Kearifan Lokal (Local Wisdom)

Kearifan Lokal (Local Wisdom)

- detikNews
Sabtu, 15 Nov 2008 12:05 WIB
Jakarta - Daya tahan suatu ujaran, pemikiran, atau pun nilai-nilai/ kearifan lokal (local
wisdom) yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat tergantung sejauh mana warganya merasakan manfaat dari nilai tersebut pada praktek kenyataannya sehari-hari.

Artinya, bila suatu local wisdom sudah tak memberi manfaat apa-apa terhadap lingkungannya niscaya ia bakal ditinggal oleh masyarakat. Kemudian digantikan nilai-nilai lain yang dianggap lebih baik. Dan tidak mustahil bahwa nilai yang dipilih sebagai pengganti justru berasal dari luar (asing). Β 

Persoalan menjadi lain ketika suatu local wisdom yang telah ada (being) dan nyata
(reality) di masyarakat justru tak dikenal oleh suatu generasi. Inilah titik awal. Entah tak ada lembaga yang menangani atau kurang sosialisasi atau begitu banyaknya penetrasi nilai-nilai luar yang masuk serta dianggap lebih unggul daripada nilai-nilai (bangsa) sendiri, atau faktor lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak sedikit ujaran kuno milik bangsa ini. Secara hakiki mampu menembus ruang dan waktu. Tetapi, justru terpinggirkan dalam dinamika bangsanya sendiri. Betapa ironis ketika nilai-nilai tercampak tadi "dipungut" orang (bangsa) lain tanpa disadari warga pemiliknya. Sungguh riskan jika nilai yang "tercampak" tadi tiba-tiba menjadi suatu ajaran global dianut oleh banyak komunitas mengatasnamakan prinsip atau doktrin manajemen, knowledge, filosofi, dan sebagainya.

Sebagai contoh ujaran nglurug tanpa bala (menyerang tanpa pasukan); menang tanpa ngasorake (menang tanpa membuat malu); digdaya tanpa aji (sakti tanpa senjata); ajining nalar ngluwihi dinar sak latar (kemampuan olah pikir/ logika lebih berharga dibandingkan dengan uang banyak); alam takambang jadi guru (alam tergelar menjadi guru kita atau hikmah pengalaman); dan banyak lagi lainnya.

Tidak bisa dipungkiri win-win solution adalah nilai kearifan global atas nama manajemen yang sering digunakan berbagai kalangan guna mengurai persoalan yang terjadi di banyak bidang garapan. Atau occupation without troops, experience is the best teacher, learning by doing, dan sebagainya. Yang paling aktual adalah statement Alvin Toffler (1993) bahwa masyarakat kini tengah memasuki fase (gelombang) ketiga.

Fase ini menyuratkan bahwa sistem peradaban kini bertumpu pada kekuatan olah pikir dan logika. Sebab, ia mampu mengalahkan kekuatan otot dan uang. Kendati ketiga kekuatan (otot, uang, dan otak) tersebut sering kali berjalan simultan dengan intensitas berbeda.
Β 
Beberapa retorika menggelitik muncul, (1) bukankah win-win solutions bermula dari ajaran Jawa kuno menang tanpa ngasorake, (2) bukankah exprerience is the best teacher atau learning by doing berasal dari pepatah tua Minangkabau: alam takambang menjadi guru, (3) atau occupation without troops diilhami ujaran tua nglurug tanpa bala, (4) adakah disadari bahwa hakiki "gelombang ketiga"-nya Alvin Toffler, bertolak dari ajaran tua bangsa ajining nalar ngluwihi dinar sak latar?

Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa kearifan global yang kini banyak dianut masyarakat dunia sesungguhnya berasal dari local wisdom yang justru tercampak dalam dinamika masyarakatnya (baca: Indonesia). Ini wajib disadari bersama bagi segenap bangsa dan toempah darah Indonesia.

Bahwa globalisasi yang kini dianggap trend dengan berbagai dalih hakikinya adalah bercampurnya nilai-nilai barat dan timur. Ketika suatu generasi bangsa sudah tidak mengenal lagi local wisdom yang doeloe membawa kejayaan bangsanya maka tinggal menunggu waktu saja. Ia bakal menjadi "bangsa pecundang" di muka bumi.

Dengan demikian yang terjadi sekarang dalam operasional nilai-nilai bangsa ini bila diibaratkan kuman di seberang lautan kelihatan namun gajah di pelupuk mata
justru tak nampak. Itulah yang terjadi. Lalu, kapan bangsa ini mengukir kembali ke masa keemasan doeloe seperti era Nusantara I dan Nusantara II?

Wahai, bangsaku! Mari kita gali dan berdayakan local wisdom milik bangsa sendiri.

Hamid Ghozali
Warung Contong Timur 1 Cimahi
hamidghozali@hotmail.com
0817437171

(msh/msh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads