Tepat 25 Desember 4 tahun sebelum Masehi, atau 4 Dzulhijjah 645 Hijriyah dalam kalender Islam, bayi Isa, atau Yesus, anak Allah dalam kepercayaan nasrani dilahirkan oleh Siti Maryam, atau Bunda Maria. Isa yang kelak menjadi nabi dilahirkan oleh Siti Maryam di sebuah kandang domba, di Kota Bethlehem.
Sebagai seorang pencerah, dan messiah, Nabi Isa tidak mendapatkan keistimewaan (privileges). Ia tidak dilahirkan dari seorang bangsawan yang bertahta di istana. Namun Allah SWT memilih Siti Maryam, seorang perawan suci, yang sederhana sebagai ibu kandungnya.
Derita Siti Maryam tidak berhenti dikandang domba, Bani Israil menuduh bayi Isa dilahirkan dari perzinaan. Kita bisa membayangkan jika berada di posisi Siti Maryam. Dituduh berzina, dan Isa anak haram. Namun Allah SWT memberikan mukjizat kepada bayi Isa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh Allah SWT, bayi kecil nan mungil yang masih orok itu bisa berbicara, "inni abdullah", sesungguhnya aku adalah hamba Allah. Ucapan ini laksana petir yang membangunkan kesadaran manusia, bahwa mukzizat yang diberikan Allah SWT kepada Isa saat itu adalah wujud kebesaran Tuhan. Ucapan Isa itu sekaligus manifestasi proklamasi teologis, tentang tanda tanda kenabiannya yang diberikan Allah SWT.
Perjalanan Nabi Isa menyampaikan qalam Ilahiah penuh dengan derita. Nabi Isa mendapatkan tentangan dari kaumnya sendiri, Bani Israil. Namun tentangan itu dibalas dengan kasih sayang, seraya Allah SWT menunjukkan tanda tanda kebesaranNya, melalui mukzizat yang diberikan kepada Nabi Isa.
Doa Nabi Isa yang memohon kepada Allah SWT agar orang yang buta ditemuinya bisa melihat kembali, bahkan orang yang telah meninggal hidup kembali, yang semua atas izin Allat SWT, wujud betapa belas kasihnya Nabi Isa. Mukzizat yang diberikan Allah SWT, dan yang dimohonkan oleh Nabi Isa bermakna transendensi, sekaligus antroposentri.
Bermakna transendensi, karena mukzizat yang diberikan Allah SWT menunjukkan atas kebesaran Allah SWT yang nyata, sebaliknya Nabi Isa mengabdikan mukzizat untuk menolong sesama manusia, terhadap mereka yang mengalami musibah, atau kesusahan.
Kepedulian Sosial
Energi spiritual yang dimiliki oleh Nabi Isa sepenuhnya didedikasikan untuk membantu sesama. Mereka yang menderita, dan senantiasa menumbuhkan sikap welas asih. Sikap peduli, welas asih atau saling menyayangi inilah yang perlu terus kita rawat.
Dunia akan lebih damai, bila kita semua, antar umat beragama saling menyayangi. Para pemimpin negara bisa bekerja sama, mengendurkan persaingan kuasa. Perbedaan keyakinan tidak menjadi dinding pemisah, sebaliknya, dimaknai sebagai keragaman keyakinan dan kebudayaan, dan agar kita bisa mengambil hikmah satu sama lain.
Sikap seperti ini penting untuk kita tumbuhkan, sebab menghadapi ruang hidup ekologis yang makin merosot, persaingan persenjataan, perdagangan, dan blok militer yang malah mengancam eksistensi umat manusia, kita semua, umat manusia justru membutuhkan kerjasama, dan terus mengedepankan teladan sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Isa.
Kita, antar umat beragama harus semakin kosmopolit, bisa berfikir luas, keyakinan personal tidak menghalangi hubungan sosial. Saya pribadi yang muslim, mengajak menumbuhkan Islam Kosmopolitan, sebagaimana yang diteladankan oleh almarhum Gus Dur. Beliau bisa bergaul dan bekerjasama dengan asik, tidak hanya sesama muslim, malah menerobos dinding rumah ibadah, beliau bisa "berteman mesra" dan bekerja sama dengan para romo, pastur, bante, dan bedande, bahkan tokoh tokoh keyakinan lokal.
Kita perlukan semangat Natal sebagai tanda untuk mengingat kebesaran Allah SWT. Pada saat yang sama kita perlu merawat kisah natal, tentang kelahiran Isa, dimensi untuk menerobos ruang dan waktu, menjahit kita semua lebih utuh sebagai sesama manusia yang perlu terus bisa menjadi rahmah bagi sekalian alam.
Said Abdullah, Ketua DPP PDI Perjuangan
Simak juga Video: Melihat Sejarah dan Keunikan Gereja Merah di Probolinggo











































