Berbagai patung yang menghuni museum itu pada kabur. Patung asli bertebaran di rumah para kolektor benda kuno. Sedang yang tinggal di museum itu tinggal tiruannya, yang dibuat oleh para pematung hebat, serta pemahat profesional.
Kriminalitas. Begitu komentar berbagai pihak. Dan itu benar. Sebab, patung-patung yang ngacir pindah tempat itu bukan atas kemauannya sendiri. Arca-arca ituย 'dipindahkan' para perawatnya, untuk ditukar dengan duit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabar benda bersejarah raib dari tempatnya memang bukan berita baru. Kalau kita mau menengok berbagai situs yang ada di negeri ini, soal itu sudah jadi peristiwa lumrah. Di candi Borobudur saja, banyak kepala arca yang terpenggal. Kepala patung itu melakukan eksodus di banyak negara, dan menelantarkan tubuhnya tergolek lemah di arupadatu.
Malah kalau mau ke Candi Ceto, ada cerita panjang dikisahkan patung Brawijaya V. Raja Majapahit terakhir itu, yang diindikasikan sebagai sosok Kertabumi, sebelas tahun bertualang di negeri rantau. Sempat mukim di Belanda dan Inggris, kemudian ke Singapura sebelum menempati undak kelima di candi yang terletak di lereng Gunung Lawu itu.
Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa hanya di museum Radya Pustaka kasus kriminal ini terkuak. Padahal berdasar fakta-fakta yang ada, pencurian benda purbakala juga terjadi di berbagai tempat di negeri ini. Adakah benar karena saat penjualan patung tertangkap tangan? Atau justru ada 'politisasi' dalam pengungkapan kasus ini?
Pertanyaan itu disorongkan, karena di museum ini, khususnya Kepala Museumnya, KRH Darmodipuro masuk kategori spiritualis yang vokal. Saban tahun dia mengeluarkan prediksi yang menyengat hati. Dan tiap pertemuan tidak henti-henti 'mengkritisi' para petinggi negeri ini.
Ambil contoh komentarnya soal SBY dan pemerintahannya yang menurutnya harus diruwat.ย juga tanggapannya yang kritis ketika SBY menyebut pawukon serta musibah yang terjadi di negeri ini hanyalah gugon tuhon, kepercayaan yang tidak berdasar.
Selain SBY, Mbah Darmo, begitu panggilan akrabnya, juga amat keras memberi tafsir nama dan prediksi tokoh lain jika kelak mengendalikan negeri ini. Soal itu menimpa Wiranto. Ketua Umum Partai Hanura itu disebutnya akan memalukan negara kalau sampai jadi presiden. "Kalau Wiranto, ya wirang to? (memalukan kan)?"
Namun lepas ada atau tidak politisasi dalam kasus pengungkapan pencurian benda bersejarah di museum Radya Pustaka ini, kita patut memberi dukungan aparat hukum yang menjalankan tugas. Dalam perkara ini para petugas itu bukan sedang 'mengadili spiritualis yang kritis', tapi membekuk pencuri yang menjual kekayaan negara.
Adakah ini ngunduh wohing pakarti? Terkena bala karena menuding orang lain salah, tapi tidak introspeksi atas kesalahan sendiri. Menuding orang lain tapi tidak meraba tengkuk sendiri?
(Djoko Suud Sukahar/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini