Kiai Said, NU dan Krisis Gagasan

Kiai Said, NU dan Krisis Gagasan

- detikNews
Kamis, 09 Jun 2011 08:02 WIB
Jakarta - Dipimpin langsung oleh Prof Dr KH Said Aqiel Siradj, MA, PBNU beberapa hari yang lalu menghadap ke SBY di Istana Negara. Pokoknya, menyampaikan rencana Harlah NU ke-88 yang akan dipusatkan Senayan bersamaan dengan pertemuan tarikah-tarikat sedunia.

Selain menyampaikan undangan, lazimnya juga meminta dukungan pemerintah ikut menyukseskan acara maha penting tersebut. Ini adalah eksemplar dari bukti dari ketergantungan NU pada pemerintah.

Pasca terpilih sebagai ketua umum PBNU di Muktamar NU ke-32 2010 di Makasar, Kiai Said belum pernah melakukan pendobrakan intelektual berdampak luas di hadapan publik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, Kiai Said --panggilan akrabnya, dikenal sebagai sosok ulama intelektual yang kontroversial. Dalam banyak kasus, Kiai Said merupakan jilid dua dari pemikiran KH Abdurrahman Wahid yang menggulirkan gagasan kontroversial selama ini.

Dengan kedalamnya di bidang ushuluddin, terutama ilmu kalam dan tasawuf, Kiai Said memiliki pengetahuan yang sangat luas ikhwal peta intelektual ilmu-ilmu tersebut.

Publik seringkali terkejut dengan pemikirannya yang menyentuh wilayah sensitif dengan menyebut Sahabat Abu Bakar salah, dan Sahabat Utsman Bin Affan pikun yang termasuk shubbu shahabah yang diharamkan dalam kitab Sullamut Taufiq karya Imam Nawawi Al-Jawi Al-Banthani.

Wacana kontroversial seperti itu bagi Kiai Said biasa, namun bisa-bisa para kiai yang lain, dipandang luar bisa. Pernyataannya dipandang su'ul adab kepada khulafaurrasyidin yang termasuk dosa ditinjau dari ilmu kalam asy'ariyah.

Namun demikian, dengan kontroversi tersebut, Kiai Said bak bintang meteor baru dalam dunia pemikiran NU setelah Gus Dur. Kiai Said pun diberi ruang yang lebar dan luas untuk mengimplementasikan ilmu dan pengetahuannya dalam mengembangkan diskursus intelektual di kalangan NU.

Sepertinya, Gus Dur sudah menyiapkan Kiai Said sebagai penggantinya kelak dikemudian hari. Kiai Said seringkali juga diundang memberikan khutbah di gereja-gereja, untuk menyampaikan pesan perdamaian agama di dunia.

Hubungan NU-Kristen terlihat amat sangat mesra sebagai wujud nyata dari kerukunan umat beragama di Indonesia. Dua agama besar ini yang menjadi "kunci" dari kerukunan umat beragama di Tanah Air.

Lepas dari pro-kontra khutbah di gereja tersebut, Kiai Said merupakan ulama intelektual yang mengikuti jejak intelektual Gus Dur yang kontroversial. Gagasan besarnya tentang ahlussunnah wal jama'ah sebagai minhajil fikr, serta tasawuf sebagai kritik sosial.

Dua gagasan besar ini tak terdengar kembali dari sosok kiai kelahiran Cirebon, 3 Juli 1953 ini. Terkesan, NU mengalami krisis gagasan. Pasalnya, selama 2 tahun lebih ini, NU kehilangan gagasan besar dalam memajukan umat dan bangsa.

Masuknya beberapa nama yang berlatarbelakang intelijen seperti Ali As'ad, wakil ketua umum PBNU dalam kepengurusan PBNU periode 2010-2015, dimaknai sebagai kooptasi negara terhadap NU sebagai kekuatan masyarakat yang otonom dan independen.

Bahkan, dalam kurang waktu tak kurang dari 15 tahun kepemimpinan Gus Dur, NU merupakan kekuatan civil society yang sangat kritis terhadap pemerintah Orde Baru yang otoriter dan dispotik. Kini, suara kritis tersebut tak terdengar lagi. Yang terdengar, sokongan pada pemerintah dan/atau bagian dari pemerintah.

Kiai Said secara seloroh menampakkan kemesraan hubungan NU dengan pemerintah yang berkuasa. Berbagai foto Kiai Said bergandengan mesra dengan SBY dan Muhaimin Iskandar.

Hal yang tak lazim pada zaman kepemimpinan Gus Dur, bahkan Kiai Hasyim sekalipun. Di akun facebook Kiai Said, beberapa facebooker mempertanyakan sikapnya yang terkesan diam terhadap pemerintah, walaupun periode terakhir pemerintahan SBY ini banyak skandal politik yang terkuak ke publik.

Gerakan antikebohongan yang dilancarkan oleh para tokoh lintas agama, tak efektif mendorong pemerintahan ini berkonsentrasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Bila ditelusuri, sikap diam Kiai Said bisa dimaklumi lantaran hutang budi terhadap beberapa pihak di dalam pemerintah yang berjasa menaikkannya menjadi ketua umum PBNU. Disamping, lantaran pribadi Kiai Said sendiri yang mengambil jarak dengan hiruk pikuk persoalan yang melilit bangsa ini day to day.

Permintaan para pihak di dalam maupun di luar NU agar NU tetap bersuara kritis pada pemerintah, bagian dari kerinduan publik akan peran politik kebangsaan NU dalam melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Pemerintah bisa menjadikan suara kritis NU sebagai bagian dari pertimbangan penting dalam mengambil kebijakan publik.

Saat-saat, suara kritis partai politik, NGO dan media massa kurang efektif menghadapi kepongahan pemerintah yang pandai mengalihkan issu dan curhat ini.

Kiai Said barangkali punya pertimbangan penting dan strategis tersendiri, cenderung "diam" pada pemerintah. Boleh jadi, Kiai Said tak ingin mencampuri urusan pemerintah.

NU mengurus urusan NU sendiri dalam bidang dakwah, pendidikan, ekonomi dan sosial. Boleh jadi, Kiai Said tak kurang-kurang mengingatkan pemerintah secara diam-diam untuk menghindari kontroversi yang kontraproduktif bagi pemerintah dan masyarakat.

Namun demikian, sikap Kiai Said di atas sangat diametral dengan kultur kritis yang dibangun oleh pimpinan NU sebelumnya. Gus Dur dan Kiai Hasyim dikenal luas publik sebagai sosok kritis terhadap pemerintah dalam rangka amar makruf nahi mungkar.

Pemerintah ini sebabnya yang mendapatkan amanah umat dan bangsa ini untuk mencapai tujuan nasional, baik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan kesejahteraan umum maupun dalam rangka ikut mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial.

Kiai Said sebagai top leader NU harus turun gunung kembali menyuarakan suara kritis yang identik dengan dirinya selama ini. Kontroversi demi kontroversi yang dijalani selama berkiprah di NU semenjak 1994 sampai 2010, telah berhasil dilewati dengan selamat.

Pemikiran, sikap dan tindakan kontroversialnya selama ini tak berarti menimbulkan gelombang resistensi yang sangat besar di dalam tubuh NU. Faktanya, Kiai Saidlah yang terpilih dalam arena muktamar NU ke-32, menyisihkan lawan-lawan politiknya seperti Slamet Effendi Yusuf, Sholahuddin Wahid, Masdar F Mas'udi, Achmad Bagdja, Ulil Abshar Abdalla dan lain sebagainya.

Kiai Said punya modal intelektual dan kultural besar dalam melakukan dobrakan di dalam NU atau di luar NU. Berbekal kecerdasan luar biasa dan jaringan internasionalnya, Kiai Said sangat berpotensi melakukan gebrakan-gebrakan apa pun, baik di bidang dakwah, pendidikan, ekonomi maupun di bidang sosial.

Bangsa ini menghadapi kebuntuan luar biasa. Dakwah menghadapi radikalisasi, pendidikan menghadapi komersialisasi, ekonomi menghadapi konglomerasi dan sosial menghadapi fragmentasi. Berbagai kebuntuan tersebut yang menghalangi derap langkah bangsa ini menuju kemajuan.

Disinilah tantangan NU ikut memberikan jawaban kongkrit atas sejumlah persoalan bangsa tersebut. Kiai Saidlah yang paling bertanggungjawab menghadirkan NU secara eksistensial dan fungsional dalam peradaban bangsa dan manusia di muka bumi ini.

Jadi, 3,5 tahun tersisa dari kepemimpinan Kiai Said benar-benar harus dimanfaatkan untuk meningkatkan harkat dan martabat NU kembali. Bulan madu dengan pemerintah harus diakhiri. Saatnya bekerja dan berkarya untuk memajukan umat dan bangsa. Publik merindukan suara kritismu wahai Kiai Said!

*Moch Eksan, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Nurul Islam 2 Mangli Jember, dan Pesantren Alam Padepokan Aziziyah Sadeng Lewissadeng Bogor.


Moch Eksan
Jl Jumat 68 Mangli Kaliwates Jember
moch.eksan11@yahoo.com
081358226632

(wwn/wwn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads