Selepas melakukan kunjungan ke MAN Insan Cendekia Serpong dalam rangka persiapan proses kandidasi IB, saya duduk berbincang dengan para guru. Dari obrolan ringan itu muncul fakta yang membuat saya berhenti berpikir sebentar.
Sebagian besar siswa terbaik di sekolah ini, yang menjuarai matematika, fisika, kimia, meraih prestasi olimpiade, dan diterima di universitas kelas dunia, ternyata juga para penghafal Al-Qur'an. Ada yang hafal 3 Juz, 5 Juz, 10 juz, 20 juz, bahkan 30 juz. Fenomenanya bukan satu dua anak, melainkan pola yang berulang.
Cerita itu membuat ingatan saya kembali ke masa SMA di Padangpanjang. Dua puluh tahun lalu, anak-anak yang mendominasi ranking kelas, menguasai persamaan fisika, dan memecahkan soal olimpiade matematika, juga merupakan penyetor hafalan Qur'an yang serius.
Dulu saya menganggap hal itu kebetulan. Namun ketika pola serupa muncul di sekolah unggulan lain di Indonesia, pertanyaannya berubah. Apakah ada penjelasan ilmiah mengapa anak-anak yang kuat di STEM sering juga menjadi hafiz?
Penelitian neuroscience modern justru menjelaskan bahwa kemampuan matematika dan kemampuan menghafal Qur'an memiliki fondasi kognitif yang saling bertumpang tindih. Anak yang baik dalam matematika biasanya memiliki memori kerja kuat, daya tahan konsentrasi, dan kemampuan mengenali pola. Ternyata tiga kemampuan ini adalah mesin utama yang juga menggerakkan proses tahfiz.
Saat seseorang menghafal ayat, otak menyimpan urutan kata, nada, irama, dan pola rima. Proses pengulangan ini memperkuat koneksi saraf melalui mekanisme yang disebut long-term potentiation, yaitu penguatan sinaps neuron agar memori bertahan jangka panjang. Pola ini sama seperti ketika seorang pelajar mengerjakan rangkaian soal matematika, menahan rumus di kepala, dan memproses langkah-langkah perhitungan.
Al-Qur'an sendiri adalah teks yang sangat terstruktur. Ia memiliki rima, pengulangan kata, panjang ayat yang berirama, dan simetri linguistik. Bagi otak yang terbiasa membaca pola angka, pola ayat terasa mudah dipetakan. Inilah alasan mengapa para hafiz tidak hanya mengingat kata, tetapi juga posisi ayat di halaman, bahkan baris kiri atau kanan mushaf. Struktur semacam ini membuat Al-Qur'an lebih mudah dihafal dibanding teks non-ritmis.
Sejumlah penelitian mulai memotret fenomena ini secara ilmiah. Pada tahun 2018, Dr. Nor Raudhah Ismail dan timnya dari International Islamic University Malaysia melakukan penelitian berbasis MRI terhadap otak para penghafal Qur'an. Studi berjudul "Structural Neuroplasticity in Hafiz Students: A Voxel-Based Morphometry Analysis" menemukan bahwa volume hippocampus para hafiz lebih besar dibanding kelompok kontrol. Hippocampus adalah wilayah otak yang mengatur penyimpanan memori jangka panjang dan konsolidasi informasi. Studi tersebut juga menunjukkan peningkatan konektivitas di prefrontal cortex yang berfungsi untuk fokus dan problem solving.
Hasil serupa muncul dari Turki. Pada tahun 2019, penelitian oleh Prof. Ahmet Sari dari Istanbul University bertajuk "The Cognitive Effects of Tahfiz Training on Working Memory and Mathematical Reasoning" membandingkan siswa tahfiz dengan siswa reguler. Kelompok tahfiz menunjukkan skor lebih tinggi dalam working memory, kemampuan numerik, dan akurasi pemecahan masalah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tahfiz bukan hanya aktivitas spiritual, tetapi juga latihan kognitif yang meningkatkan fungsi eksekutif otak.
Di Mesir, Dr. Mohamed Abdelrahman dari Al-Azhar University melakukan studi longitudinal pada 2020 terhadap ratusan siswa penghafal Qur'an. Penelitiannya, "Qur'anic Memorization as Predictor of Academic Performance," menemukan korelasi signifikan antara intensitas hafalan dengan prestasi matematika dan sains. Semakin tinggi jumlah juz yang dihafal, semakin baik performa akademiknya. Menurut Abdelrahman, tahfiz memperkuat memori kerja, ketelitian, dan daya fokus, tiga faktor yang secara langsung mempengaruhi kemampuan STEM.
Jika ditarik lebih luas, hubungan ini ternyata bersifat dua arah. Bukan hanya anak pintar yang mudah menghafal Qur'an, tetapi kegiatan menghafal Qur'an juga membuat anak semakin pintar. Hafalan melatih otak agar terbiasa bekerja dalam kondisi penuh tekanan, memperbaiki kesalahan, dan menjaga stabilitas konsentrasi. Kebiasaan ini berperan pada ketahanan mental dan disiplin akademik.
Menghafal Qur'an adalah latihan otak yang menuntut kesabaran. Ada hari ketika hafalan lancar, ada hari ketika satu ayat tiba-tiba hilang dari kepala. Proses ini membentuk ketangguhan mental. Anak yang terbiasa mengulang hafalan selama berjam-jam umumnya tidak mudah menyerah ketika berhadapan dengan soal matematika panjang atau persamaan fisika yang berlapis-lapis.
Karena itulah, ketika guru-guru MAN IC Serpong bercerita bahwa hafiz di sekolah tersebut banyak yang diterima di kampus internasional, kita sebenarnya sedang melihat fenomena ilmiah, bukan kebetulan. Mereka memiliki modal kognitif yang kuat: memori yang terlatih, fokus yang tajam, pola berpikir terstruktur, dan disiplin yang konsisten.
Namun, masih ada anggapan di masyarakat bahwa program tahfiz akan mengganggu pelajaran akademik. Fakta ilmiah justru menyatakan sebaliknya. Hafalan adalah akselerator, bukan hambatan. Pesantren modern unggulan, sekolah Islam penuh prestasi, dan lembaga tahfiz internasional membuktikan bahwa semakin kuat tahfiz sebuah institusi, semakin baik performa akademiknya.
Sejarah juga memberi kesaksian serupa. Para ilmuwan besar dalam peradaban Islam, baik di bidang kedokteran, matematika, optik, maupun filsafat, hampir semuanya adalah penghafal Al-Qur'an. Mereka tidak pernah memisahkan agama dari sains. Hafalan mereka menjadi fondasi cara berpikir dan pembentukan karakter ilmiah.
Apa yang saya temukan di MAN IC Serpong hanyalah contoh terbaru dari mata rantai panjang itu. Para hafiz hari ini bukan hanya calon imam masjid atau guru ngaji, tetapi juga calon ilmuwan, insinyur, dokter, dan inovator. Jika bangsa ini ingin membangun generasi yang cerdas dan berkarakter, pendidikan tahfiz bukan sekadar tradisi, melainkan strategi intelektual.
Sains modern akhirnya membuktikan sesuatu yang mungkin sudah disadari umat Islam sejak lama: hafalan Al-Qur'an bukan hanya menerangi jiwa, tetapi juga menajamkan akal manusia.
Tonton juga Video: Wisata ke Museum Al Quran-Al Wahyu, Jejak Perjalanan Rasul di Gua Hira
(zap/zap)