Adalah hasil survei terbaru (16/11/2008) Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyatakan bahwa saat ini jumlah pemilih jenis ini hampir mencapai 34%. Angka ini muncul sebagai akibat lemahnya hubungan psikologis antara pemilih dengan partai politik yang akhirnya membuat jumlah pemilih yang bersikap tidak terikat dengan suatu partai politik (swing voter) cenderung tinggi setiap pemilu berlangsung.
Meningkatnya swing voter ini juga dipicu oleh fragmentasi partai politik yang saat ini cukup signifikan dibandingkan dengan pemilu 2004. Konflik dan perpecahan di tubuh mayoritas partai politik peserta pemilu 2009 ini akan menyebabkan masing-masing partai mengalami masalah terhadap basis pemilih tradisional mereka yang kemungkinan bisa beralih ke partai lain. Atau lebih parah lagi bisa mengambil sikap golput di mana prediksinya bisa mencapai sekitar 40-50% persen dari jumlah pemilih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka hanya peduli rakyat di kala masa-masa menjelang pemilihan presiden. Namun, paska pilpres, suara dan jeritan rakyat bagai dendangan lagu musik rusak yang tak layak dan perlu di dengar. Ini benar-benar mereduksi visi dan misi kepartaian sedari awal ingin berjuang membela kepentingan rakyat.
Kegagalan partai politik di atas diyakini akan memberikan implikasi determinan terhadap konstelasi partisipasi masyarakat (golput) dalam pilpres nanti. Begitu pula dengan meningkatnya potensi massa mengambang (swing voter) yang akan mempersulit partai dalam memprediksi kemenangan partainya.
Pertanyaanya sekarang adalah bagaimana usaha partai menjaga pemilih loyalnya agar tidak bergeser menjadi massa mengambang atau bahkan menjadi golput? Selanjutnya bagaimana mencuri perhatian massa mengambang agar menjadi pemilih partai? Jika permasalahan di atas dapat dicarikan solusi tepatnya, maka diyakini partai "cerdas" tersebut akan menjadi pemenang pemilu 2009.
Perihal menjaga massa loyal, menarik swing voter, dan meminimalisir potensi golput, setidaknya terdapat 5 langkah strategis yang harus dilakukan sebuah partai.
Pertama, upaya revitalisasi orientasi politik dan program partai. Selama ini partai hanya sebagai entitas politik yang lebih mencitrakan sebagai satuan politik dalam mencapai kekuasaan atau bentuk-bentuk keuntungan materi lainnya daripada sebagai saluran kehendak umum.
Akibatnya, para pemilih loyal ini merasa tak terwakili aspirasinya dan cenderung akan beralih ke partai yang secara tegas memiliki program-program yang menyahuti kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Kedua, membumikan partai. Saat ini partai hanya berada di menara gading dengan program mercusuarnya yang terus mengambang karena tidak berkaki di tengah kepentingan konstituen dan masyarakat. Partai harus senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat dengan memaksimalkan kinerja roda partai di setiap daerah. Bahkan, ke tingkat masyarakat paling bawah sekali pun.
Jika hal ini tidak dilakukan maka jangan harap partai bisa dikenal luas oleh masyarakat. Harus diingat bahwa 60% pemilih masih tinggal di daerah pedesaan yang jauh dari publikasi partai.
Ketiga, Menjauhkan partai dari oligarki. Sejauh ini, partai hanya dikuasai oleh segelintir elite yang berada di pucuk pimpinan organisasi. Coba lihat, daftar calon legislatif yang dipenuhi oleh kroni keluarga-keluarga elite partai yang menduduki posisi nomor jadi. Hal ini menunjukkan "kue" partai tak terdistribusikan dengan baik ke lingkaran luar elit partai yang justru akan mengecilkan pamor partai.
Keempat, Meningkatkan kualitas Sumber daya manusia (SDM) partai. Hal ini sering kali luput dari perhatian pimpinan partai. Rekruitmen anggota partai kadang kala menegasikan unsur kualitas dam komitmennya.
Mereka akhirnya bukan membesarkan partai tapi justru mengecilkan partai karena mereka tidak memiliki kapasitas untuk senantiasa berusaha mencari terobosan-terobosan baru meningkatkan citra partai. Jika ini terjadi dipastikan masyarakat akan melirik partai yang memiliki SDM yang bagus.
Itu artinya kepercayaan (trust) publik sangat tergantug kepada kader-kader partai yang berkualitas.
Kelima, Menentukan figur calon presiden yang tepat. Calon presiden yang diusung haruslah yang benar-benar bersih dari cap "KKN" (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme), berkualitas, memiliki integritas, amanah, dan senantiasa memperjuangkan kepentingan rakyat. Jika hal ini dilakukan dengan baik maka diyakini betul para pemilih akan memilih partai ini.
Jika keseluruhan langkah strategis ini dijalankan maka diyakini citra positif partai akan kembali bersinar. Dan sebagai konsekuensinya, potensi swing voter dan golput akan beralih menjadi pemilih loyal yang utama bagi partai politik sebagai penentu kemenangan pilpres 2009 nanti.
Semoga partai-partai politik dapat belajar dari pengalaman terbaik ini.
Sholehudin A Aziz MA
Jl Talas 3 No 50
Pondok Cabe Pamulang Tangerang
bkumbara@yahoo.com
081310758534
(msh/msh)