Penegakan Izin hingga Akuntabilitas Demi Mitigasi Bencana di Indonesia
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Penegakan Izin hingga Akuntabilitas Demi Mitigasi Bencana di Indonesia

Jumat, 05 Des 2025 10:59 WIB
Trubus Rahadiansyah
Pakar Kebijakan Publik.
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Penegakan Izin hingga Akuntabilitas Demi Mitigasi Bencana di Indonesia
Foto: Trubus Rahardiansah (Dok Pribadi)
Jakarta -

Keputusan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dalam mencabut izin lingkungan sejumlah perusahaan yang diduga berkontribusi terhadap kerentanan ekologis di Sumatra dan Aceh merupakan langkah kebijakan yang tepat dan memiliki dasar regulasi yang kuat. Dari sudut pandang kebijakan publik, tindakan ini bukan hanya reaksi atas kondisi lapangan, tetapi bagian dari penguatan tata kelola lingkungan sebagai instrumen mitigasi bencana yang berkelanjutan.

Dalam kerangka governance, bencana tidak semata dipandang sebagai peristiwa alam, tetapi sebagai pertemuan antara faktor biofisik dan faktor tata kelola. Temuan Kementerian Lingkungan Hidup mengenai praktik pembukaan lahan yang tidak sesuai ketentuan memperlihatkan bahwa risiko bencana meningkat ketika kapasitas pengawasan tidak sebanding dengan intensitas pemanfaatan ruang.

Karena itu, langkah penarikan izin lingkungan menjadi intervensi penting untuk menghentikan policy drift-keadaan ketika kebijakan yang ada tidak lagi efektif karena implementasi di lapangan menyimpang dari norma yang ditetapkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemanggilan delapan perusahaan untuk dimintai keterangan adalah bagian dari due process yang wajib ditempuh. Dari perspektif kebijakan publik, akuntabilitas korporasi merupakan salah satu pilar mitigasi risiko. Ketika negara menunjukkan kesiapan untuk membawa persoalan ini ke ranah pidana bila ditemukan bukti kuat, pemerintah pada dasarnya sedang mengirimkan sinyal penting bagi dunia usaha: keberlanjutan bukan pilihan, melainkan prasyarat operasional.

Di sisi lain, data awal KLH-termasuk temuan 50 ribu hektare lahan kering akibat pembukaan hutan-menunjukkan bahwa hilangnya fungsi ekologis kawasan menghasilkan amplifikasi risiko.

ADVERTISEMENT

Hal ini sejalan dengan konsep coupled human-natural systems, di mana perubahan pada sistem lingkungan akan selalu berdampak pada tingkat keterpaparan masyarakat. Artinya, mitigasi bencana yang efektif harus dimulai dari konsistensi pengelolaan lingkungan.

Langkah pemerintah menggandeng universitas dan pusat kajian lokal merupakan praktik yang sangat sesuai dengan prinsip evidence-based policy. Keterlibatan akademisi memungkinkan analisis risiko yang lebih komprehensif, termasuk pemetaan ulang fungsi kawasan, identifikasi zona paling rentan, serta rekomendasi pemulihan yang bersifat sistemik. Kolaborasi semacam ini penting agar kebijakan pemulihan tidak bersifat parsial dan memiliki legitimasi ilmiah yang kuat.

Namun, kebijakan ini juga membuka ruang refleksi. Penguatan tata kelola lingkungan menuntut integrasi antara pemerintah pusat dan daerah, pengawasan yang lebih proaktif, serta sistem peringatan dini terkait perubahan penggunaan lahan. Reformasi ini membutuhkan kontinuitas, bukan sekadar respons pada saat krisis.

Ke depan, pengelolaan risiko bencana perlu terus ditempatkan sebagai bagian dari desain pembangunan nasional. Langkah tegas pemerintah saat ini menjadi titik penting dalam membangun standar baru bahwa perlindungan lingkungan adalah bagian dari perlindungan warga negara.

Dengan tata kelola yang konsisten, berintegritas, dan berbasis ilmu pengetahuan, mitigasi bencana dapat menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.

Trubus Rahadiansyah. Pakar Kebijakan Publik.

Simak juga Video: Pakar Kebijakan Publik Ungkap 3 Hal yang Perlu Diperbaiki Dalam Mitigasi Bencana di RI

(rdp/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads