Pertama, di Mekkah Al Mukarromah sekarang ini sedang dilaksanakan Ibadah Haji, yang terdapat dalam Rukun Islam kelima. Ibadah Haji merupakan salah satu syiar Islam yang sangat luar biasa. Kita bisa melihat bagaimana ratusan juta orang berkumpul di tempat yang sama, menunjukkan kesatuan, dan persatuan tanpa memperdulikan bangsa, bahasa, warna kulit, kaya miskin, tua muda, pria wanita, tinggi pendek, dan lain-lain. Dan, itu semua disatukan oleh akidah yang satu bernama Islam.
Bagi kita yang tidak melaksanakan ibadah Haji sangat disunahkan untuk berpuasa pada hari Arafah. Puasa Hari Arafah memiliki keutamaan yaitu dihapuskannya dosa-dosa kita setahun yang lalu dan setahun yang akan datang sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW: "Puasa Hari Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, dan puasa Assyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu." (HR Muslim).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara bagi para jamaah Haji mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena pada hari itu mereka harus melaksanakan ibadah wukuf di Padang Arafah. Mereka membutuhkan kekuatan dan stamina yang cukup karena berada di bawah panas matahari yang sangat terik yang di mana semua itu dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ampunan dan ridho dari Allah SWT.
Selanjutnya yang kedua pada Hari Raya Idul Adha diselenggarakan ibadah Kurban. Secara arti kurban mungkin bisa dijelaskan seperti ini: menyembelih binatang ternak yang sudah cukup umur (unta, lembu, sapi, kambing, dan lain-lain), setelah Shalat Ied pada Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijah) sampai tergelincir matahari pada hari terakhir Tasyrik (13 Zulhijah). "Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang terdapat di dalam Al Quran (QS Ash-Shaffat [37]: 99-113) menjadi dasar disyariatkannya kurban bagi umat Muslim.
Cerita bermula dari Kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar yang sudah lama menikah namun belum dikarunai seorang anak pun. Nabi Ibrahim terus berdoa kepada Allah SWT agar diberikan kepercayaan untuk menjadi seorang Ayah. Doa dan usahanya akhirnya membuahkan hasil, dan lahirlah seorang bayi laki-laki tampan bernama Ismail. Menurut sejarah Ismail lahir ketika Nabi Ibrahim berumur 86 tahun.
Namun, kebahagiaan keluarga tersebut tidak berlangsung lama. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk menyembelih anaknya. Pada awalnya dia tidak yakin terhadap perintah ini. Namun, saat mengalami mimpi tersebut sampai tiga kali beliau baru betul-betul yakin bahwa ini adalah perintah dari Allah SWT. Kemudian Nabi Ibrahim menanyakan hal ini kepada Ismail yang diabadikan di dalam Al Quran (QS Ash Shaffat [37]: 102).
"Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?" Selanjutnya di dalam ayat yang sama Ismail menjawab: "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
Mereka pun langsung menuju suatu tempat yang ditentukan. Lalu tatkala Nabi Ibrahim sudah membaringkan Ismail dan siap menyembelihnya maka seketika itu pula Allah SWT langsung memanggil Nabi Ibrahim dan langsung mengganti Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Hal ini dijelaskan dalam Al Quran (QS Ash Shaffat [37] : 104-109).
Dari peristiwa tersebut sungguh nyata ujian keimanan yang berhasil dilalui oleh Nabi Ibrahim. Lalu bagaimana dengan kita. Apa sanggup untuk menyembelih anak sendiri. Allah SWT pun sudah mengetahui bahwa kita tidak akan mampu. Meskipun demikian kita tetap bisa mengambil nilai ketaatan dan kepatuhan sebagai seorang hamba yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim dengan menyisihkan sebagian harta kita untuk berkurban.
Lalu apa esensi dan hikmahnya bagi kita. Apa yang akan kita latih dengan ikut melaksanakan kurban. Ada banyak hikmah yang terkandung namun saya akan coba membahas tiga hikmah saja yaitu tentang Keimanan, Pengorbanan, dan Keberkahan.
1. Keimanan
Keimanan lahir dari sebuah keyakinan. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail adalah suatu kisah yang pernah terjadi dan itulah yang mendasari terjadinya Ibadah Kurban. Meskipun kita tidak pernah menyaksikan secara langsung, namun sebagai hamba-Nya dan dengan keimanan yang dimiliki kita harus yakin bahwa kisah itu betul-betul terjadi dan terkandung perintah dari Allah SWT kepada kita untuk melaksanakan ibadah Kurban. Keimanan yang didasarkan kepada keyakinan akan menimbulkan sikap kepatuhan seorang hamba yang selanjutnya akan termanifestasi dalam bentuk ketaatan, keikhlasan, dan ketulusan.
Di saat kecintaan kita kepada Allah SWT jauh lebih besar daripada kecintaan terhadap anak, isteri, harta, bahkan dunia dan seisinya, itu akan menjadikan perintah yang terasa berat akan menjadi terasa ringan. Di sisi lain kita juga harus yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan kita dan Dia-lah yang akan memberikan balasan yang terbaik untuk kita. Sehingga, apa pun bentuk yang diperintahkan Allah, kita harus melaksanakannya dengan penuh rasa patuh sebagai seorang hamba. Hal inilah yang akan berdampak positif terhadap peningkatan keimanan kita kepada Sang Pencipta.
2. Pengorbanan
Kisah Nabi Ibrahim tidak disangsikan lagi merupakan kisah pengorbanan yang sangat luar biasa dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang pilihan. Dalam hati pasti sadar bahwa kita tidak akan mungkin bisa berbuat hal yang sama dengan Nabi Ibrahim karena sangat berat untuk ukuran manusia biasa seperti kita. Tapi, paling tidak kita juga bisa ikut melatih rasa pengorbanan dengan cara menyisihkan sebagian harta yang kita miliki untuk membeli binatang ternak, dijadikan sebagai Kurban, dan diberikan kepada yang lebih membutuhkan.
Harta kita, mungkin, adalah salah satu "berhala" dalam kehidupan kita yang terkadang terasa berat untuk dikeluarkan. Kita tidak sadar bahwa semua harta yang kita miliki itu asalnya dari Allah SWT dan Dia dengan mudahnya dapat mengambil itu semua bahkan hanya dalam hitungan detik.
Lihatlah kisah Karun. Seorang multi-billioner pada zamannya yang Allah lenyapkan ke dalam muka bumi bersama harta-hartanya. Atau apakah kita sudah lupa dengan kejadian Tsunami tahun 2006 kemarin di mana Allah kembali menunjukkan kekuasan-Nya dan seluruh harta benda orang-orang Aceh lenyap seketika. Bahkan, ratusan ribu nyawa juga melayang hanya dalam hitungan jam.
3. Keberkahan
Dengan menyisihkan harta kita Insya Allah keberkahan akan datang. Satu hal yang harus selalu diingat bahwa di dalam harta kita ada hak-hak orang lain yang membutuhkan (fakir miskin, anak yatim, anak jalanan, dan sebagainya). Seharusnya kita bersyukur bahwa Allah menjadikan kita sebagai perantara-Nya untuk membantu orang-orang yang kurang mampu tersebut.
Keberkahan bisa datang dengan berbagai bentuk. Baik itu yang terlihat (harta kita bertambah) atau pun yang tidak terlihat oleh kasat mata. Jadi kalau uang kita tidak bertambah jangan khawatir. Karena, mungkin saja Allah menggantinya di tempat lain yang terkadang kita tidak sadar. Seperti diberikan kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup. Atau mungkin keluarga kita diberikan kesehatan dan panjang umur. Atau mungkin kita diselamatkan oleh Allah dari bencana. Atau mungkin usaha-usaha dan pekerjaan kita diberikan kelancaran, dan berbagai macam bentuk keberkahan lainnya.
Akhirul kalam Selamat Hari Raya Idul Adha bagi seluruh umat Muslim. Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Mohon maaf atas segala kesalahan, dan salam hangat dari Qatar.
Muhammad Assad BSc (Hons)
Mahasiswa S2 Islamic Finance University at Qatar
(msh/msh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini