Prof Nuh: Kiai Teknokrat, Intelektual & Negarawan di Pucuk Syuriah PBNU
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Prof Nuh: Kiai Teknokrat, Intelektual & Negarawan di Pucuk Syuriah PBNU

Jumat, 19 Des 2025 13:02 WIB
Imam Jazuli
Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Prof Nuh: Kiai Teknokrat, Intelektual & Negarawan di Pucuk Syuriah PBNU
Foto: Istimewa
Jakarta -

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) baru-baru ini menetapkan Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA, sebagai Katib Aam Syuriah PBNU yang baru. Keputusan ini diambil dalam rapat gabungan Syuriah dan Tanfidziyah PBNU di Jakarta pada 13 Desember 2025. Penunjukan ini disambut baik oleh berbagai kalangan, mengingat rekam jejak Prof. Nuh yang kaya akan pengalaman, baik sebagai kiai, akademisi, birokrat, maupun aktivis organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Prof. Nuh lahir di Surabaya pada 17 Juni 1959, merupakan 'arek Suroboyo' asli yang tumbuh dalam lingkungan agamis. Ayahnya, KH. Muchammad Nabhani adalah pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya. Maka tidak heran, dari kecil Prof. Nuh tumbuh dengan basis kitab kuning. Latar belakang ini membentuk karakter dan pemahaman keagamaannya yang mendalam sejak dini.

Statusnya sebagai gus dan seorang anak kiai juga tidak menghalanginya untuk mengejar pendidikan formal di jalur sains dan teknologi. Sehingga kesuksesannya di bidang akademik, hingga rektor, perguruan tinggi negeri bergengsi seakan 'menutupi' lingkungannya berasal, yaitu pesantren. Ia menamatkan pendidikan sarjana (S1) Teknik Elektro di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada tahun 1983.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecemerlangannya di bidang akademik membawanya meraih gelar Master (S2) dan Doktor (S3) dari universitas bergengsi di Prancis, yakni Γ‰cole Centrale de Nantes. Kombinasi unik antara tradisi pesantren dan keunggulan intelektual modern inilah yang menjadi kekuatan utamanya, menjadikannya sosok yang mampu menjembatani diskursus keagamaan dan tantangan zaman.

Prof. Nuh dikenal luas saat menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan kemudian Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) atau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selama masa jabatannya di kementerian, ia menorehkan sejumlah kebijakan strategis yang berdampak langsung pada komunitas Nahdliyin, khususnya dalam bidang pendidikan.

ADVERTISEMENT

Beberapa kontribusi signifikan, diantaranya pertama, mendorong pendirian Universitas Nahdlatul Ulama (UNU). Sebagai Mendikbud saat itu Prof. Nuh memfasilitasi dan memberikan izin pendirian sejumlah Universitas Nahdlatul Ulama di berbagai kota di Indonesia. Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) di lingkungan NU dan meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi warga Nahdliyin.

Kedua, pencetus beasiswa LPDP bagi santri. Ia berperan besar dalam merintis dan mengalokasikan program beasiswa, termasuk melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), yang dapat diakses oleh para santri dan lulusan pesantren untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 dan S3, baik di dalam maupun luar negeri.

Ketiga, inisiator program moderasi beragama, terutama di lingkungan NU. Prof. Nuh secara konsisten mendorong penguatan program moderasi beragama melalui kebijakan pendidikan nasional, sejalan dengan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama'ah yang diusung NU.

Sebelum diangkat sebagai Katib Aam, Prof. Nuh telah aktif dalam struktur PBNU sebagai salah satu Rais Syuriyah, posisi yang memberikannya pemahaman mendalam tentang dinamika internal dan arah kebijakan strategis organisasi. Penunjukan Prof. Nuh sebagai Katib Aam Syuriah, posisi tertinggi kedua setelah Rais Aam, dinilai sangat tepat. Peran Syuriah adalah membina, mengawasi, dan mengendalikan jalannya organisasi sesuai dengan keputusan dan khittah NU.

Dengan latar belakang pendidikan dan politiknya, Prof. Nuh memiliki kapasitas untuk menjalankan tugas tersebut. Pengalamannya di bidang pendidikan akan sangat relevan dalam mengawal arah kebijakan pendidikan NU, sementara pengalamannya di ranah politik dan birokrasi memberikannya keahlian manajerial dan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mengelola organisasi sebesar NU.

Kombinasi antara keilmuan agama, keahlian teknis, dan pengalaman kepemimpinan menjadikannya sosok yang sangat komunikatif. Beberapa kali penulis bersyukur bisa berkomunikasi secara langsung. Bahasanya cair dan visioner. Karena itu, penulis sangat optimistis Prof. Nuh memegang amanah dan peran sentral dalam menjaga marwah dan mengarahkan strategi PBNU ke depan, memastikan NU terus memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi umat dan bangsa. Wallahu'alam bishawab.

KH Imam Jazuli Lc., MA, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon

Tonton juga video "Gus Yahya Akui Ada Banyak Masalah di Internal PBNU"

(akn/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads