Banyaknya partai politik yang lolos verfikasi faktual Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggambarkan semakin progresnya kehidupan demokrasi di negara ini. Serta menggambarkan ekspresi ketidakpuasan masyarakat terhadap keberadaan partai politik yang bisanya hanya mengobral janji saat kampanye. Namun, tidak mampu merealisasikan ketika berkuasa. Orientasi partai politik masih seputar upaya pelanggengan kekuasaan sehingga kepentingan rakyat menjadi termarginalisasi.
Banyak hal menarik yang patut dicermati menjelang Pemilu 2009 seperti munculnya wacana pelanggengan kekuasaan atau dikenal dengan istilah "Dinasti Politik" dengan hadirnya generasi baru di lingkungan politik. Hal ini lebih mengkhawatirkan dibandingkan Pemilu 2004. Saat ini praktik itu lebih masif. Baik di pusat maupun daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena politik kekeluargaan, termasuk dalam penentuan caleg, juga terjadi di daerah. Kondisi itu terlihat dalam pencalonan anggota DPRD, baik di tingkat kabupaten/ kota atau provinsi.
Hal menarik lainnya issu "ABS" yang membuat SBY gerah dan gelisah karena menurutnya ada indikasi gerakan terorganisir oleh petinggi militer aktif dalam kancah politik praktis sebagai team sukses calon presiden tertentu. Alasan itu lalu kemudian mendorong Presiden SBY memanggil para petinggi TNI dan Polri ke Istana, untuk mengantisipasi isu tersebut. Sekaligus menegaskan netralitas TNI dan Polri.
Kemudian isu perdebatan terkait iklan maupun pernyataan politik juga mewarnai isu menjelang Pemilu 2009 beberapa waktu lalu. Sebut saja iklan partai demokrat yang mencoba menonjolkan keberhasilan SBY dalam menurunkan harga BBM. Begitu juga PDI Perjuangan mencoba menawarkan program sembako murah. Demikian juga partai Golkar. Jusuf Kalla seakan mendeklarasikan partainya sebagai ikon perdamaian konflik di wilayah Nusantara. Memang demikianlah kondisi bangsa ini ketika menjelang Pemilu. Perang iklan dan pernyataan politik selalu dipertontonkan kepada rakyat.
Di samping perdebatan seputar iklan, saling tuding antara elite politik juga turut meramaikan suasana. Misalnya pernyataan Megawati saat Rakernas PDIP di Solo bahwa Pemerintahan SBY, seperti permainan anak-anak "yoyo" naik turun, atas bawah.
Sebelumnya juga, Megawati pernah membuat pernyataan bahwa pemerintahan SBY seperti goyang "poco-poco" goyang sana goyang sini, kemudian dibalas SBY bahwa Megawati "menebar pesona". Perdebatan-perdebatan seperti ini adalah hal biasa, dan dimaknai sebagai politik pencitraan selain sebagai strategi mencari popularitas, juga untuk menjatuhkan rival politik. Namun, kesannya karakteristik moral politik para elite belum dewasa. Etika kesantunan kurang dijaga, materi tontonan masih diluar substansi politik.
Dalam dinamika politik kebangsaan harusnya pertarungan politik dilakukan dalam konteks yang lebih fair. Tidak harus dengan hujatan, kecaman, atau nada-nada sinisme untuk menjatuhkan. Mungkin lebih baik jika perdebatan dilakukan dalam konteks menguji program masing-masing partai, sehingga lebih matang ketika berkuasa nanti. Seputar rekruitmen calon anggota legislatif juga menjadi masalah serius dalam pemilu 2009.
Entah isu apalagi yang akan muncul mendekati hari "H" Pemilu 2009 nanti. Berharap isu-isu yang muncul dapat mengobati kekecewaan rakyat terhadap keberadaan partai politik atau pun pemimpin yang selama ini bisanya hanya mengumbar janji-janji kosong tanpa ada bukti yang jelas dan tentunya berpihak kepada rakyat.
Berbekal pengalaman-pengalaman yang ada selama ini, mestinya menjadikan masyarakat kita lebih cerdas dalam menentukan pilihannya, tidak mesti karena selembar rupiah lalu hak kenegaraan kita menjadi tergadaikan dan nasib bangsa ini menjadi kelam.
Bambang Dirgantoro
Media Inside
Jakarta
politiksehat@yahoo.com
081380047657
(msh/msh)