Mitigasi Bullying
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Mitigasi Bullying

Sabtu, 22 Nov 2025 15:05 WIB
Ai Maryati Solihah
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah
Ai Maryati Solihah (Foto: dok. Istimewa)
Jakarta -

Jika sudah terjadi harus bagaimana? Peran ekosistem pendidikan yang di dalamnya ada orang tua, keluarga, peran guru dan masyarakat dalam menemukenali, menghentikan, menanggulangi dan mereintegrasi. Hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022 menunjukkan, sekitar 34,51 persen siswa (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual, diikuti oleh 26,9 persen (1 dari 4) yang berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) menghadapi potensi perundungan.

Beragam kasus yang erat terkait dengan perundungan di Indonesia dalam satu bulan terakhir sangat menghentak public; dugaan seorang anak yang mengakhiri hidup berawal dari bullying di sekolah, kemudian ada dua anak di sekolah terpisah di Sawah Lunto Sumatra Barat juga ada indikasi bullying serta anak yang diduga dibullying dimasukkan ke sumur oleh teman-temannya di Kabupaten Bandung, dan meninggalnya seorang siswa di Sukabumi setelah seminggu dirawat di RS juga terindikasi bullying. Jumat lalu ada ledakan dahsyat yang menimbulkan lebih dari 95 orang termasuk diduga pelaku di sekolah SMA 72 yang dugaannya mengarah pada pelaku merupakan korban perundungan.

Alarm keras

Data-data di atas menjadi peringatan keras atas situasi kekerasan yang anak alami, oleh orang dewasa maupun teman di sekitarnya. Belum lagi apabila bullying lahir dalam situasi yang berbarengan, bisa jadi dalam keluarga, lingkungan pendidikan, dan bahkan ruang pertemanan serta sosial anak. Perasaan seorang diri, tidak punya teman, bahkan menjadi seseorang yang tersisih, lemah dan tidak berarti merupakan eskalasi yang betapa menghilangkan daya/kekuatan seseorang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika situasi itu lebih awal ditemukenali dan ditangani, pencegahan terhadap situasi yang lebih buruk niscaya bisa dilakukan. Kepekaan orang tua yang berangkat dari pola asuh dalam keluarga untuk terbiasa menaruh perhatian dan berkomunikasi secara hangat dan menyenangkan menjadi kunci terjadinya percakapan, sharing, dan saling mengingatkan ketika masing-masing punya permasalahan. Namun sebaliknya, apabila sama sekali faktor keluarga tidak mampu mengurai pengalaman bullying yang dirasakan anak kemungkinan perasaan diabaikan dan dibiarkan terus menggunung dan ia mencari tempat untuk dialirkan.

Keseimbangan dunia maya dan nyata

Dalam 10 tahun terakhir, tantangan nyata yang perlu tata kelola yang baik adalah konsumsi internet dan penggunaan gadget, atau smart phone. Jumlah pengguna internet Indonesia mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2023. Sedangkan berdasarkan gender, kontribusi penggunaan internet Indonesia banyak bersumber dari laki-laki 50,7% dan perempuan 49,1%. Pada pengguna tertinggi adalah gen Z yakni mereka yang lahir kurun waktu kelahiran 1997-2012 sebanyak 34,40%, tertinggi dari rerata kelahiran lainnya.

ADVERTISEMENT

Beberapa data yang menunjukkan situasi anak-anak masuk dalam online eksploitation diantaranya data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) dalam Kemenko Polhukam (2024), konten kasus pornografi anak Indonesia selama 4 tahun sebanyak 5.566.015 kasus. Indonesia masuk peringkat 4 secara internasional dan peringkat 2 dalam regional ASEAN.

Sedangkan pesatnya teknologi dan informasi serta perkembangan media social menjadi tantangan semua kelompok usia termasuk anak agar dapat memperoleh segala manfaat positifnya, menjadi hak atas tumbuh kembang, berkreasi dan memperoleh kemudahan atas informasi yang benar tersebut. Pencegahan kekerasan seksual maupun cyber bully dan jenis kekerasan lainnya yang sangat mudah diperoleh melalui internet tetap harus tercegah diantara kebutuhan kemudahan dalam digital.

Hal ini yang disebut dengan literasi digital sebagai sistem yang perlu dikelola dalam memperoleh nilai-nilai positif, penggunaan positif digital dan berbarengan mencegah serta memberantas segala bentuk kekerasan penyalahgunaan kemudahan digital serta eksploitasi yang kerap menempatkan anak-anak sebagai sasaran. Perlunya memahami literasi digital dan pembelajaran yang positif di lingkungan pendidikan merupakan kotak pandora sebelum guru, orang tua dan bahkan sistem pendidikan menggunakan digitalisasi dalam ruang lingkup pendidikan. Jika tidak demikian, maka pembelajaran berbasis digital akan sangat berpengaruh pada penyalahgunaan, bahkan anak-anak menjadi korban atas kejahatan berbasis cyber yang sangat kompleks.

Keseimbangan atas literasi digital dan sosialisasi secara langsung baik pada pembelajaran maupun kegiatan sehari-hari anak didik dalam seluruh ekosistem pendidikan menunjukkan seluruh pihak tidak terlena dan larut dalam dunia maya dan melupakan dunia nyata, begitupun sebaliknya kehidupan nyata memerlukan sosialisasi yang positif pengembangan diri dan interaksi yang seimbang dengan social masyarakat di sekitar kita. Literasi digital bergerak dalam ruang lingkup peningkatan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, kreativitas dan kecakapan teknologi digital, peningkatan dan pengembangan kapasitas budaya penggunaan teknologi digital yang aman, peningkatan kecakapan dasar menyeleksi konten negative (hoax, cyberbully, ujaran kebencian, pornografi, pembajakan, radikalisme, sara, dan sebagainya), kemudian peningkatan pengetahuan dan pemahaman dasar pemanfaatan teknologi digital baru (emerging technology, robotica, internet of thing/IOT, artificial intelegent, big data, dan sebagainya), serta peningkatan pengetahuan, pemberdayaan dan fasilitasi komunikasi berbasis teknologi digital.

Satgas Pencegahan dan Penanagnan Kekerasan di Satuan Pendidikan

Pengembangan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak dalam satuan Pendidikan sudah memperoleh perhatian dengan keluarnya Permendikbud No 46/2023 tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Di Satuan Pendidikan. Penguatan tata Kelola secara sistematis dengan cara (a) menyusun dan melaksanakan tata tertib dan program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; (b) menjalankan kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang ditetapkan oleh Kementerian dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan; (c) merencanakan dan melaksanakan program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; (d) menerapkan pembelajaran tanpa Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; (e)membentuk TPPK di lingkungan satuan pendidikan; (f) memfasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi TPPK; (g) melakukan kerja sama dengan instansi atau lembaga terkait dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; (h) memanfaatkan pendanaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau bantuan operasional sekolah untuk kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; (i) menyediakan pendanaan untuk kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat; dan (j) melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

Mengingatkan kembali pada regulasi yang saat ini sudah dipunyai, kemudian mengapa masih terkesan jalan ditempat dan belum melaksanakan sesuai yang terdapat dalam peraturan tersebut, sehingga tidak untuk mengatakan terlambat, sel-sel bullying merambat terus melewati kesabaran dan kesadaran seseorang sehingga sangat berpotensi melakukan Tindakan-tindakan yang lebih eskalatif, dan fatal. Dari sekian banyak tugas Pemerintah, Kementerian Lembaga dan masyarakat, kiranya, sekolah tempat anak bertumbuh harus segera merealisasikan upaya mitigasi bullying dengan cepat, baik itu penanganan di internal sekolah maupun Kerjasama dengan eksternal; mereka professional yang biasa mengatasi problem Kesehatan mental, masalah psikologis dan psiko social lainnya. Bangun, bangkit dan segera kolaborasi pilihan yang harus ditempuh.

Komisioner KPAI, Ai Maryati Solihah

Simak juga Video: Puan Minta Kasus Bullying di Sekolah Tak Terulang: Ini Darurat

(eva/eva)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads