Kejaksaan Republik Indonesia lahir seumuran dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dinamika lembaga ini, seiring dengan kesadaran masyarakat atas pentingnya hukum dan penegakan hukum.
Kejaksaan di bawah Jaksa Agung Burhanuddin seolah mengingatkan kejaksaan di masa lalu di bawah Jaksa Agung Suprapto, yang menangkap perwira dan mengadili menteri. Kejaksaan yang tegas dan berani menegakkan hukum adalah keinginan masyarakat.
Jaksa Agung Burhanuddin dengan nyali pantang mundur dan didukung jaksa-jaksa pidana khusus menindak para pelaku tindak pidana korupsi kelas kakap, dengan kerugian negara yang timbul adalah trilyunan rupiah, modus operandi tindak pidana yang sistemik dan sulit, dengan pelaku yang sulit tersentuh hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terobosan, penyelesaian perkara pidana berdasarkan keadilan restorative (RJ) juga digagasnya, ribuan perkara telah diselesaikan dengan mekanisme RJ. Respon cepat terhadap permasalahan-permasalahan penegakan hukum di kejaksaan, juga dilakukannya. Pada masa Jaksa Agung Burhanuddinlah kepercayaan publik tertinggi sebagai lembaga penegak hukum yang dipercaya publik.
Dalam hal reformasi birokrasi telah berproses panjang, sejak kurang lebih tahun 2007 Kejaksaan RI membentuk Tim Pembaruan Kejaksaan RI. Pembenahan baik terkait kelembagaan, sumber daya manusia dan tata kelola pelaksanaan tusi kejaksaan selaku lembaga aparat penegak hukum.
Upaya reform terus dilakukan dengan lahirnya kelembagaan reformasi birokrasi yang sampai saat ini bersama Kemenpan RB membangun satker zona integritas wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di satker-satker kejaksaan di seluruh Indonesia.
Apabila pada saat ini masyarakat secara umum melihat kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik, bukan sesuatu yang datang tiba, tapi merupakan proses perjuangan panjang seluruh elemen kejaksaan di pusat maupun di daerah.
Wacana yang muncul beberapa hari ini berkaitan yaitu DPR RI akan membentuk Panja Reformasi penegakan hukum di kepolisian, kejaksaan dan peradilan adalah sesuatu yang patut dipertanyakan urgensi, efisiensi dan efektifitasnya, karena selain secara internal telah terjadi reformasi dengan hasil yang terarah dan terukur.
Pada sisi lain, dapat ditinjau dari telah disahkannya RUU KUHAP tingkat satu yang akan segera dilanjutkan ke tingkat dua ( paripurna ). RUU KUHAP itulah sejatinya reformasi sistem peradilan pidana Indonesia.
Diduga kuat, Panja Reformasi yang akan dibentuk adalah respon atas dibentuknya Komite Reformasi Polri yang dibentuk Pemerintah dan Polri sendiri. Reform Polri adalah berkaitan kelembagaan Polri dan konstelasi ketatanegaraan, bukan berkaitan dengan Penyidik Kepolisian sebagai bagian dari sistem peradilan. Akan tetapi lebih pada fungsi-fungsi kepolisian yang demikian luas, utamanya bersatunya fungsi penegakan hukum dan fungsi kamtibmas dalam satu lembaga polri.
Oleh karena menjadi cukup alasan apabila DPR RI bermaksud memandu dan mengawal kerja Komite Reformasi Polri, agar nilai-nilai reformasi dapat diimplementasikan secara otentik.
Pada akhirnya Suparji berharap pemimpin kejaksaan yang tegas dan bernyali adalah cocok saat di tengah bersemangatnya pemerintahan baru untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi.
Kejaksaan harus terus berbenah untuk menepati harapan rakyat. Pemimpin yang bekerja untuk rakyat, pastilah dibela oleh rakyat.
Dalam konteks penuntutan tindak pidana khusus, harus ada pendekatan taktis yang menekankan kerja tim, pertukaran posisi, dan fleksibilitas di lapangan. Penyelesaian perkara di tahap penuntutan harus lebih baik, persentase penyelesaiannya perlu ditingkatkan dengan didukung landasan kebijakan dalam penanganan perkara tindak pidana khusus secara integral sejak tahap penyidikan, penuntutan dan eksekusi yang mengedepankan tidak hanya pemidanaan terhadap pelaku namun juga dalam rangka perampasan aset hasil kejahatan.
Penegakan hukum tidak hanya semata bertumpu pada aspek represif, namun juga harus dilakukan langkah-langkah preventif, seperti meningkatkan kapasitas personal jaksa dalam penyelamatan aset hasil tindak pidana khusus guna peningkatan pengembalian keuangan negara merupakan isu penting dalam penegakan hukum nasional.
Strategi penanganan tindak pidana khusus tidaklah mungkin hanya dilakukan dengan cara-cara yang konvensional. Oleh karena itu, Kejaksaan dalam strategi penanganan perkara tindak pidana khusus dilakukan dengan cara tepat memilih kasusnya, tepat memilih timnya, tepat kontruksi yuridisnya, tepat strategi pengungkapannya, tepat pembuktiannya dan tepat memilih momennya.
Cara-cara yang komprehensif dapat dilaksanakan dengan mengintegrasikan pendekatan "Follow The Suspect" (siapa bertanggung jawab), "Follow The Money" (penelusuran uang/harta benda/kekayaan lain); "Follow The Asset" (pemulihan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara); "Corruption Impact Assesment /CIA)" (kerawanan-kerawanan pada tata kelola pemerintahan/BUMN/ BUMD.
Kejaksaan Agung harus secara konsisten menegakkan hukum yang progresif dan humanis, dengan pendekatan komprehensif sehingga memberi dampak secara signifikan kepercayaan publik kepada pemerintah.
Oleh: Suparji Guru Besar Ilmu Hukum
Tonton juga video "Komisi III DPR Akan Bentuk Panja Reformasi Polri hingga Kejaksaan"
(wnv/wnv)










































