengi pengaruh kekerasan pada generasi muda, pelajar dan mahasiswa. Hal itu agar tidak ada lagi korban pemikiran radikal yang mengajarkan militan sehingga menganjurkan melakukan kekerasan atas nama agama (detikNews.com, Selasa, 27/09/2011)
Sebagai penutup, umara dan ulama serta komunitas masyarakat madani (civil society) dituntut untuk mengajarkan peradaban kepada orang kebanyakan dengan pemahaman dan pengejawantahan lima karakter aksiomatik Islam; nir-eksesifisme (berlebih-lebihan atau menambah-nambahi), tidak pula mereduksi, non-distorsif, proporsional, totalitas saling melengkapi.
Itulah yang dapat mempersempit ruang bagi khawarijisme yang selalu ada di setiap masa untuk menistakan agama dan menyengsarakan pemeluknya.
*Penulis adalah peminat kajian social keagamaan, alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ahmad Arif
Jl. Tuan Dipakeh II, No. 1 Jaya Baru, Banda Aceh
banta_lw2@yahoo.com
081360295521
(wwn/wwn)