Reformasi Kamnas Belum Selesai

Reformasi Kamnas Belum Selesai

- detikNews
Kamis, 21 Jul 2011 10:28 WIB
Jakarta - Banyak orang menganggap bahwa reformasi sektor keamanan nasional (Kamnas) yang digagas sejak tahun 1999 sudah selesai dan sudah dianggap tidak ada persoalan.

Reformasi Kamnas yang di gagas pada 12 tahun silam bertujuan untuk membangun dan mendukung tatanan nilai demokrasi dengan kembali menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai alat negara dan bukan alat kepentingan politik penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.

Awal mula proses reformasi sektor Kamnas harus diakui mengalami serangkaian perjuangan yang sangat berat karena harus menghadapi berbagai rintangan dan hambatan terkait dengan adanya perubahan penataan fungsi, tugas pokok dan wewenang alat-alat negara di sektor keamanan nasional, yaitu dimana proses awal dilakukan dengan memisahkan institusi Polri dari TNI melalui TAP MPR No. VI tahun 2000 dan TAP MPR No. VII tahun 2000, alasan bahwa pemisahan kedua lembaga negara ini adalah t ugas dan wewenang Polri berada di sektor keamanan dalam negeri sedangkan TNI sebagai garda depan di sektor pertahanan negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama kurun waktu 12 tahun penyelenggaraan reformasi sektor Kamnas berbagai hal telah berhasil dilakukan dalam rangka penguatan nilai-nilai demokrasi diantaranya adalah dengan lahirnya UU No. 2/2002 tentang Polri, UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara, UU No. 34/2004 tentang TNI, dalam beberapa pasal di masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut disebutkan secara jelas bahwa baik itu Polri dan TNI dilarang untuk turut aktif terlibat dalam kegiatan politik praktis.

Selain itu hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas di luar tugas pokok dan fungsi kedua lembaga tersebut adalah dilarang, seperti adanya larangan berbisnis bagi TNI baik sebagai institusi maupun anggotanya.

Meskipun ada beberapa kemajuan yang dapat dilihat tetapi cukup banyak pula beberapa hal yang belum tercapai dalam penyelenggaraan reformasi sektor Kamnas, dari segi implementasi kebijakan yang sudah ada patut dicermati bahwa sejauh ini proses reformasi TNI belum berjalan maksimal diantaranya belum rampungnya penataan ulang bisnis TNI yang bertujuan menata kembali unit-unit bisnis yang dimiliki TNI untuk kemudian diambil alih oleh negara dan setelahnya dikelola oleh BUMN.

Dari institusi Polri dapat dikatakan reformasi kepolisian juga masih sepenuhnya belum selesai, sejauh ini memang Polri sudah dapat dipisahkan dari TNI dan memiliki tugas pokok dan fungsi yang lebih jelas yaitu di sektor keamanan dalam negeri, tetapi sampai sejauh ini pula penataan dan peletakan lembaga Polri di bawah Presiden masih dapat dikatakan kontroversial sebab disisi lain TNI diletakkan di bawah Kementrian Pertahanan.

Beberapa hal lain yang masyarakat perlu untuk cermati terkait dengan belum selesainya reformasi sektor keamanan nasional diantaranya adalah belum rampungnya RUU Keamanan Nasional itu sendiri, belum rampungnya Rancangan Undang-Undang di sektor intelijen, dan belum dirampungkannya Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan dan Pertahanan Negara.

Selama ini pembahasan ketiga RUU tersebut selalu mengalami hambatan karena alasan politik tertentu, dan oleh karena itu untuk menghindari lahirnya undang-undang yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi maka proses jalannya RUU menjadi UU perlu diawasi dan dicermati oleh masyarakat.

Pasang surut Pembahasan RUU Kamnas

Keberadaan undang-undang tentang Keamanan Nasional dibutuhkan untuk dapat mendukung jalannya proses reformasi di sektor keamanan nasional yang sesuai nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan, selama ini proses pembahasan RUU Kamnas menjadi undang-undang mengalami pasang surut dan sudah berlangsung selama hampir 10 tahun lamanya.

Beberapa pasal yang dianggap kontroversi banyak menjadi perdebatan beberapa kalangan sebab pasal tersebut dinilai bertentangan dengan semangat reformasi, hal tersebut menjadi alasan mengapa RUU Kamnas hingga saat ini belum disahkan menjadi undang-undang.

Seyogyanya keberadaan UU Kamnas sangat dibutuhkan sebagai payung utama pelaksanaan reformasi di sektor keamanan nasional yang seharusnya dapat menjadi landasan bagi undang-undang lainnya seperti UU TNI, UU Polri, RUU Intelijen, dan RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara.

Pengesahan RUU Kamnas memang sudah sangat dibutuhkan mengingat proses pembahasannya sudah memakan waktu yang sangat lama, namun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan Nasional (Kamnas) yang diserahkan pemerintah ke DPR memiliki banyak pasal karet.

Banyaknya pasal-pasal karet dalam RUU Kamnas dikhawatirkan dapat diselewengkan oleh penguasa demi mempertahankan kepentingan politik mereka, seperti dalam Pasal 54 huruf e di mana kuasa khusus yang dimiliki unsur keamanan nasional, yaitu berupa hak menyadap, menangkap, memeriksa, dan memaksa. Draf RUU Kamnas juga cenderung menabrak rambu-rambu kebebasan pers, HAM, serta berbenturan dengan undang-undang lain.

Benturan antara RUU Kamnas dengan undang-undang lain, khususnya UU Polri, terlihat ketika dalam beberapa pasal pada RUU Kamnas tidak dijelaskan secara gamblang tentang keterlibatan TNI dalam keamanan negara.

Dengan keterlibatan TNI dalam proses keamanan negara khususnya keamanan dalam negeri dikhawatirkan akan memunculkan persoalan lama yakni pelanggaran HAM dan membuat peran Polri sebagai aktor keamanan menjadi terdegradasi.

Dalam RUU Kamnas yang pembahasannya melingkupi bidang keamanan negara (dalam negeri), pertahanan, dan intelijen, maka seharusnya sudah terdapat penegasan bahwa persoalan keamanan negara seharusnya tetap dipegang oleh kepolisian, sementara pertahanan negara tetap dipegang oleh TNI.

Agar RUU Kamnas tidak menjadi pintu gerbang menuju kepemimpinan yang tiran dan berpotensinya kembali TNI untuk mencaplok sebagian dari fungsi, tugas dan kewenangan Polri sebagai aktor utama keamanan dalam negeri, maka perlu bagi DPR, masyarakat, kalangan LSM dan media secara intensif mengawal proses jalannya RUU Kamnas menjadi undang-undang.

Disisi lain agar mempercepat proses pengesahannya maka perlu adanya forum bersama lintas kalangan yang berusaha untuk memberikan masukan dan kritikan kepada pemerintah terkait dengan RUU Kamnas.

Reformasi Intelijen belum Selesai

Berbicara reformasi intelijen yang merupakan bagian dari reformasi sektor Kamnas maka dapat dikatakan reformasi intelijen belum selesai dan dapat dikatakan reformasi di sektor ini lebih berjalan lambat dibandingkan reformasi TNI dan Polri.

Belum adanya payung hukum berupa undang-undang yang mengatur tentang lembaga intelijen negara mengakibatkan reformasi intelijen berjalan tidak sebagaimana mestinya, kalaupun pemerintah pada saat ini sedang mematangkan RUU Intelijen bersama-sama dengan DPR namun substansi yang terdapat dalam RUU tersebut masih dapat dikatakan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan oleh karenanya sampai sejauh ini banyak penolakan dari berbagai kalangan termasuk dari DPR.

Melihat kepada persoalan tersebut dapat dikatakan bahwa penyusunan RUU Intelijen masih bersifat setengah hati.

Draf RUU Intelijen Negara masih dalam pembahasan namun draf tersebut dinilai belum sepenuhnya mengakomodasi sepenuhnya prinsip negara demokrasi, ada beberapa catatan penting poin dalam RUU Intelijen yang belum sepenuhnya mengakomodasi sepenuhnya prinsip negara demokrasi, yaitu: Definisi Intelijen, Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa intelijen negara adalah lembaga pemerintah.

Pada dasarnya lembaga intelijen bukanlah lembaga pemerintah tetapi alat negara. Definisi itu telah meletakkan posisi intelijen sebagai alat penguasa yang bekerja untuk kepentingan penguasa dan bukan alat negara yang bekerja untuk kepentingan rakyatnya; Rahasia informasi intelijen, Pengaturan rahasia intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 jo Pasal 39 RUU Intelijen masih menimbulkan multitafsir dan bersifat karet. Pengaturan yang karet dan multitafsir ini mengancam kebebasan informasi, kebebasan pers dan demokrasi itu sendiri.

Selain dari pada kedua hal tersebut masih terdapat permasalah lain berupa: proses penyadapan, penangkapan, pengawasan, yang dinilai bermasalah.

*Penulis Mantan Staf Ahli Anggota Komisi I DPR, saat ini aktif di Lesperssi dan sebagai Dosen Politik di Binus University.


Yusa Djuyandi
Cengkareng, Jakarta Barat
f_yusa@yahoo.com
08179242566

(wwn/wwn)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads