Beberapa bulan terakhir, PBNU berada dalam pusaran konflik yang sulit diabaikan. Ketegangan meningkat setelah munculnya penilaian bahwa kepemimpinan sebelumnya dianggap melakukan sejumlah kekeliruan strategis: pengelolaan keuangan yang dinilai tidak tertib, pembentukan jejaring politik yang dinilai tidak menguntungkan, serta penanganan isu tambang-khususnya konsesi besar di Kalimantan-yang dipersepsikan tidak transparan dan menimbulkan pertanyaan di internal. Akumulasi persoalan itulah yang pada akhirnya mendorong Rais'Aam PBNU mengambil langkah drastis, memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf dari posisi Ketua Umum PBNU.
Keputusan tersebut sontak mengguncang ruang publik. Diskursus berkembang tidak hanya di internal NU, tetapi juga di kalangan akademisi dan pengamat sosial-keagamaan. Namun menariknya, di tingkat struktural, PBNU tetap solid. Tidak tampak resistensi besar atau gelombang pengunduran diri. Seakan-akan para pengurus menyadari bahwa organisasi tengah membutuhkan figur penenang yang mampu menavigasi masa sulit ini-figur yang dapat meredakan ketegangan tanpa menambah luka. Dalam konteks inilah, kiai Zulfa tampil sebagai sosok yang paling dapat diterima banyak pihak untuk memimpin NU menuju periode baru.
Nama kiai Zulfa banyak dikenal publik melalui dakwah dan lantunan selawatnya yang viral. Ia memadukan spiritualitas dengan sensitivitas budaya, membawakan selawat dalam irama India, Sunda, Melayu, hingga Mandarin. Ini bukan hanya gaya dakwah kreatif, tetapi juga cermin kemampuannya menjangkau banyak kalangan tanpa kehilangan kedalaman pesan keagamaan. Sosoknya diterima publik karena kelembutan tutur dan keluasan rasa. Wajahnya selalu menorehkan senyum, retorikanya tidak keras, diksi yang digunakan pun tidak kontroversial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kiai Zulfa bukan hanya pendakwah populer, tetapi juga ahli sastra Arab klasik, seorang penekun ilmu 'arudl-metrumpuisi Arab-yang menjadi landasan banyak tradisi syair Islam. Ia menulis syair-syair bernuansa religius dengan sensitivitas estetika yang halus serta dalam. Atas kiprah itu, UIN Sunan Ampel Surabaya menganugerahinya Doktor Honoris Causa dalam bidang Ilmu Arudl dan Kesusastraan Arab, pengakuan akademik yang menunjukkan kualitas intelektualnya yang tidak banyak
Choirul Sholeh Rasyid, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Tonton juga video "Gus Yahya Akui Ada Banyak Masalah di Internal PBNU"
(akn/ega)










































