Deforestasi merupakan salah satu masalah lingkungan paling mendesak di Indonesia, khususnya di Pulau Sumatera yang dalam beberapa hari terakhir mengalami banjir bandang dan longsor. Pembukaan perkebunan berskala besar, penebangan ilegal, serta lemahnya pengawasan menjadi ancaman serius terhadap kelestarian alam.
Masalah tersebut tidak hanya menyebabkan kerusakan ekosistem, tetapi juga berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat, meningkatkan risiko bencana ekologis seperti banjir dan longsor, serta mengakibatkan hilangnya berbagai spesies flora dan fauna.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 03/12/25 melaporkan bahwa sebanyak 74 kepala keluarga atau 222 jiwa terdampak atas kejadian banjir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian kerugian materiil masih berlangsung dalam pendataan, untuk sementara ada 74 rumah yang terdampak, di mana pada awal kejadian, ketinggian air mencapai kurang lebih 50 cm.
Sebelumnya pada (21/03/2025) hasil pemantauan Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa pada tahun 2024 Indonesia memiliki kawasan berhutan seluas 95,5 juta hektare, atau sekitar 51,1% dari total daratannya, dari luas tersebut, sekitar 87,8 juta hektare atau 91,9% berada di dalam kawasan hutan. Pada periode yang sama, deforestasi netto tercatat sebesar 175,4 ribu hektare.
Angka ini berasal dari deforestasi bruto seluas 216,2 ribu hektare yang dikurangi hasil reforestasi seluas 40,8 ribu hektare. Sebagian besar deforestasi bruto terjadi pada hutan sekunder, yakni sekitar 200,6 ribu hektare (92,8%), dengan 69,3% berada di dalam kawasan hutan dan sisanya terjadi di luar kawasan hutan.
Angka itu ironi, karena tren deforestasi menunjukkan kenaikan, walaupun lebih rendah dibandingkan deforestasi satu dekade terakhir. Hal ini menjadi indikator bahwa berbagai kebijakan dan regulasi dalam menjaga hutan belum menunjukkan hasil yang optimal.
Maka, regulasi dan pengawasan pemerintah menjadi faktor kunci dalam memastikan keberlanjutan pengelolaan hutan, di mana berbagai peraturan, kebijakan dan pengawasan harus mampu menekan laju deforestasi di Indonesia. Sumatera menjadi contoh nyata bagaimana deforestasi tidak sejalan dengan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah.
Misalnya pengelolaan dan perlindungan hutan di Indonesia diatur melalui undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan merupakan regulasi utama yang mengatur fungsi, peruntukan, dan kewenangan negara dalam menjaga kelestarian kawasan hutan.
Kemudian regulasi ini diperkuat oleh undang-undang Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan terkait perizinan dan pemanfaatan hutan, serta UU lingkungan hidup yang mewajibkan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) bagi setiap kegiatan yang berpotensi merusak ekosistem.
Namun demikian, regulasi tersebut belum berjalan optimal. Faktanya penebangan ilegal (illegal logging), ekspansi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan dan infrastruktur masih terjadi. Maka efektivitas regulasi dalam mengendalikan deforestasi dipertanyakan melihat kondisi alam yang terjadi sekarang ini.
Salah satu yang menjadi permasalahan adalah kurangnya ketegasan dalam penegakan hukum, minimnya partisipasi masyarakat lokal dan ketimpangan antara pembangunan dan konservasi.
Oleh karena itu pengawasan terhadap deforestasi akan terus menjadi tantangan di lapangan. Pengawasan hutan perlu melibatkan berbagai pihak seperti Kementerian Kehutanan (KLHK), pemerintah daerah, kepolisian, lembaga adat dan masyarakat setempat. Kawasan hutan yang berada jauh dari pusat pemerintahan seperti Sumatera perlu dijangkau oleh petugas pengawas.
Kemudian, pengawasan berbasis teknologi perlu diupayakan di era sekarang ini, seperti citra satelit, drone dan sistem pemantauan real-time yang perlu ditingkatkan lagi agar implementasinya di lapangan berjalan dengan baik.
Selain itu dalam mengatasi deforestasi di Indonesia khususnya di Sumatera, membutuhkan strategi yang komprehensif, seperti harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, pelibatan masyarakat, penguatan penegakan hukum dan peningkatan pengawasan berbasis teknologi untuk mempercepat deteksi dini deforestasi.
Mohammad Ali. Dosen Administrasi Publik UPN "Veteran" Jawa Timur.
Tonton juga video "Menhut Raja Juli Klaim Angka Deforestasi Hutan Berkurang"
(rdp/imk)










































