Setahun Prabowo-Gibran untuk Transformasi Pesisir yang Digdaya
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Setahun Prabowo-Gibran untuk Transformasi Pesisir yang Digdaya

Sabtu, 01 Nov 2025 13:02 WIB
Doni Ismanto Darwin
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Komunikasi Publik
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
KKP
Foto: Dok. KKP
Jakarta -

Tak terasa setahun sudah perjalanan pemerintahan Prabowo-Gibran pada Oktober lalu. Di sektor kelautan dan perikanan, terasa ada paradigma baru dalam mengelola sumber daya alam dimana tidak hanya menjadi ruang hidup dan ruang produksi, tetapi sekaligus ruang kedaulatan bangsa.

Selama satu tahun terakhir, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah komando Menteri Sakti Wahyu Trenggono mengonsolidasikan berbagai program prioritas untuk memastikan laut Indonesia tidak lagi dieksploitasi tanpa kendali, melainkan dikelola dengan prinsip keberlanjutan.

Pendekatan ini menyentuh seluruh rantai nilai dari pengawasan sumber daya di hulu, penataan ruang laut sebagai instrumen tata kelola, pengembangan budidaya dan garam nasional sebagai penggerak ekonomi lokal, hingga pemberdayaan masyarakat pesisir melalui Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Semua langkah itu merupakan satu tarikan napas dari cita-cita besar Ekonomi Biru yang ingin menjadikan laut sebagai sumber kesejahteraan rakyat tanpa mengorbankan daya dukung ekologinya.

Pengawasan

Dari hulu, kerja pengawasan menjadi pondasi utama. Sepanjang 2025, Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) telah melakukan langkah-langkah nyata dalam melindungi aset negara di laut. Penertiban kapal ikan ilegal, rumpon tak berizin, hingga praktik destructive fishing berhasil mencegah potensi kerugian negara senilai Rp6,79 triliun.

ADVERTISEMENT

Capaian ini tidak berdiri sendiri. Di baliknya ada transformasi besar pada sistem pengawasan: dari pendekatan konvensional menjadi berbasis intelijen, teknologi, dan koordinasi lintas sektor. Laut kini tidak lagi dibiarkan terbuka tanpa kendali. Setiap meter persegi ruang laut mulai tertata, setiap aktivitas ekonomi di dalamnya diawasi agar tetap berada di jalur keberlanjutan.

Lebih dari sekadar menegakkan hukum, pengawasan laut kini menjadi cara negara mengembalikan rasa keadilan bagi nelayan kecil. Sebab selama ini, banyak wilayah perairan dikuasai oleh praktik penangkapan berlebihan yang justru merugikan nelayan tradisional. Dengan hadirnya pengawasan terukur dan penerapan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT), laut dikelola dengan sistem kuota yang proporsional, menjamin kelestarian stok ikan sekaligus membuka ruang pemerataan ekonomi di wilayah tangkap.

Budidaya

Sementara di sisi hilir, sektor perikanan budidaya menjadi motor penggerak baru ekonomi biru. Melalui modeling budidaya berbasis kawasan, KKP memperkuat produksi nasional dengan tetap menjaga keseimbangan ekologi.

Kawasan Budidaya Ikan Nila Salin (BINS) di Karawang, Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) di Kebumen, hingga Indonesian Shrimp Farming (ISF) di Sumba Timur menjadi contoh nyata bagaimana pembangunan dilakukan secara ilmiah, inklusif, dan berkelanjutan.

Setiap kawasan dirancang bukan hanya untuk meningkatkan volume produksi, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran, lapangan kerja baru, dan model industrialisasi perikanan yang ramah lingkungan. KKP menyiapkan seluruh tahapannya dengan cermat - mulai dari survei kelayakan teknis oleh pakar, penyusunan desain kawasan, penyelesaian dokumen lingkungan (AMDAL, KKPRL, KKPR), hingga sinkronisasi lintas kementerian agar seluruh rantai nilai dari hulu ke hilir saling menopang.

Dampaknya sudah mulai terasa. Nilai ekspor perikanan dari Januari hingga Agustus 2025 mencapai USD 3,99 miliar, meningkat 7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Produk unggulan seperti udang, tuna-cakalang, rajungan, cumi, dan rumput laut terus memperkuat posisi Indonesia di pasar global.

Bahkan, sistem jaminan mutu hasil perikanan Indonesia kini menjadi role model di ASEAN, dan Indonesia telah diakui sebagai Certifying Entity untuk ekspor udang ke Amerika Serikat, sebuah tonggak baru yang menegaskan daya saing global sektor ini.

Selain perikanan, KKP juga menghidupkan kembali satu sektor klasik yang selama ini luput dari perhatian yaitu garam nasional. Program Swasembada Garam menjadi bagian penting dari strategi ekonomi biru karena menyentuh langsung fondasi kemandirian pangan dan industri nasional.

Selama bertahun-tahun, Indonesia masih bergantung pada impor garam industri, sementara petambak lokal berjuang dengan produktivitas rendah dan infrastruktur terbatas. Kini, paradigma itu mulai berubah. Melalui pembangunan Sentra Industri Garam Nasional di Rote Ndao serta program revitalisasi tambak di sepanjang Pantura, KKP menargetkan peningkatan produksi garam lokal hingga 2,25 juta ton pada 2025, dengan proyeksi 63% kebutuhan nasional dapat dipenuhi dari dalam negeri.

Program ini juga menciptakan efek ganda bagi perekonomian pesisir, yakni lapangan kerja baru, infrastruktur tambak modern, dan nilai produksi sekitar Rp30,65 triliun untuk 1,18 juta ton produksi awal dari 20.000 hektare lahan. Di balik angka-angka itu, tersimpan visi besar: menjadikan garam bukan lagi komoditas pinggiran, melainkan simbol kedaulatan ekonomi laut Indonesia.

Tertata

Untuk memastikan seluruh aktivitas di laut berjalan selaras, KKP memperkuat fungsi penataan ruang laut (PRL) sebagai payung kebijakan yang mengatur keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan sosial. Sepanjang 2025, KKP telah memproses 1.105 laporan kesesuaian pemanfaatan ruang laut (KKPRL) dan memperkuat harmonisasi antara RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) dan RTRLN (Rencana Tata Ruang Laut Nasional).

Inisiatif ini memastikan bahwa pembangunan di laut tidak berjalan liar, tetapi mengikuti prinsip One Spatial Planning - satu peta, satu izin, satu kendali. Penataan ruang laut bukan sekadar urusan teknis, melainkan fondasi tata kelola yang modern: mengatur ruang ekonomi, menjaga daya dukung ekosistem, dan memberikan kepastian hukum bagi investor maupun masyarakat pesisir.

Dengan sistem yang semakin tertib, KKP juga menutup celah praktik pemanfaatan ruang laut ilegal, mulai dari penempatan kabel dan pipa bawah laut, reklamasi tanpa izin, hingga eksploitasi sumber daya yang tidak sesuai zonasi. Semua ini adalah bagian dari membangun laut yang tertata - karena ekonomi biru yang berkelanjutan hanya mungkin terwujud jika ruang lautnya diatur dengan adil dan transparan.

Pembangunan SDM

Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat penting untuk kemajuan sektor kelautan dan perikanan. Tak ayal, selama setahun terakhir KKP mengoptimalkan semua instrumen yang dipunya untuk mendongkrak kualitas SDM, melalui program sekolah vokasi, penyuluhan, pelatihan hingga sertifikasi kompetensi.

KKP mencatat, sekitar 16.029 orang telah mengikuti berbagai pelatihan untuk membangun startup dan wirausaha kelautan dan perikanan yang inovatif dan memiliki daya saing global. Kemudian program sertifikasi kompetensi menyasar 3.003 orang, yang berarti melampaui target hampir 200 persen dari target 1.510 orang. Hal ini menjadi bukti nyata komitmen KKP KP dalam memastikan setiap tenaga kerja di sektor KP memiliki standar keahlian yang diakui secara nasional dan internasional.

Dalam mendukung penguatan ekonomi lokal, KKP melalui penyuluh KP juga telah mendampingi 24.273 kelompok masyarakat. Sedangkan di bidang pendidikan vokasi, KKP menampung sebanyak 6.950 peserta didik. Sementara itu, dalam program Penangkapan Ikan Terukur, sebanyak 13.231 masyarakat dan 453 peserta didik vokasi dilatih untuk mendukung tata kelola perikanan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Sementara itu pada Program Budi daya Laut, Pesisir, dan Darat, sebanyak 1.049 masyarakat dilatih untuk mengembangkan budi daya modern yang produktif dan ramah lingkungan.

KNMP

Namun inti dari ekonomi biru sesungguhnya tidak hanya berada pada kebijakan, melainkan pada manusia pesisir yang menjadi pelaku utamanya. Di sinilah program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) memainkan peran penting.

Hingga Oktober 2025, pembangunan KNMP telah berjalan di 65 lokasi tahap pertama, dengan target 100 kampung selesai pada akhir tahun ini. Program ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi gerakan sosial dan ekonomi untuk membangun kemandirian nelayan dari bawah.

Di Kampung Nelayan Modern Samber Binyeri (Kalamo), Biak Numfor, hasilnya sudah tampak nyata. Pendapatan nelayan meningkat dua kali lipat - dari rata-rata Rp3 juta menjadi Rp6 juta per bulan, dengan pengiriman hasil tangkapan mencapai 199 ton senilai Rp3,36 miliar. Lapangan kerja juga meluas, dari 120 menjadi 195 orang. Lebih dari itu, Kalamo kini menjadi model bagi replikasi KNMP di seluruh Indonesia.

Fasilitas yang dibangun dalam program ini meliputi dermaga kapal, tempat pendaratan ikan, gudang pendingin, balai pelatihan, kios logistik, SPBN, IPAL, hingga ruang kuliner nelayan. Semua fasilitas dirancang dengan pendekatan partisipatif: masyarakat dilibatkan sejak tahap musyawarah, perencanaan, hingga pengelolaan. Mereka bukan penerima bantuan pasif, melainkan penggerak utama ekonomi lokal.

Setahun ini baru langkah awal. Masih banyak pekerjaan rumah yang menanti, mulai dari peningkatan kapasitas SDM pesisir, penguatan industri pengolahan, hingga pembiayaan inklusif untuk nelayan kecil. Tapi arah sudah benar. Jalan sudah terbuka.

Dan jika laut adalah cermin bangsa, maka ekonomi biru adalah upaya kita menjaga pantulannya agar tetap jernih yakni membangun Indonesia dari birunya samudra, demi merah putih yang sejahtera.

Doni Ismanto Darwin, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Komunikasi Publik

Simak juga Video 'Transformasi Kesejahteraan Sosial di Era Prabowo':

(akn/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads