Creative Destruction dan Diversifikasi Produk

Creative Destruction dan Diversifikasi Produk

- detikNews
Selasa, 12 Jan 2010 08:46 WIB
Jakarta - Sudah sama-sama mahfum pada khalayak umum bahwa teknologi memiliki andil besar dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Perkembangan teknologi secara signifikan dalam sejarah manusia ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt pada awal abad ke-19. Sekaligus menjadi tanda awal revolusi industri.

Namun demikian kesejahteraan yang bisa diberikan oleh suatu teknologi pada suatu saat memiliki titik jenuh. Penemuan teknologi baru yang sejenis merupakan salah satu tanda dari kejenuhan tersebut. Hal ini tentunya menjadi hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai oleh para pebisnis sebagai praktisi yang (umumnya) paling banyak menikmati manfaat terbesar dari suatu teknologi.

Fenomena penghilangan nilai teknologi lama (eliminasi fungsi produk) karena penemuan teknologi baru disebutkan oleh Joseph Schumpeter sebagai proses pembinasaan kreatif (Creative Destruction). Dalam bukunya The Age of Turbulence, Allan Greenspan mengilustrasikan bagaimana penggantian bisnis telegraf dengan bisnis telepon kabel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun 1930 hingga 1950 telegraf merupakan alat komunikasi utama yang digunakan pada saat itu. Lebih dari setengah juta pesan terkirim setiap harinya melalui sarana ini. Namun, semenjak penemuan telepon kabel (dan penggunaannya untuk urusan komersial) bisnis telegraf terus terpinggirkan hingga menuju kepunahannya.

Di Indonesia fenomena serupa sebenarnya juga telah kita lihat dalam beberapa waktu yang lalu dalam bisnis wartel. Pada awal 2000-an usaha-usaha wartel, dengan menjamurnya, muncul di berbagai tempat di Indonesia. Pada saat itu usaha tersebut termasuk kategori usaha yang menjanjikan keuntungan mengingat kebutuhan akan akses telekomunikasi saat itu sudah cukup tinggi.

Namun, dengan semakin terjangkaunya harga telepon genggam (handphone) serta barbagai fiturnya fungsi wartel tergantikan dengan sendirinya. Sehingga, banyak usaha wartel yang gulung tikar.

Industri teknologi informasi memang merupakan industri gandrung saat ini (minimal dalam dekade ini). Saat ini internet bukanlah lagi sebagai barang mewah. Namun, sudah menjadi sebuah kebutuhan. Hal ini dilihat dari peningkatan jumlah pengakses pada 2009 yang mencapai 1,150% bila dibandingkan tahun 2000.

Saat ini jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 30.000.000 jiwa(www.internetworldstats.com). Jumlah yang sangat signifikan ini tentunya merupakan pasar yang sangat menggiurkan. Namun, yang sekali lagi perlu disadari bahwa perkembangan teknologi di bidang ini juga sangatlah cepat.

Dengan belajar dari sejarah mengenai pesatnya teknologi tentunya para pengusaha di bidang ini (baik penyedia jasa internet itu sendiri maupun media yang menggunakan jasa internet) harus mewaspadai fenomena ini. Oleh karena itu pelajaran yang dapat diambil dari arus pembinasaan kreatif bagi para praktisi bisnis adalah perlu adanya diversifikasi produk dalam suatu usaha --walaupun ciri khas dari perusahaan masih mungkin untuk dapat dipertahankan demi sustainable usaha.

Kemudian up date teknologi merupakan salah satu kunci tetap bertahannya suatu usaha. Selain aspek trend socio culture pasar juga perlu diikuti.

Muhammad Abduh
Jl Sasak 2 Kelapa Dua
Kebon Jeruk Jakarta Barat
abduh1985@yahoo.com
07519906595


(msh/msh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads