Secara substansial banyak indikator yang menunjukkan perbedaan antara negarawan dan politisi. Saya membuat setidaknya ada tiga indikator di dalamnya yaitu kepentingan, ideologi, dan pemikiran.
Kepentingan seorang politisi cenderung pragmatis. Hanya mementingkan kepentingan diri mereka dan kelompoknya. Hal inilah yang sekarang ini terjadi. Contoh ketika Kongres Partai PDI-P. Para politisinya berpidato lantang atas nama kepentingan rakyat (bagi yang menonton terlihat betapa mereka dengan 'cerdiknya' meng-covernya pidato mereka).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka hadir bukan hanya memimpin masyarakat saja. Melainkan lebih dari itu. Mereka membina dan dekat dengan masyarakatnya. Inilah yang membuat mereka menjadi sangat kharismatik bagi rakyatnya.
Indikator kedua adalah ideologi. Ideologi bagi seorang dengan politisi tak ubahnya pisau bermata dua yang mudah diganti-ganti dan diubah-ubah. Mereka cenderung memiliki ideologi yang tidak mendarah daging dalam dirinya. Ketika mereka bertemu dengan konstelasi politik yang ada dan mengharuskan mereka mengubah ideologi walaupun masalah yang ada tidaklah terlalu substansial. Mereka dengan mudahnya mengubah pandangan dan idelogi mereka untuk mendapat keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Pun lain halnya dengan negarawan yang memposisikan ideologi menjadi sangat penting ketika mereka bekerja untuk negara dan rakyatnya. Mereka senantiasa menjadi seorang idealis yang tidak terganggu dengan konstelasi-konstelasi yang mereka hadapi. Dengan kata lain mereka akan mempertahankan ideologi mereka dalam keadaan apa pun. Meskipun nyawa taruhannya.
Tetapi, adakalanya ketika mereka harus mengalah dengan keadaan yang ada. Keadaan di sini adalah ketika mereka dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut kepentingan rakyat. Hal ini pernah terjadi ketika para Founding Fathers kita mengalah untuk tidak memaksakan Piagam Jakarta demi menjaga keutuhan bangsa. Inilah bentuk kearifan ideologis yang pada akhirnya menyelamatkan keutuhan bangsa kita. Mengalah untuk kemaslahatan bersama.
Pemikiran, inilah indikator terakhir yang menurut saya dapat menilai apakah mereka politisi atau negarawan. Saya memiliki keyakinan bahwa seorang politis tak ubahnya dengan orang bodoh yang bunuh diri (walaupun banyak gelar dan pangkat yang dimilikinya). Mereka memiliki pemikiran yang pendek atau bahkan sesaat. Bukan memiliki pemikiran yang visioner dan berjangka panjang.
Lagi-lagi adalah kepentingan pragmatis mereka yang menjadikan mereka tak ubahnya sebagai orang bodoh. Sedangkan seorang negarawan mereka memiliki pemikiran visioner dan berjangka panjang ditambah dengan keahlian mereka dalam mengelola dengan cermat negara dan rakyatnya.
Pemikiran yang visioner dan berjangka panjang pun bukan hanya untuk kepentingan pragmatis mereka. Lebih dari itu. Kepentingan rakyat dan negaralah yang menjadi prioritasnya. Lagi-lagi Founding Fathers negara ini dapat menjadi contoh ketika mereka menentukan bentuk negara ini yaitu sebagai negara hukum (rechtstaat). Mereka pasti telah memperhitungkan dengan cermat, matang, dan hati-hati segala konsekuensi yang harus ditanggung oleh segenap komponen bangsa pada generasi-generasi sesudahnya.
Secara eksplisit dipesankan bahwa penamaan itu dimaksudkan agar sistem pemerintahan negara kita diselenggarakan berdasar atas hukum, dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat). Dalam konteks keindonesiaan yang unik karena terkenal dengan gado-gadonya yang campur sana - campur sini, sistem sana - sistem sini. Maka tidak dapat dipungkiri hal ini juga berpengaruh pada masalah yang dibahas di atas "negarawan dan politisi".
Ada yang menyebut istilah dengan "Politisi-Negawaran". Istilah inilah yang sering muncul akhir-akhir ini. Saya pun sendiri bingung dengan makna dari politisi-negarawan tersebut. Mungkin secara bahasa saya dapat artikan sebagai
seorang politisi yang memiliki sikap seorang negarawan. Seorang politisi yang tidak memiliki indikator seorang negawaran dapat memiliki sifat dan sikap seperti seorang negarawan.
Di sinilah dapat ditarik sebuah otokritik dari istilah tersebut. Politisi bukan negarawan, dan negarawan sudah pasti seorang politisi karena memang susbtansinya jauh berbeda.
Fenomena inilah yang menjadi polemik saat ini. Indonesia yang notabenennya adalah negara unik dengan gaya "Gado-Gadonya" yang dengan pedenya pula mempengaruhi seluruh aspek kehidupan negara ini. Bahkan, untuk pembedaan negarawan-politisi saja pun dapat dicampuradukkan seperti pecel dan gado-gado dengan berbagai sayur-mayur di dalamnya.
Apa pun itu, saya hanya bisa berharap, janganlah mencampuradukkan politisi dan negarawan yang notabenenya bak air dan minyak. Atau saya bisa mengalah dengan keadaan ini dengan menyebutnya dengan "Politisi-Negarawan asli Indonesia" (dengan mengernyitkan dahi tentunya).
Jiwo Damar Anarkie
Jalan Lenteng Agung Raya No 20 Jakarta Selatan
damar.anarkie@gmail.com
085694854259
(msh/msh)