Keperluan Bukan Kerakusan

Keperluan Bukan Kerakusan

- detikNews
Sabtu, 29 Nov 2008 11:20 WIB
Jakarta - Seorang Mahatma Gandhi pernah mengungkapkan hasil refleksinya tentang relitas kehidupan manusia di dunia ini. Hasil refleksinya adalah " ... Dunia cukup untuk melayani keperluan manusia tetapi tidak cukup untuk melayani kerakusan manusia ... "

Kiranya jelas bahwa refleksi itu sangatlah relevan dengan kehidupan real. Manusia yang sebagai aktor penting dalam pengolahan bumi justru menyimpang dari apa yang ditugasi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Segala potensi yang ada dikeruk untuk kepentingan segelintir orang.

Sikap yang hanya mementingkan diri sendiri atau sekelompok inilah yang menjadi dasar dari timbulnya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi pada saat ini. Sebagai contoh pergeseran nilai sosialitas dengan altruistis menjadi egoistis, individualistis, primordialistis, dan epikurianistis (paham mencari kesenangan ala Epikurus). Segalanya hanya mau dilakukan jika menguntungkan diri sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jelas bahwa jika orang memandang itu benar maka dia juga akan memandang hidup itu adalah petualangan bagi dirinya sendiri. Segalanya haruslah mendatangkan kenikmatan, kegembiraan, dan kebebasan bagi diri sendiri. Padahal jika ditinjau bahwa dalam kehidupan ini haruslah mencakup unsur sosial.

Realita dunia sekarang menunjukkan bagaimana manusia tidak lagi mementingkan kepentingan bersama. Adanya ketidakmampuan dalam menyeimbangkan antara kepentingan bersama dan kepentingna pribadi. Bahkan, dengan jelas kita dapat melihat bahwa demi kepentingan pribadi manusia yang satu dapat memangsa manusia yang lain. Ironis memang tapi itu nyata terjadi.

Sebagai akibatnya adalah bahwa berbagai ketimpangan muncul. Dalam hal kemanusiaan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) tidak menjadi sesuatu hal yang harus dihormati. Hak asas manusia mudah diinjak oleh manusia yang lain. Nyawa manusia tidaklah berharga jika dibandingkan dengan uang dan kehormatan. Berita pemerkosaan, praktik prostitusi, pengeboman, dan ancaman pengeboman menghiasi media massa setiap hari.

Selain itu ketimpangan yang tidak kala menarik dan tidak pernah berhenti adalah kasus korupsi. Sebagai contoh yang masih hangat adalah kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Kasus-kasus ini juga melibatkan kaum elit politik yang masih aktif. Di sinilah muncul ketimpangan.

Esensi politik sebagai strategi untuk meyakinkan orang akan kebenaran dan keadilan telah salah diaplikasikan. Politik selalu dikaitkan dengan kekuasaaan dan uang.

Penyakit ini merupakan penyakit turun-temurun. Sejak bangsa ini merdeka sampai pada saat sekarang. Ketimpangan itu terjadi pada saat orang-orang memperebutkan kekuasaan, dengan menghalalkan segala cara, sedangkan konsep kekuasaan itu tidak salah karena memang kekuasaan itu harus diperebutkan.

Kaum elite politik serasa menjadi kaum yang sudah melupakan daratan. Seakan mereka berlayar tanpa mementingkan masyarakat yang ada di daratan. Mereka lupa akan janji-janji yang dikumandangkan pada saat kampanye. Bahwa mereka adalah tumpuan dan harapan bagi masyarakat sudah dilupakan.        
        
Louis Fernandez
Jln Krodan No 19 Yogyakarta
fernandez_1586@yahool.com
085228823349

(msh/msh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads