Setidak-tidaknya ada empat alasan yang mengemuka mengenai alasan terjadinya politik keluarga ini, yaitu:
Pertama, proses rekrutmen dan kaderisasi partai politik yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Kedua, sikap sebagian besar masyarakat yang apatis terhadap partai politik sehingga partai politik hanya bisa merekrut orang-orang di "lingkaran dalam" partai politik untuk menjadi calon anggota legislatif.
Ketiga, partai politik lebih percaya pada anggota keluarga dari "lingkaran dalam" dibandingkan orang lain yang belum dikenal.
Keempat, sebagai upaya mengamankan posisi petinggi partai politik atau pejabat yang bersangkutan di segala lini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Reaksi berbeda datang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau memerintahkan pengurus Partai Demokrat untuk mencoret nama anaknya, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, dari nomor urut satu pada daftar calon anggota DPR di daerah pemilihan Jawa Timur VII (Jatim VII). Akhirnya, Ibas ditempatkan pada nomor urut tiga di daerah pemilihan Jatim VII.
Lihat Track Record-nya!
Terus terang, saya tidak tertarik untuk ikut-ikutan menjadi "hakim" dalam masalah politik keluarga ini. Prinsip saya, siapa pun memiliki kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Tidak boleh ada halangan bagi keluarga presiden, keluarga gubernur, keluarga tukang sayur, atau keluarga tukang becak untuk maju memperebutkan jabatan publik seperti kepala negara, kepala daerah, atau anggota legislatif.
Namun, masyarakat juga punya hak untuk memilih seseorang yang benar-benar berkualitas untuk memegang jabatan publik. Selain tidak pernah tersangkut dalam perkara tindak kejahatan orang itu juga harus memiliki rekam jejak (track record)
yang jelas. Orang itu harus memiliki pengalaman organisasi yang memadai serta aktivitas sosial yang relevan dengan jabatan publik yang diincarnya.
Merupakan nilai tambah apabila orang itu aktif menyampaikan pendapatnya dalam bentuk lisan atau tulisan terhadap masalah-masalah sosial yang sedang berkembang. Dengan begitu, masyarakat bisa mengetahui dan menilai "isi otak" dari orang tersebut.
Masalahnya, saat ini partai politik tidak punya itikad baik untuk mengumumkan secara terbuka informasi lengkap mengenai calon anggota legislatif yang diusungnya. Jangan salahkan masyarakat apabila timbul kecurigaan terhadap calon anggota legislatif dari anggota keluarga petinggi partai atau pejabat tersebut. Masyarakat tidak pernah diberikan informasi yang memadai tentang track record dari calon anggota legislatif tersebut.
Apabila partai politik memang benar-benar mengajukan calon anggota legislatif yang berkualitas dan tidak mau terus menerus dicurigai masyarakat maka segera umumkan secara terbuka informasi lengkap mengenai calon anggota legislatif yang diusungnya tersebut.
Informasi tersebut minimal harus memuat nama, foto terbaru, latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan, dan pengalaman organisasi serta aktivitas sosial yang relevan lainnya. Dengan informasi yang memadai masyarakat dapat memberikan penilaian yang lebih fair terhadap para calon anggota legislatif yang diusung partai politik tersebut.
Ari Juliano Gema
Perum Pondok Hijau Blok D7 No 4
Ciputat Tangerang
ari.juliano@iscel.org
0818856859
Penulis adalah Ketua Indonesian Society for Civilized Election (ISCEL).
(msh/msh)