Menikmati Filsafat Populer di Era Ketidakpastian
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Menikmati Filsafat Populer di Era Ketidakpastian

Jumat, 19 Des 2025 09:38 WIB
Rakhmad Hidayatulloh Permana
Wartawan dan pegiat detikcom Bookclub.
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Menikmati Filsafat Populer di Era Ketidakpastian
Foto: Ilustrasi berfilsafat (Tingey Injury Law Firm/Unsplash)
Jakarta -

Semangat zaman hari ini adalah ketidakpastian. Tak ada stabilitas yang ajeg. Kita digempur dengan perubahan dan keriuhan dunia yang menyesakkan. Hiruk pikuk media sosial, perubahan iklim, kecamuk perang, gejolak ekonomi global hingga perkembangan Artificial Intelligence (AI) yang semakin membikin kita was-was--karena takut tergantikan.

Kita dibombardir dengan ketidakpastian setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik. Kita selalu berada dalam vigilant mode 24 jam, 7 hari yang menegangkan. Maka menjadi tetap waras di situasi seperti ini adalah kemewahan yang tak terkira. Apa yang bisa sedikit membantu kita menghindar dari kekacauan ini agar tidak sinting?

Tiap orang pasti mempunyai cara berbeda untuk menjaga kewarasannya. Ada yang bisa tetap waras dengan olahraga--lari dengan sepatu mahal atau menjadi member gym. Ada juga yang bisa tetap waras dengan menjajal makanan atau jajanan enak. Semua cara-cara itu bisa membuat mood kita membaik dalam menjalani rutinitas harian. Namun, ada pula orang-orang yang memilih untuk membaca buku-buku filsafat populer untuk memaknai ulang hidupnya. Buku-buku yang memicu orang untuk berfilsafat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Belakangan, filsafat memang bukan lagi barang angker. Setidaknya sejak pandemi menghantam pada awal 2020, filsafat menjadi jalan pelarian bagi mereka yang terlalu lelah menjalani social distancing.

Di dalam rumah, dikukung kebosanan, maka filsafat menjadi semacam oase dalam kondisi tersebut. Oleh karenanya, muncullah kelas-kelas zoom untuk mempopulerkan ibunya 'ilmu pengetahuan ini'. Hingga hari ini, kelas-kelas itu ada yang berlanjut.

ADVERTISEMENT

Tentu ada beberapa kurang dan lebih dari kelas-kelas filsafat itu. Ada yang memang membuat filsafat menjadi semakin membumi dan gampang dicerna oleh orang awam. Ada juga mungkin yang masih betah memperkenal filsafat dengan bahasa ndakik-ndakik. Dari sini, orang-orang pun mulai tertarik membaca buku filsafat. Apalagi banyak sekali buku filsafat populer yang diterbitkan oleh penerbit besar. Contohnya, Filosofi Teras-nya Henry Manampiring yang secara khusus membahas soal filsafat aliran stoikisme.

Buku yang berangkat dari pengalaman depresi penulisnya itu bisa menarik minat banyak pembaca. Filsafat menjadi semacam tali pengait yang membantu banyak orang bangkit dari keterpurukannya.

Filsafat Belum Mati, Ia Menyublim di Kehidupan Sehari-hari

Filsafat juga sempat menjadi perbincangan di media sosial. Namun, pemantiknya bukan karena filsafat 'perlu untuk dipelajari' tetapi justru sebaliknya. Filsafat dianggap sudah mati. Bahkan ada usul agar jurusan filsafat di sejumlah kampus dibubarkan saja. Filsafat dianggap tak memiliki manfaat konkret.

Keramaian ini pun memicu diskursus yang semarak. Ada yang setuju, ada pula pegiat filsafat yang merasa tak nyaman. Bagi pegiat filsafat, usulan itu dianggap merendahkan 'sang ibu' ilmu pengetahuan ini.

Padahal jika melihat diskursus ini dengan baik, justru hal itu bisa menjadi momentum untuk semakin mempopulerkan filsafat. Dan sepertinya hal ini terbukti dari buku-buku filsafat yang terus dicetak ulang. Salah satunya buku filsafat Madilog (Materialisme, Dialektika dan Logika) dari Bapak Republik, Tan Malaka. Meskipun untuk ukuran buku filsafat, buku karya Tan Malaka ini masih tergolong berat.

Saya pribadi sudah menjadi penikmat buku filsafat sejak masa kuliah. Meskipun tentu saja yang dibaca masih tergolong dalam buku-buku pengantar filsafat atau sekadar perkenalan tentang sejarah filsafat. Misalnya novel Dunia Sophie dari Jostein Gaarder yang menceritakan sejarah filsafat barat dengan sangat menarik. Atau buku Berkenalan dengan Eksistensialisme yang ditulis oleh Mantan Menteri Pendidikan RI, Fuad Hassan. Perkenalan ini membuat saya jatuh hati pada filsafat.

Lantas, apakah kita filsafat hanya seputar bacaan yang menarik saja? Kini, saya justru melihat filsafat sebagai praktik kehidupan sehari-hari. Filsafat menyublim dalam keseharian.

Filsafat bukan sekadar perkakas untuk menertibkan cara bernalar. Filsafat melampaui itu. Ia memberi kita ruang untuk memaknai ketidakpastian dalam hidup sehari-hari.

Alat Ketahanan di Era Ketidakpastian

Filsafat tentu saja memiliki banyak manfaat selain sebagai alat bernalar. Salah satu manfaatnya, filsafat bisa memberi kita momen kesadaran di tengah ketidakpastian.

Ada satu buku yang menyadarkan saya filsafat populer bisa menjadi alat untuk menjernihkan kesadaran di tengah ketidakpastian. Buku itu berjudul A Philosophy of Walking, ditulis oleh pengajar filsafat Prancis Frédéric Gros. Buku filsafat populer ini mengulas cerita-cerita para filsuf besar yang gemar berjalan kaki. Sebut saja nama seperti Immanuel Kant, Friedrich Nietzsche hingga Jean-Jacques Rousseau.

Bagi Gros, berjalan kaki merupakan laku keseharian yang sama dengan laku berfilsafat. Sebab, lewat berjalan kaki kita bisa memaknai kebebasan manusia dengan seutuhnya.

"Kebebasan dalam berjalan kaki terletak pada tidak menjadi siapa pun; karena tubuh yang berjalan tidak memiliki sejarah, ia hanyalah pusaran dalam arus kehidupan yang tak terelakkan," tulisnya.

Oleh karena itu, dengan berjalan kaki, kita mendapat jeda di tengah ketidakpastian. Lepas dari beban masa lalu atau kecemasan akan masa depan. Pada akhirnya, filsafat barangkali bisa membantu sebagian orang--paling tidak saya--bertahan dalam ketidakpastian. Maka, mari merayakan filsafat dengan membaca buku-buku filsafat populer!

Rakhmad HP. Wartawan dan pegiat detikcom Bookclub.

Tonton juga video "Henry Manampiring, Penulis 'The Compass' yang Jadikan Filsafat Lebih Sederhana"

(rdp/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads