Selangkah lagi, target pertumbuhan ekonomi 2025, sebagaimana yang tercantum dalam APBN, sebesar 5,2% (yoy) akan tercapai. Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang kuat pada 2025 akan menjadi penopang untuk merealisasikan target 8% sebagaimana yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Upaya untuk mewujudkan target 5,2% masih menghadapi banyak tantangan dan dinamika. Berdasarkan catatan BPS (Badan Pusat Statistik), pertumbuhan ekonomi secara kumulatif dari triwulan I hingga triwulan III 2025 hanya mencapai 5,01%.
Dengan demikian, untuk mencapai target 5,2% membutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal sebesar 5,4% pada triwulan IV 2025. Tantangan tersebut tidak ringan mengingat selama 2 tahun terakhir, target pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang tercantum dalam APBN belum bisa tercapai.
Sebagaimana diketahui, target pertumbuhan ekonomi pada 2023 adalah 5,3%, namun realisasinya hanya 5,05%. Lalu, pada 2024, targetnya 5,2% tapi hanya terwujud 5,03%.
Tantangan berikutnya adalah adanya prediksi dari sejumlah lembaga, baik dalam negeri maupun internasional, yang menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 tidak akan mencapai 5%.
Perlu ditegaskan, meski tidak ringan, peluang untuk mencapai target 5,2% pada 2025, terbuka lebar. Sejumlah indikator sudah menyala hijau sebagai pertanda adanya akselerasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
Faktor Pendukung
Terdapat beberapa faktor pendukung yang diyakini menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi yang kuat pada triwulan IV 2025. Pertama, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2025 sebesar 5,04% (yoy) digerakkan oleh hampir semua komponen, baik dari sisi pengeluaran maupun sisi produksi.
BPS melaporkan, pada sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89%. PMTB/Investasi tumbuh 5,04%. Ekspor tumbuh 9,91%. Bahkan, konsumsi pemerintah juga tumbuh 5,49%, yang menunjukkan adanya penyerapan anggaran yang lebih akseleratif dibanding pada triwulan I dan triwulan II yang masing-masing terkontraksi sebesar 1,37% dan 0,33%.
Pada sisi produksi, 4 komponen yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB menunjukkan pertumbuhan yang meyakinkan. Yaitu, manufaktur tumbuh 5,54%. Pertanian dan Perdagangan masing-masing tumbuh 4,93% dan 5,49%. Dan, konstruksi tumbuh 4,21%.
Kedua, kinerja APBN pada triwulan III 2025 sudah menunjukkan adanya percepatan dibanding triwulan sebelumnya. Fungsi APBN sebagai akselerator pembangunan telah tampil lebih optimal.
Berdasarkan rilis "APBN Kita" periode Oktober 2025, pendapatan negara terealisasi sebesar Rp 2.113,3 triliun atau 73,7% terhadap outlook 2025. Lalu, belanja negara telah menyerap anggaran sebesar Rp 2.593,0 triliun atau 73,5% terhadap outlook 2025.
Kinerja pendapatan dan belanja negara pada Oktober 2025 telah meningkat secara signifikan dibanding bulan sebelumnya. Pendapatan negara bertambah Rp 250 triliun atau naik 13,41% dibanding bulan lalu yang tercatat sebesar Rp 1.863,3 triliun.
Sementara itu, belanja negara meningkat sebesar Rp 358,2 triliun atau naik 16,02% dibanding bulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp 2.234,8 triliun.
Sejumlah program prioritas Presiden Prabowo juga menunjukkan kemajuan yang signifikan. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah menjangkau 39,7 juta penerima. Lalu, Cek Kesehatan Gratis sudah menjangkau 57,2 juta peserta. Serta, sekolah rakyat dan sekolah unggulan sudah terealisasi 165 unit.
Kinerja APBN yang sudah menunjukkan tren penguatan perlu lebih dioptimalkan untuk merealisasikan pendapatan dan belanja negara 2025 mencapai 100% hingga akhir tahun.
Ketiga, berlanjutnya sinergitas kebijakan fiskal dan moneter untuk meningkatkan likuiditas perbankan. Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 4,75% pada November 2025.
Sementara itu, pemerintah menambah injeksi dana di perbankan sebesar Rp 76 triliun. Dana tersebut ditempatkan pada Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing Rp 25 triliun, serta Bank Jakarta mendapatkan alokasi Rp 1 triliun.
Penambahan injeksi tersebut merespons belum optimalnya dampak penempatan dana pada periode pertama sebesar Rp 200 triliun. Laporan BI menyebutkan, kredit perbankan pada Oktober 2025 hanya tercatat sebesar 7,36% (yoy). Capaian tersebut melambat dibanding dengan realisasi pada bulan sebelumnya yang mencapai 7,70% (yoy).
Keempat, membaiknya optimisme masyarakat baik dari segi konsumsi maupun produksi. Hal tersebut terlihat pada berbagai indikator, antara lain Mandiri Spending Index (MSI) per 26 Oktober 2025 yang tercatat sebesar 300,6 atau naik 1,1% dibanding minggu sebelumnya.
Lalu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis oleh Bank Indonesia pada Oktober 2025 juga menunjukkan adanya kenaikan, yaitu mencapai 121,2 atau naik 6,2 basis poin dibanding periode September 2025 yang tercatat sebesar 115.
Serta, berdasarkan laporan S&P Global, pada Oktober 2025, yang melaporkan skor PMI (Purchasing Managers Index) manufaktur Indonesia mencapai 51,2 poin, naik dari bulan sebelumnya yang hanya sebesar 50,4.
Kelima, kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia makin menguat. Hal tersebut terlihat terlihat dari menguatnya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) pada 28 November 2025 yang mencapai 8.508,71, atau naik 5,55% dibanding pada 30 September 2025 yang tercatat hanya sebesar 8.061,06.
Selain itu, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM juga melaporkan realisasi investasi hingga triwulan III 2025 telah mencapai Rp 1.434,3 triliun atau 75,3% dari target investasi 2025 sebesar Rp 1.905,6 triliun.
Strategi Akselerasi
Tahun 2025 akan berakhir dalam tempo sebulan lagi. Upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 5,2% perlu dilakukan melalui strategi yang tepat.
Strategi pertama, perlu mengoptimalkan pendapatan negara sebagai modal untuk melakukan belanja yang lebih optimal. Hal tersebut untuk menjaga agar tidak terjadi pelebaran defisit anggaran.
Sebagaimana diketahui, target pendapatan negara yang masih harus dikumpulkan mencapai Rp 752,2 triliun. Pemerintah perlu menggenjot penerimaan negara, baik dari pajak, cukai, maupun PNBP.
Potensi pendapatan negara dari ketiga sumber tersebut masih bisa digali lebih dalam lagi. Selain melalui strategi konvensional, juga perlu melakukan terobosan di antaranya melalui upaya penegakan hukum untuk mengatasi adanya kebocoran.
Tindakan Kejaksaan Agung yang mengusut kasus korupsi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) bisa menimbulkan efek deteren bagi para pegawai pajak dan bea cukai, yang diharapkan bisa mengubah perilaku kedua institusi tersebut menjadi lebih berintegritas.
Terlebih lagi, Presiden Prabowo juga telah memberi waktu satu tahun kepada Menteri Keuangan untuk memperbaiki kinerja Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Presiden siap membekukan instansi tersebut dan mengalihkan fungsi pengawasan kepabeanan kepada surveyor swasta internasional, Société Générale de Surveillance (SGS), apabila kinerja dan citra publik DJBC tak kunjung membaik.
Selain itu, Presiden Prabowo juga menggalakkan pemberantasan tambang ilegal dan perkebunan sawit illegal. Upaya tersebut akan menyelamatkan pendapatan negara yang selama ini bocor akibat dari praktik bisnis illegal.
Strategi kedua, perlu mengoptimalkan belanja negara sebagai katalisator pembangunan nasional. Sebagaimana diketahui, target belanja negara yang masih harus diserap mencapai Rp 934,5 triliun.
Pemerintah perlu perhatian yang lebih besar terhadap serapan belanja modal dan belanja barang yang hingga triwulan III 2025 masing-masing baru terealisasi sebesar Rp 206,4 triliun atau 59,9% dan Rp 344,9 triliun atau 72,3%.
Dan strategi ketiga, perlu memperkuat daya beli masyarakat, di antaranya dengan mempertebal bantuan sosial, serta memastikan penyalurannya tepat waktu dan tepat sasaran.
Selain itu, pemerintah juga perlu menjaga angka inflasi. BPS mencatat pada Oktober 2025 angka inflasi tercatat sebesar 2,86% (yoy). Komoditas yang memberi andil terhadap naiknya inflasi adalah cabai merah (0,28%) dan beras (0,16%).
Masih tingginya harga beras di sejumlah daerah berbanding terbalik dengan stok beras Bulog yang melimpah dan tercatat terbanyak sepanjang sejarah. Artinya, ada yang tidak seimbang antara permintaan dan supply sehingga mengerek harga beras.
Oleh karena itu, perlu menggencarkan intervensi pasar melalui program SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan) ke pasar-pasar tradisional di seluruh Indonesia agar pasokan mencukupi dan harga jual eceran bisa kembali turun dan stabil.
Masih ada waktu 30 hari menuju akhir tahun 2025. Upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih terbuka lebar dengan catatan dilakukan melalui strategi yang tepat serta bisa mengatasi berbagai tantangan yang ada. Sekali layar terkembang surut kita berpantang.
Kamrussamad. Anggota Komisi XI DPR F-Gerindra/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Fiskal & Moneter.
Tonton juga video "Tekanan Ekonomi AS Meningkat, Data Sinyalkan Perlambatan"
(gbr/gbr)