Banjirnya produk China ke pasar lokal dikarenakan adanya CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) yang mulai diberlakukan pada Januari 2010. Sejak Januari 2010 telah berlaku perdagangan bebas antara ASEAN dan China sehingga produk-produk China menjadi sangat mudah untuk masuk ke Indonesia. Apalagi sebagian besar produk China dikenai tarif nol persen untuk masuk ke Indonesia.
Untuk diketahui FTA akan melibatkan enam negara di kawasan ASEAN. Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Pada tahun 2015 negara Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam juga akan terlibat dalam perdagangan bebas tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penerapan CAFTA merupakan mimpi buruk bagi produsen lokal. Walaupun pemerintah telah menyatakan siap terhadap dampak negatif dari CAFTA namun tidak demikian terhadap produsen lokal. Mereka was-was terhadap ekspansi produk China besar-besaran pasca diberlakukannya CAFTA.
Menurut informasi salah satu pedagang tekstil di Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat produk China dinilai memiliki kualitas yang jauh lebih bagus dibandingkan dengan produk lokal. Produk China juga mendominasi pasar tekstil di Pasar Tanah Abang tersebut 80% merupakan produk China. Sisanya merupakan produk lokal. Mereka cenderung lebih memilih produk China dilihat dari segi kualitas dan harga yang relatif lebih rendah dibanding produk lokal.
Seorang pedagang mainan anak yang ditemui di tempat terpisah juga menuturkan bahwa sejak diberlakukannya CAFTA produk China mulai membanjiri tokonya. Selain harganya yang relatif murah produk China yang dijualnya pun memiliki kualitas yang lebih baik dibanding produk lokal. Sehingga, mainan anak produksi China lebih kuat dan lebih tahan lama untuk dimainkan oleh anak-anak.
Selain itu beliau juga menuturkan bahwa sejak CAFTA harga mainan lokal menurun dari 5 hingga 10%. Hal ini dilakukan produsen mainan lokal dalam rangka untuk mengantisipasi ekspansi produk China dalam pasar mainan anak. Bila produsen lokal tidak menurunkan harganya dikhawatirkan mainan lokal menjadi sepi peminat dibandingkan dengan mainan anak produksi China dan kalah dalam kompetisi pasar mainan anak tersebut.
Berdasarkan pantauan di sejumlah pasar di berbagai daerah berbagai produk seperti pakaian jadi hingga mainan produk China mulai membanjiri pasar dalam negeri. Tidak hanya di Jabodetabek. Dampak membanjirnya produk impor pakaian jadi dari China mulai dirasakan para pedagang yang berada di daerah. Sebagai contoh di Pekalongan Jawa Tengah yang selama ini menjadi salah satu sentra batik nasional.
Dampak yang sangat jelas terlihat dari menurunnya omzet penjualan batik di Pasar Grosir Setono Kota Pekalongan Jawa Tengah pasca berlakunya CAFTA. Menurut keterangan seorang pedagang batik di pasar grosir tersebut pesanan batik turun secara signifikan sejak Januari 2010. Menurutnya berlakunya CAFTA telah memberikan dampak negatif bagi dirinya.
Meningkatnya ekspor produk China ke dalam negeri merupakan usaha pemerintahan China untuk meningkatkan perekonomian negara tersebut. Para importir asal Indonesia melihat adanya permintaan (demand) dalam negeri di sejumlah sektor dalam negeri, seperti tekstil, baja, dan elektronik. Maka importir pun dengan antusias mendatangkan produk dari China yang memiliki kualitas dan harga yang lebih unggul ditambah lagi dengan berlakunya CAFTA maka importir akan semakin antusias dalam mendatangkan produk China ke dalam negeri.
Impor produk-produk manufaktur asal China tersebut akan semakin bertambah besar mengingat kebutuhannya cenderung meningkat setiap tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor produk non migas Indonesia dari China mencatatkan nilai terbesar dibandingkan dengan negara lain dengan nilai rata-rata US$1,24 miliar per bulan. Hingga November 2009 impor produk China yang tercatat resmi di BPS mencapai US$12,01 miliar atau menguasai 17,24% dari total impor dari negara-negara utama lainnya yang saat itu mencapai US$34,99 miliar. Saat itu nilai impor dari Jepang hanya US$8,78 miliar (12,59%).
Produk raksasa lokal Cina yang akan masuk ke pasar Indonesia juga produk yang mengalami tekanan persaingan yang sangat kuat di pasar domestik Cina. Sehingga, memperoleh marjin yang tipis. Dengan terbukanya pasar Indonesia bagi produk Cina tersebut mereka akan mendapatkan marjin yang lebih tinggi karena daya beli pelanggan Indonesia dan lemahnya perlawanan dari perusahaan lokal Indonesia.
Namun, dalam menghadapi ekspansi produk China besar-besaran ini produsen dalam negeri tidak tinggal diam saja. Walaupun mereka berada di bawah tekanan produk China mereka tidak akan dengan mudah menyerah kepada produsen China.
Sherlina Kawilarang, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Timur mengatakan, "masuknya produk China ke pasar lokal seharusnya dapat memberikan dorongan bagi produsen lokal untuk lebih gencar dalam memasuki pasar China. Seharusnya dengan tekanan yang seperti ini, produsen lokal dapat lebih memotivasi dirinya untuk melakukan penetrasi ke pasar China". Menurutnya kita harus bangkit dari tekanan tersebut dan lebih bersemangat untuk masuk pasar domestik mereka.
Beliau melihat peluang bahwa jika produsen China dapat masuk ke pasar domestik dengan memproduksi barang-barang low end. Maka dari itu produsen Indonesia harus mampu menembus pasar domestik China dengan memasarkan barang premium. Jadi jika mereka dapat menguasai pasar barang low end di dalam negeri, maka kita harus bisa juga masuk ke dalam pasar dalam negeri mereka tetapi dalam kelas yang berbeda, yaitu premium.
Di samping itu, Pemerintah Indonesia perlu membentuk kebijakan baru untuk membantu produk lokal dalam bersaing dengan produk China. Pemerintah Indonesia perlu membatasi produk China yang masuk untuk melindungi produsen-produsen lokal yang lambat laun akan semakin berkurang. Apabila pemerintah tidak bergerak dengan cepat maka dikawatirkan akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap industri lokal.
Permintaan agar pemerintah segera melindungi industri lokal dinilai memiliki alasan yang kuat. Apalagi produk China memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan produk lokal, dan juga memiliki harga yang relatif lebih murah dibanding produk lokal. Jika tidak segera dilindungi oleh pemerintah maka dikhawatirkan banyak produsen lokal yang menutup usahanya, dan malah akan mengakibatkan angka pengangguran yang tinggi dalam negeri ini.
Dalam hal ini, peran Menteri Keuangan dan Menteri Perekonomian sangatlah dituntut. Tetapi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) CAFTA belum juga disetujui. Alasannya masih perlu kordinasi antara departemen untuk mengesahkan PMK CAFTA tersebut. Perlu adanya kordinasi antar departemen yang baik dan didukung kinerja yang konsisten agar pelaksanaan PMK tersebut dapat berlangsung baik dan berkelanjutan. Dalam hal ini, pemerintah harus cepat tanggap dalam menghadapi situasi yang sangat menekan produsen lokal tersebut.
Tiar Karba'a
Jln Bambu Apus Raya No 11 Cipayung Jakarta Timur
tyarnk90@hotmail.com
085695824015
(msh/msh)