Infrastruktur Strategis untuk Pengembangan Wilayah

Infrastruktur Strategis untuk Pengembangan Wilayah

- detikNews
Jumat, 28 Agu 2009 18:34 WIB
Jakarta - Infrastruktur merupakan sebuah keniscayaan dalam pembangunan suatu daerah. Dengan infrastruktur yang baik perekonomian akan semakin maju dan berkembang. Rasanya tidak pernah ada satu pun ekonom yang menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur tidak berkorelasi positif dengan pembangunan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Infrastruktur pun mampu mengubah masyarakat secara sosial dan kultural menjadi lebih baik. Sebagai contoh masyarakat yang tadinya terbiasa mandi dan buang air langsung ke sungai dengan dibangunkan kakus dan sanitasi sehingga akan mengubah kebiasaan masyarakat. Namun, sayangnya dari pengamatan selama 30 tahun terakhir ini pemerintah Indonesia cenderung mengabaikan pengembangan infrastruktur ini.

Alasan yang selalu mengemuka adalah kurangnya dana dan investasi dalam bidang infrastruktur ini. Benarkah demikian. Sementara untuk menyehatkan beberapa badan usaha milik negara (BUMN) yang bermasalah pemerintah rela mengeluarkan bermiliar-miliar rupiah bahkan hingga menyentuh angka triliun rupiah. Masih segar dalam ingatan kita kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menyerap keuangan negara hingga beratus-ratus triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fakta yang kemudian mencengangkan adalah bahwa sebagian besar infrastruktur yang berada di Indonesia adalah hasil buatan pemerintahan kolonial belanda. Jalan raya Anyer - Panarukan, jaringan rel kereta api di Jawa adalah infrastruktur yang dibuat semasa pemerintahan belanda. Untuk itu mari kita berbenah diri. Masih banyak proyek Infrastruktur yang harus dibangung di negeri ini untuk membuatnya mampu bersaing dengan negara-negara lain.

Untuk mengatasi keterbatasan yang ada dan mengoptimalkan dana maka proyek pembangunan infrastruktur haruslah tepat sasaran. Infrastruktur yang dibangun haruslah Infrastruktur startegis yang mempunyai dampak besar bagi pembangunan ekonomi wilayahnya. Infrastruktur strategis adalah prasarana yang tepat untuk mengembangkan atau menunjang suatu proses perbaikan di suatu wilayah.

Nah, untuk kondisi Indonesia saat ini infrastruktur yang paling dibutuhkan adalah jalan raya dan jaringan transportasi lainnya. Pernahkah terbayang bahwa harga satu sak semen di Jayapura mencapai 400,000 rupiah. Sementara di Bandung atau Jakarta harganya hanya sekitar 75,000 rupiah. Suatu perbedaan harga yang sangat mencolok.

Semua itu karena ongkos untuk mengirim barang ke Papua sangat mahal. Di sana jalan-jalan yang menghubungkan desa masih berupa tanah biasa. Belum ada jalan dengan perkerasan yang baik. Bahkan, untuk mengirim barang ke desa-desa tertentu tidak ada moda lain selain pesawat terbang kecil dengan landasan pacu seadanya.

Infrastruktur transportasi di pulau lainnya pun sangat menggenaskan. Standar pelabuhan yang rendah. Baik laut maupun udara. Sampai saat ini tidak ada bandara di Indonesia yang mampu mendaratkan pesawat Airbus A 380. Pun pembangunan jalan nasional yang masih terseok-seok. Karena itu diperlukan suatu masterplan rencana pembangun transportasi jangka panjang.

Pertama, adalah dibangunnya jalan raya startegis. Pembangunan jalan raya ini tidak hanya terkait masalah teknis namun juga operasional. Fungsikan jalan sesuai spesikasi teknisnya. Jangan mengulang kesalahan di sepeti di pulau Jawa yang kondisi jalannya rusak parah yang mengakibatkan membekaknya biaya hanya untuk perawatan jalan. Sungguh miris melihat kondisi jalan di Indonesia.

Data terakhir dari Departemen Pekerjaan Umum (PU) Indonesia memiliki panjang jalan sekitar 34.000 km. Sebagian besar merupakan warisan Pemerintah Kolonial Belanda. Jika dilihat dari kelaikannya jalan raya yang dalam keadaan baik hanya 9.500 km (27,94%). Sisanya, dalam kondisi rusak berat dan ringan 2.500 km dan 3.800 km. Bahkan yang dalam keadaan sedang hanya 18.000 km atau lebih dari 50% dari total jalan yang ada.

Kedua, adalah pembangunan jalan tol. Sampai akhir 2007 jalan tol yang ada di Indonesia sepanjang 630 km atau 1,82% dari total jalan umum di negeri ini. Panjang jalan yang diharapkan bebas hambatan ini tidak mengalami pertumbuhan nyata sejak dibangun pertama kali pada 1978. Hampir 30 tahun terakhir ini hanya terjadi penambahan 603 km panjang jalan tol.

Ketiga, adalah pembangunan pelabuhan di Indonesia. Di Indonesia, terdapat pantai sepanjang 81.000 km. Namun, dari panjang pantai ini hanya ada 18 pelabuhan, di mana lima pelabuhan samudera, dan sisanya pelabuhan nusantara. Data ini menunjukkan bahwa dalam 4.500 km panjang pantai hanya ada satu pelabuhan laut.

Dibandingkan dengan Jepang jumlah pelabuhan di Indonesia masih tertinggal sekitar 7.364 pelabuhan laut lagi. Sebab, setiap 11 km pantai di Jepang terdapat satu pelabuhan laut. Sementara itu Thailand memiliki 52 pelabuhan dengan pantai sepanjang 2.600 km. Ini berarti setiap 50 km panjang pantai terdapat satu pelabuhan laut (Afifi, 2005).

Keempat, adalah pembangunan rel kereta api dan penyediaan alat transportasi massal. Sampai saat ini hanya pulau Jawa yang mempunyai Jalur kerata api yang memadai. Itu pun dengan rel yang sebagian besar peninggalan Belanda. Sehingga, dengan teknologi yang masih kuno terjadi inefisiensi.

Saat kereta di Prancis mampu melintas dalam kecepatan 340 km/jam kereta Indonesia hanya mampu melintas dengan kecepatan 80 km/jam. Di pulau Sumatera keadaanya jauh lebih parah. Belum ada jalan rel yang menghubungkan Pulau Sumatera. Padahal kereta adalah transporasi massal yang paling cocok dipakai di Indonesia.

Kelima, adalah pembangunan bandara udara berstandar Internasional. Selain untuk mengurangi bebang bandara Soekarno-Hatta bandara tersebut juga mampu menjadi urat nadi bagi perkembangan perekonomian lokal. Bandara terbaru yang mulai dioperasikan adalah Bandara Internasional Minangkabau. Bandara tersebut cukup menghapus dahaga masyarakat Sumatera akan adanya bandara berstandar Internasional di pulau terpadat kedua di Indonesia itu.

Langkah selanjutnya setelah penyediaan infrastruktur transportasi adalah mensinergikan sarana moda yang telah ada. Jangan setiap daerah berlomba-lomba untuk membuat infrastruktur tanpa kajian yang mendalam. Bertambahnya infrastruktur harus diikuti oleh perubahan perilaku dan sosiologi masyarakat. Agar prasarana yang tersedia bukan menjadi penghambat bagi kemajuan potensi. Tetapi, menjadi pintu gerbang menuju Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Taufiq Suryo
Jl Tubagus Ismail VIII 62 A Bandung
tausn_sunny@yahoo.com
085692188975



(msh/msh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads