Menghidupkan Kembali Lumbung Desa

Menghidupkan Kembali Lumbung Desa

- detikNews
Selasa, 28 Sep 2010 18:05 WIB
Jakarta - Tidak menentunya cuaca akhir-akhir ini telah membawa kerugian bagi petani. Hujan yang berulang kali turun pada musim yang seharusnya masih musim kemarau (April - September) telah menurunkan produktivitas tanaman pangan.
 
Di Jawa Tengah saja sejak Januari hingga 31 Agustus 2010 total kerusakan lahan tanaman pangan dan hortikultura akibat banjir mencapai 43.020 hektar. Seluas 12.447 hektar puso. Ditengarai majunya musim hujan dari bulan Oktober ke September menyebabkan produktivitas pertanian. Baik padi maupun palawija terancam anjlok.
 
Jika ini terus terjadi maka bisa terjadi kelangkaan pangan. Minimal di tingkat lokal. Apabila suplai pangan berkurang padahal permintaan pangan tetap maka instabilitas harga tak terhindarkan. Sudah semestinya ancaman ini harus bisa diantisipasi.

Dulu penduduk desa masih banyak yang memanfaatkan lumbung desa. Lumbung desa saat itu lebih berupa bangunan fisik tradisional yang terbuat dari kayu. Disusun seperti gubuk atau rumah-rumahan. Biasanya dimanfaatkan untuk menyimpan gabah atau komoditas pangan lainnnya. Di tilik dari sejarahnya lumbung desa ini dimulai pada 1902 oleh Messman, orang Belanda, yang saat itu menjabat sebagai Residen Cirebon dan Sumedang (Jabar).

Pemikiran ini didasari oleh kekhawatiran Messman akan kemungkinan terjadinya kerawanan pangan diwilayahnya. Menurutnya apabila para petani memiliki tabungan padi atau gabah maka pada masa-masa paceklik kebutuhan pangan mereka akan tetap tercukupi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seiring waktu berjalan lumbung desa tidak hanya dipahami sebagai bangunan fisik tradisional. Secara fisik lumbung desa sudah banyak berubah ke bangunan yang lebih permanen. Biasa dilengkapi dengan gudang, tempat penjemuran, dan penggilingan padi maupun fasilitas lain.

Keberadaan lumbung desa semakin berkembang seiring dikeluarkannya Inpres Bantuan Pembangunan Desa (Bangdes) pada tahun 1969. Lumbung desa bermunculan pesat di berbagai pelosok. Banyak di antaranya masih bertahan hingga paruh awal tahun 1990-an.

Sistem lumbung sebagai pusat cadangan pangan, terutama di kawasan pedesaan, kini semakin sulit ditemukan. Sisa kearifan lokal (indigenous knowledge) itu terkikis oleh perubahan zaman. Setidaknya ada 4 penyebab sistem lumbung semakin terpinggirkan.

Pertama, kecenderungan petani berperilaku konsumtif. Di negara berkembang, masyarakatnya  cenderung lebih suka berbelanja daripada menabung. Hasil panen yang berlimpah kadang  mendorong petani hanya berpikir bagaimana bisa segera menjualnya dan mendapatkan uang. 

Kedua, masuknya model-model kelembagaan lain yang banyak berkembang. Banyak lembaga keuangan yang memberikan fasilitas perkreditan dengan syarat mudah bagi petani. Petani cenderung berpikir praktis tanpa berusaha belajar memanage permodalan usaha taninya sendiri. 

Ketiga, adanya petani yang terjerat dengan sistem ijon. Terdesak kebutuhan dan keinginan hidup, petani rela menjual komoditasnya sebelum panen kepada tengkulak. Akibatnya, ketika panen tidak ada komoditas yang bisa dikelola bisnisnya oleh lumbung desa.

Keempat,  sikap petani yang cenderung apatis. Eksistensi lumbung desa sebenarnya didasari pada sikap kekeluargaan dan kegotongroyongan masyarakat desa. Seiring pudarnya nilai-nilai tersebut akibat dampak globalisasi maka lambat tapi pasti  lumbung desa akan ditinggalkan.

Terpinggirkannya lumbung desa pada saat ini jelas sangat disayangkan. Di tengah kondisi petani selalu dipermainkan pasar dalam masalah harga lumbung desa (dalam pengertian luas) sangat dirindukan. Banyak manfaat yang bisa dirasakan jika petani kita kembali ke lumbung desa.

Pada mulanya lumbung desa lebih dipahami sebagai penyimpan (buffer stock) hasil panen padi saja. Keberadaannya diperlukan untuk mengantisipasi adanya bencana alam, gagal panen (kondisi alam atau serangan hama). Perkembangan selanjutnya lumbung desa berfungsi sebagai pengendali harga jika tejadi kelebihan produksi. Ketika panen raya harga akan cenderung turun. Adanya lumbung desa petani dapat mengatur suplai produksinya sambil mengunggu harga yang paling baik di pasar.

Lumbung desa juga biasa dimanfaatkan sebagai penyimpan benih. Petani zaman dulu biasa menyisihkan beberapa hasil panennya untuk dipilih mana yang paling berkualitas untuk dijadikan benih. Benih ini tetap dibiarkan dengan kondisi utuh bertangkai dan diikat kemudian disimpan di dalam lumbung desa.

Lebih jauh lumbung desa bisa dimaknai sebagai institusi ekonomi di tingkat pedesaan. Sebagai institusi ekonomi lumbung desa juga bisa menangani kredit atau permodalan petani, distribusi, dan fungsi logistik lainnya. 

Lebih penting dari itu dengan adanya lumbung desa akan semakin memupuk rasa kekeluargaan dan kegotongroyongan masyarakat desa yang menjadi ciri khas bangsa ini. Dengan  adanya lumbung desa maka peran Bulog sebagai lumbung pangan nasional diharapkan tidak tumpang tindih. Bulog diharapkan mendukung keberadaan lumbung desa dengan menjalin hubungan kemitraan terkait masalah teknis dan komoditas pangan.

Kemitraan tersebut bisa melalui mekanisme jual beli beras dari lumbung ke Bulog dengan harga yang sesuai. Malah ke depan lumbung desa bisa menjadi pilar-pilar ketahanan pangan nasional. Jika suatu bangsa bisa mempertahankan ketahanan pangannya maka gejolak sosial dan politik rakyatnya bisa diredam.

Mengaktifkan kembali sistem lumbung memang bukan perkara mudah. Dibutuhkan kerja sama dari semua pihak. Pemerintah bisa memberikan stimulus melalui program-program pemberdayaan petani baik berupa hibah, pelatihan, pendampingan, dan lain-lain. Petani mengelola sendiri atas dasar musyawarah tanpa rekayasa dan berdasar kebutuhan faktual mereka. Biarkan kearifan pangan kembali tumbuh di kalangan petani tanpa terkooptasi oleh kepentingan bisnis para pemodal. Semoga.
 
Azsep Kurniawan 
Alumnus Fakultas Pertanian UGM
azkurni@gmail.com
 


(msh/msh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads