KUHAP (baru), Adhyaksa, dan Harapan Publik
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

KUHAP (baru), Adhyaksa, dan Harapan Publik

Kamis, 27 Nov 2025 21:24 WIB
Barita Simanjuntak
Pemerhati Kejaksaan
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Barita Simanjuntak
Foto: Barita Sianjuntak (dok.detikcom)
Jakarta -

Palu sudah diketuk DPR RI, pemberlakuan KUHAP di depan mata, meskipun reaksi civil society sangat kuat mendesak penundaan bahkan penolakan penetapan KUHAP ini menjadi Undang-Undang, DPR tak bergeming, atas nama kekuasaan legislatif membentuk Undang-Undang menurut UUD, DPR melaksanakan kewenangannya secara penuh dan konsisten. Kini tinggallah kewajiban dan tugas pemerintah khususnya aparat penegak hukum bagian "cuci piringnya" pesta telah usai meninggalkan banyak persoalan. Tak ada lagi ruang dialog yang ada hanyalah bagaimana menyikapi KUHAP ini secara "jiwa besar", arif dan bijaksana tak ada gunanya lagi mengutuki kegelapan lebih baik menyalakan lilin yang menerangi kegelapan itu. Bagi Kejaksaan sebagai pelaksana kekuasaan negara di bidang Penuntutan ini bukan hal mudah dan bukan kali pertama terjadi tetapi tidak berarti tidak bisa disikapi dengan arif dan bijaksana.

Sudah sejak lama Insan Adhyaksa mengalami himpitan dalam hal seperti ini tetapi tetap masih bisa bertahan, berkiprah dan memegang posisi sentral dalam tegaknya negara hukum Indonesia. Lelah, kurang diapresiasi, sering dipinggirkan mungkin menjadi perasaan yang campur aduk bagi Insan Adhyaksa, ya ini sudah biasa bahkan terbiasa dipinggirkan, saking seringnya terjadi tidak ada lagi ruang "teriak" ruang "berdebat" bahkan untuk sekadar interupsi atau memberi catatan kaki pun tidak lagi bisa merubah itu semua. Keputusan politik telah diambil, politik hukum "Senayan" lewat Undang-Undang KUHAP ini secara terang benderang sudah bisa dimaklumi.

Kejaksaan di bawah Jaksa Agung Burhanuddin sedikitnya dalam 6 (enam) tahun terakhir telah menunjukkan secara signifikan pengaruhnya dalam berbagai himpitan yang menekan Korps Adhyaksa. Terhimpit tetapi tidak habis napas, kewenangan yang diciutkan tetapi tidak membuat putus asa, terpinggir tetapi malah jadi sentral dalam penegakan hukum terbukti capaian prestasi kinerja yang selalu meraih peringkat pertama dalam tingkat kepercayaan publik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejaksaan oleh berbagai lembaga survey kredibel maupun penghargaan berbagai media mainstream, media online, organisasi masyarakat, lembaga negara lainnya secara internal maupun internasional dari negara-negara besar bahkan dari Asosiasi Jaksa International tidak main-main menempatkan Korps Adhyaksa khususnya di bawah Jaksa Agung Burhanuddin menjadi sentral penegakan hukum, menjadi "agent of change" reformasi lembaga penegak hukum bahkan menjadi lembaga yang paling transformatif menjabarkan visi Presiden Prabowo saat ini istimewanya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, pengembalian kerugian negara, pemulihan kekayaan negara, pemberantasan mafia sumber daya alam, mafia tambang dan mineral, mafia minyak dan gas termasuk tata kelola sawit, bahkan penertiban kekayaan negara lewat Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan sedikitnya telah mengembalikan 3,4 juta hektar lahan hutan yang diambil secara tidak sah oleh korporasi telah berhasil dikembalikan ke negara.

Lho apa semua prestasi gemilang ini tidak cukup menjadi referensi ilmiah bagi penguatan peranan Kejaksaan dalam penegakan hukum khususnya dalam KUHAP?, apa semua itu seakan tidak ada dampak maupun artinya?,Menurut pengalaman saya selama kurang lebih 10 (sepuluh) tahun terakhir berkecimpung mencermati, mengikuti, memahami anatomi kultur Kejaksaan, figur Jaksa Agung Burhanuddin telah secara signifikan meletakkan fondasi dan menanamkan kultur Kejaksaan dalam paradigma humanis dan responsif. Jaksa Agung Burhanuddin telah meletakkan legasi kuat bahwa institusi Adhyaksa dihargai dan ditentukan pentingnya peranannya tidak hanya sekadar karena punya kewenangan saja. Bagi Jaksa Agung Burhanuddin kewenangan kalau hanya ada di atas kertas Undang- Undang untuk apa? Tak ada gunanya punya kewenangan tapi tak bermanfaat bagi rakyat, itulah Adhyaksa sejati, Adhyaksa tulen yang humanis dan responsif.

ADVERTISEMENT

Peranan signifikan Kejaksaan justru ditemukan dan dinilai penting lewat pelaksanaan tugas kewenangan yang bermanfaat bagi negara dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, lewat capaian kinerjanya dan itu bukan hanya sekadar tugas kewenangan dalam Undang-Undang tetapi ada dalam penegakan hukum berhati nurani. Tak ada gunanya kewenangan besar tapi tak ngefek. Biar kecil, sedikit tapi menentukan bermanfaat dan punya arti, inilah yang selalu ditanamkan Jaksa Agung Burhanuddin sehingga semua Insan Adhyaksa paham betul dan siap dalam berbagai dinamika situasi pasang surut sebab yang penting adalah semua himpitan itu tak boleh mengurangi sedikitpun kecintaan pada tegaknya negara hukum yang humanis, responsif dan berkeadilan.

Dengan Undang-Undang terburuk sekalipun telah terbukti Kejaksaan dapat meluruskan meletakkan marwah dan martabat negara hukum Indonesia dimanapun. Bagi Insan Adhyaksa loyalitas, totalitas dedikasi merupakan harga mati, apapun, bagaimanapun keputusan politik dalam Undang- Undang insan Adhyaksa harus siap dan tidak boleh cengeng merengek-rengek meminta tambahan kewenangan, mengomentari ini itu, itulah substansi korsa jiwa raga Korps Adhyaksa yaitu Tri Krama Adhyaksa,: Satya Adhi Wicaksana. Terbukti dalam KUHP dan KUHAP yang lama segera akan berganti kewenangan Kejaksaan terhimpit dalam dua himpitan besar antara dua lembaga, lembaga penyidik Pidana Umum dan Pengadilan namun posisi dan peranan yang abu-abu ini yang menurut KUHAP lama adalah posisi Kejaksaan justru dengan banyak kasus dan contoh malah menjadi sentral karena pada akhirnya dalam praktik Kejaksaan dapat memberikan arahan penegakan hukum dalam proses penyidikan dan menentukan proses pengadilan.

Dari yang di pinggir menjadi tengah dan sentral itu semua lewat leadership kuat dari seorang Jaksa Agung Burhanuddin. Menjadi relevan dengan pendapat guru besar legendaris Hukum Pidana Prof. Taverne yang terkenal "berikan saya Polisi, Jaksa dan Hakim yang baik maka akan saya tegakkan keadilan tanpa secarik pun Undang-Undang". Semoga pemerintah dapat secara proporsional dan arif membuat 25 Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya yang humanis dan responsif semata-mata untuk tegaknya negara hukum Indonesia milik kita semua. Semangat dan maju terus Korps Adhyaksa Negara tegakkan dan kobarkan panji-panji kebesaran Adhyaksa : Satya Adhi Wicaksana.

Barita Simanjuntak, Pemerhati Kejaksaan

Lihat juga Video: Komisi III DPR Bantah Restorative Justice KUHAP Baru Jadi Alat Pemerasan

(eva/eva)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads