Iklan yang Berbohong

Iklan yang Berbohong

- detikNews
Sabtu, 01 Nov 2008 12:01 WIB
Jakarta - Sudah bukan rahasia lagi bahwa masyarakat bangsa kita adalah bangsa yang konsumtif. Fakta ini menunjukan semakin banyaknya pembangunan pusat perbelanjaan. Ada sebutan Mall, Square, ITC, WTC, dan lain-lain.

Bukan hanya dominasi wilayah Jakarta dan Jabotabek (bahkan kini merambah di setiap wilayah propinsi hingga kabupaten) kita akan melihat toko serba ada. Dari kelas hypermarket hingga mini market. Tentu dengan berbagai nama-nama waralaba yang berbeda.

Belanja dengan cara praktis dan modern memang sudah menjadi budaya baru masyarakat kita yang semakin dinamis. Hal ini menjadi sebuah kondisi yang menguntungkan pengelola supermarket karenanya mereka tidak perlu bersaing ketat. Sebab, mereka telah memiliki konsumen tersendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Budaya belanja memang telah menjadi buah bibir masyarakat dunia internasional. Bahwa bangsa Indonesia hobi berbelanja. Jika kita pergi ke sebuah plaza di luar negeri misalnya saja di Singapura kita akan jumpai orang-orang Indonesia --terutama kaum wanita, mereka pengunjung setia counter kosmetik, pakaian, tas, sepatu. Dengan rakusnya mereka memborong produk-produk terkenal.

Kaitan budaya belanja tentu saja sebagai peluang para produsen memperbanyak produksi. Dari retail makanan, alat rumah tangga manual maupun elektrik dibuatnya. Apa pun kebutuhan hajat hidup manusia kini mudah didapatkan. Tentu saja dengan syarat uang sebagai alat beli.

Walaupun anda tergolong orang yang banyak uang janganlah menjadi orang yang boros. Ingatlah peringatan Allah dalam surat Al-Israa ayat: 27: "Sesungguhnya orang orang yang boros adalah saudara-saudara setan dan adalah setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."

Dalam hukum ekonomi berkembangnya masyarakat akan diikuti berbagai kebutuhan. Maka permintaan pasar akan memunculkan produksi dan menumbuhkan para produsen. Korelasi munculnya berbagai produk kebutuhan akan diikuti oleh sebuah promosi. Tentu saja managemen pemasaran perusahaan akan mengemasnya dengan berbagai iklan promosi.

Tidak semua iklan produk cerdas. Bahkan kebanyakan dari icon-icon iklan terasa seronok dan jorok. Bukan itu saja. Iklan-iklan yang jor-joran menebar pesona hadiah banyak mengandung kebohongan dan penipuan.

Kebohongan mereka tidak tanggung tanggung. Misalnya saja produk makanan berlabel halal namun banyak yang terbongkar (setelah dicek kehalalan-nya) mengandung zat yang dapat dikategorikan haram. Begitu pula iklan produk yang menjanjikan hadiah miliaran rupiah dalam kemasan makanan sangat tidak masuk akal. Dan banyak masyarakat tergiur oleh promosi iklan tersebut lantas memborongnya. Berharap dan berkhayal dapat undian.

Diakui atau tidak propaganda dan slogan berbagai iklan telah merasuk sanubari sebagian besar masyarakat. Anak-anak, remaja, orang tua, dari level tukang sapu hingga level karyawan bank dan para eksekutif terjangkit khayalan memenangkan undian.

Dengan berlomba menyimpan uang tabungan yang dihitung kelipatan terkecil, deposito dolar, dan lain-lain mereka berharap mendapatkan salah satu hadiah yang ditawarkan. Masya Allah. Belum lagi dengan maraknya hadiah tanpa diundi dari para produk makanan menambah ramai panggung sandiwara iklan.

Maraknya iklan-iklan yang menawarkan sejumlah hadiah barang maupun uang hingga bermiliar-miliar tidak mustahil memunculkan iklan-iklan 'nakal'. Pakem para pembuat iklan dan advertising bahkan sudah kebablasan.

Misalnya ada 1 produk makanan ringan yang hanya diproduksi oleh sebuah rumah industri berani mengiklankan dengan hadiah bermiliar. Padahal nilai aset dari rumah industri tersebut boleh dibilang 20:80. Modal 20% dan sisa nya 80 % hutang.

Sebagai bangsa yang mayoritasnya adalah masyarakat Islam selayaknya kita menyikapi diri dengan tidak tergiur iming-iming iklan. Sikapilah iklan dan layanan-layanan promosi sebuah produksi secara cerdas. Jika anda ingin menyikapi iklan yang berbohong mari kita belajar mengkalkulasi.

Kita mulai saja dengan hitungan matematika awam. Ambil contoh 1 merk kopi misalnya. Dapat menyediakan hadiah total 15 miliar. Anda bayangkan berapa aset atau harta dari sebuah divisi kopi dari sebuah produsen?

Jika anda jeli lihatlah dalam kemasan-kemasan beberapa produk dan jenis kopi (kopi susu, kopi moca, permen, makanan ringan anak-anak, dan lain-lain) mereka berasal dari 1 produsen. Lalu, setiap jenis produk masing-masing beriklan mengeluarkan jumlah hadiah berpuluh miliad lalu berapa banyak aset atau harta perusahaan itu?

Layakkah sebuah perusahaan yang dalam kategori perusahan kecil mengeluarkan dana hadiah melebihi harta dan pendapatan perusahaan? Sebaiknya para produsen mengingat diri agar mengubah bentuk promosi usahanya dengan cara arif, jujur, dan bertanggung jawab.

Ingatlah seruan Allah dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 185: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". Dalam surat lain, surat Annisa ayat 77: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar".

Jika kita mau mencermati fenomena undian dan hadiah dari slogan iklan kita akan menyadari bahwa hal ini akan menjadi sebuah gejala kejiwaan yang tidak sehat yaitu khayal. Berhayal dan berangan-angan mendapatkan uang banyak atau benda yang didapatnya secara mendadak tanpa bekerja akan mengakibatkan jiwa kita menjadi jiwa yang malas, dan menguras energi secara sia-sia.

Tentunya fenomena ini harus disikapi dengan kewaspadaan. Mengutip pendapat dan kajian dari Imam Al Ghazali dalam kitabnya yang mahsyur "Ihyaa Ulumudin" mengatakan: " ... ketahuilah, bahwa angan-angan panjangmu dapat membangkitkan empat macam (sikap buruk); pertama: meninggalkan ketaatan dan bermalas-malasan, kedua: tidak sempat bertaubat dan selalu menunda-nunda, ketiga: rakus di segala bidang kehidupan dan selalu mengejar kehidupan dunia, lalu melalaikan kehidupan akhirat dan yang keempat: keras hati dan selalu melupakan akhirat."

Di negeri ini konsumen selalu menjadi obyek bulan-bulanan dan tak jarang menjadi obyek penderita dari kesalahan produsen. Barang tak berlabel halal, masa kadalursa, hadiah yang bohong, dan lain-lain kesemuanya itu terjadi karena kita selau membiasakan diri menjadi orang yang rakus, khayal; berharap dapat uang tanpa berusaha.

Karena itu kita umat Islam harus mau mengubah cara pandang terhadap hidup ini. Bersikap cerdas dan mawas diri terhadap dekadensi dunia, bersikap kritis terhadap kebohongan iklan dengan tidak tergiur dan jauhi berharap. Jangan mudah tergiur propaganda hadiah.

Widya Mukti
Bintaro Jakarta Selatan
widya_mukti@yahoo.co.id


(msh/msh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads