Fenomena Isu Politik 2009

Fenomena Isu Politik 2009

- detikNews
Jumat, 20 Feb 2009 10:54 WIB
Jakarta - Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 tinggal sekitar beberapa bulan lagi untuk memilih anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, kota dan kabupaten, kemudian disusul dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Menjelang hajat besar ini partai-partai politik peserta pemilu maupun para calon anggota legislatif telah berlomba-lomba berkampanye lewat media massa maupun media elektronik untuk mengumbar janji-janji kosong dan tebar pesona bagi pemilihnya.

Banyaknya partai politik yang lolos verfikasi faktual Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggambarkan semakin progresnya kehidupan demokrasi di negara ini. Serta menggambarkan ekspresi ketidakpuasan masyarakat terhadap keberadaan partai politik yang bisanya hanya mengobral janji saat kampanye. Namun, tidak mampu merealisasikan ketika berkuasa. Orientasi partai politik masih seputar upaya pelanggengan kekuasaan sehingga kepentingan rakyat menjadi termarginalisasi.

Banyak hal menarik yang patut dicermati menjelang Pemilu 2009 seperti munculnya wacana pelanggengan kekuasaan atau dikenal dengan istilah "Dinasti Politik" dengan hadirnya generasi baru di lingkungan politik. Hal ini lebih mengkhawatirkan dibandingkan Pemilu 2004. Saat ini praktik itu lebih masif. Baik di pusat maupun daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lihat saja di pusat ada Megawati dan putrinya Puan Maharani, Gus Dur dan putrinya Yenny Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Putranya Edi Baskoro, Hamzah Haz dan putranya Agus Haz, Amin Rais dan putranya Ahmad Mumtaz. Serta banyak lagi contoh lain yang tak bisa disebut.

Fenomena politik kekeluargaan, termasuk dalam penentuan caleg, juga terjadi di daerah. Kondisi itu terlihat dalam pencalonan anggota DPRD, baik di tingkat kabupaten/ kota atau provinsi.

Hal menarik lainnya issu "ABS" yang membuat SBY gerah dan gelisah karena menurutnya ada indikasi gerakan terorganisir oleh petinggi militer aktif dalam kancah politik praktis sebagai team sukses calon presiden tertentu. Alasan itu lalu kemudian mendorong Presiden SBY memanggil para petinggi TNI dan Polri ke Istana, untuk mengantisipasi isu tersebut. Sekaligus menegaskan netralitas TNI dan Polri.

Kemudian isu perdebatan terkait iklan maupun pernyataan politik juga mewarnai isu menjelang Pemilu 2009 beberapa waktu lalu. Sebut saja iklan partai demokrat yang mencoba menonjolkan keberhasilan SBY dalam menurunkan harga BBM. Begitu juga PDI Perjuangan mencoba menawarkan program sembako murah. Demikian juga partai Golkar. Jusuf Kalla seakan mendeklarasikan partainya sebagai ikon perdamaian konflik di wilayah Nusantara. Memang demikianlah kondisi bangsa ini ketika menjelang Pemilu. Perang iklan dan pernyataan politik selalu dipertontonkan kepada rakyat.

Di samping perdebatan seputar iklan, saling tuding antara elite politik juga turut meramaikan suasana. Misalnya pernyataan Megawati saat Rakernas PDIP di Solo bahwa Pemerintahan SBY, seperti permainan anak-anak "yoyo" naik turun, atas bawah.

Sebelumnya juga, Megawati pernah membuat pernyataan bahwa pemerintahan SBY seperti goyang "poco-poco" goyang sana goyang sini, kemudian dibalas SBY bahwa Megawati "menebar pesona". Perdebatan-perdebatan seperti ini adalah hal biasa, dan dimaknai sebagai politik pencitraan selain sebagai strategi mencari popularitas, juga untuk menjatuhkan rival politik. Namun, kesannya karakteristik moral politik para elite belum dewasa. Etika kesantunan kurang dijaga, materi tontonan masih diluar substansi politik.

Dalam dinamika politik kebangsaan harusnya pertarungan politik dilakukan dalam konteks yang lebih fair. Tidak harus dengan hujatan, kecaman, atau nada-nada sinisme untuk menjatuhkan. Mungkin lebih baik jika perdebatan dilakukan dalam konteks menguji program masing-masing partai, sehingga lebih matang ketika berkuasa nanti. Seputar rekruitmen calon anggota legislatif juga menjadi masalah serius dalam pemilu 2009.

Entah isu apalagi yang akan muncul mendekati hari "H" Pemilu 2009 nanti. Berharap isu-isu yang muncul dapat mengobati kekecewaan rakyat terhadap keberadaan partai politik atau pun pemimpin yang selama ini bisanya hanya mengumbar janji-janji kosong tanpa ada bukti yang jelas dan tentunya berpihak kepada rakyat.

Berbekal pengalaman-pengalaman yang ada selama ini, mestinya menjadikan masyarakat kita lebih cerdas dalam menentukan pilihannya, tidak mesti karena selembar rupiah lalu hak kenegaraan kita menjadi tergadaikan dan nasib bangsa ini menjadi kelam.

Bambang Dirgantoro
Media Inside
Jakarta
politiksehat@yahoo.com
081380047657

(msh/msh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads