Partisipasi pemilu sering kali dipahami sebagai kehadiran pemilih di tempat pemungutan suara. Naik turunnya partisipasi dihitung melalui surat suara sah dan tidak sah. KPU memperluas makna partisipasi sebagai wujud keterlibatan semua pihak dalam setiap tahapan pemilihan, kemudian mengukurnya melalui Indeks Partisipasi Pilkada (IPP).
Dengan mengumpulkan informasi lapangan dan menganalisis lebih dalam, indeks ini memetakan secara komprehensif proses penyelenggaraan Pilkada yang semakin matang. Pilkada bukan sekadar ajang pemilihan pemimpin lokal, tetapi juga bukti ketangguhan demokrasi Indonesia, yang masih mampu bertahan dan beradaptasi di tengah tekanan global.
Sebagai wujud akuntabilitas kinerja KPU, indeks ini menjadi ruang dokumentasi kolektif atas pengalaman, tantangan dan strategi yang dijalankan sepanjang penyelenggaraan Pilkada 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IPP berfungsi sebagai alat ukur empiris untuk melihat pergeseran dari konsepsi demokrasi elektoral yang sempit yakni fokus pada pemungutan suara menuju demokrasi partisipatoris yang lebih dalam, di mana keterlibatan warga di seluruh siklus pemilu menjadi esensial.
Cakupan partisipasi sebagai basis kualitas demokrasi lokal dikembangkan menggunakan lima variabel utama yaitu registrasi pemilih, pencalonan, kampanye, sosialisasi dan pendidikan pemilih serta kehadiran pemilih di hari pemungutan suara (voter turn out).
Penyusunan daftar pemilih tidak sekedar menjamin hak pilih termasuk kelompok minoritas, tetapi juga memasukkan partisipasi masyarakat dalam aplikasi cekdptonline serta tingkat koordinasi dengan lembaga terkait.
Pencalonan tidak hanya diukur dari representasi partai politik dengan jumlah pasangan calon tetapi mendalami ruang kontestasi serta keterlibatan calon perempuan ketika menjadi kandidat kepala daerah. Kampanye tidak sekedar menawarkan janji politik tetapi juga memeriksa ruang deliberasi yang inklusif serta dialektika antara pemilih dengan para calon pemimpinnya.
Variabel sosialisasi dan pendidikan pemilih melengkapi mosaik partisipasi yaitu mengukur sejauh mana inovasi penyelenggara pemilu dan keterlibatan pemilih baik yang tradisional maupun digital. Bagaimana penyelenggara pemilu membangun kemitraan yang lebih kontekstual dan responsif terhadap kebutuhan lokal.
Sementara kehadiran pemilih diukur dari penetapan lokasi pemungutan suara, pelayanan saat pemungutan suara dan tindak lanjut laporan masyarakat.
Indikator dalam setiap variabel dipastikan sesuai dengan kondisi empiris melalui Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pembobotan dan penentuan skor dilakukan dengan pemberian skala bagi setiap indikator sesuai dengan kontribusinya terhadap kualitas partisipasi Pilkada.
Indeks menghasilkan pemetaan partisipasi dalam tiga kategori. Partisipasi rendah mencerminkan kondisi involvement, yakni keterlibatan yang terbatas hanya pada sebagian kecil proses pemilu (skor≤60).
Partisipasi sedang menggambarkan bentuk engagement, yaitu keterlibatan lebih luas dalam sebagian besar tahapan pemilu (skor 60 s/d 77,5) dan partisipasi tinggi yang disebut participatory, di mana pemilih terlibat secara maksimal dalam keseluruhan proses pemilu (skor≥77,5).
Optimisme dan Tantangan
Secara nasional, IPP menunjukkan sebuah potret partisipasi yang konsisten, dengan skor rata-rata di tingkat provinsi (68,21), kabupaten (68,09), dan kota (68,81) yang ketiganya berada dalam kategori engagement. Level ini menandakan bahwa proses Pilkada berjalan pada tingkat yang cukup baik, di mana partisipasi publik masuk dalam ranah keterlibatan.
Pada tingkat pemilihan gubernur dan wakil gubernur, empat provinsi berada di tingkat participatory, dua provinsi berada di kategori involvement dan 31 provinsi lainnya berada di kategori engagement.
Pada tingkat pemilihan bupati dan wakil bupati, dari 415 kabupaten yang diukur, terdapat 19 kabupaten masuk kategori participatory, 361 kabupaten berada pada kategori engagement, dan 35 kabupaten berada di level involvement.
Sementara pada tingkat pemilihan walikota dan wakil walikota, menampilkan capaian yang paling baik dibandingkan tingkat provinsi dan kabupaten, Meski sama-sama berada dalam kategori engagement, IPP di level kota menunjukkan karakteristik partisipasi pemilih yang lebih konsisten.
Capaian ini menandakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam tahapan Pilkada berjalan cukup baik, meski belum sepenuhnya merata di semua dimensi.
Kekuatan utama yang menjadi tulang punggung Pilkada 2024 terletak pada variabel registrasi pemilih. Variabel ini secara konsisten menjadi salah satu capaian tertinggi di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Keberhasilan ini menjadi fondasi penting bagi legitimasi proses elektoral, terutama menfasilitasi hak pilih di seluruh negeri.
Namun, di balik fondasi administrasi yang cukup kuat, IPP 2024 secara tegas menunjukkan adanya dua tantangan fundamental yang sama berlakunya di semua tingkatan yaitu variabel pencalonan serta sosialisasi dan pendidikan pemilih yang secara konsisten menjadi yang terendah.
IPP mengungkap temuan penting berkaitan dengan aspek substantif dalam proses elektoral dan demokrasi yaitu kompetisi antar kandidat dan tingkat pemahaman pemilih yang perlu mendapatkan perhatian besar.
Meskipun masyarakat terlibat, keterlibatan tersebut belum sepenuhnya didukung oleh proses rekrutmen perwakilan politik dan program pendidikan pemilih yang efektif dan berkesinambungan. Keserentakan pemilu dan pilkada juga menjadi tantangan dalam melakukan penyebaran informasi secara mendalam dan spesifik dalam situasi tahapan yang berhimpitan.
Langkah Lanjut
Dalam rangka melakukan evaluasi sekaligus perbaikan regulasi pemilu kedepan, pemetaan yang dihasilkan oleh indeks ini dapat menjadi basis bagi peningkatan kualitas partisipasi. Setidaknya terdapat tiga upaya yang dilakukan, yaitu memperluas makna partisipasi dalam kerangka kebijakan penyelenggara pemilu, membangung ekosistem elektoral yang kolaboratif serta integrasi sistem penyelenggaraan dan partisipasi masyarakat.
Dalam hal memperluas demokrasi yang bermakna, ukuran partisipasi tidak berhenti pada seberapa banyak kegiatan dan program yang dilaksanakan, tetapi meningkatkan menjadi seberapa berkualitas program yang dikembangkan secara inovatif dan menunjang integritas pemerintahan.
Sementara membangun ekosistem elektoral dimulai dengan perluasan tanggung jawab pengelolaan urusan kepemiluan dari yang sekedar sama-sama kerja menjadi kerja bersama. Terdapat pembagian peran secara sistemik dengan keterlibatan multi pihak.
Dan untuk memperkuat sinergi tersebut, penyelenggara pemilu dan pemangku kepentingan mengembangkan sistem pelaksanaan, pengawasan dan pemantauan yang integratif. Sistem ini mencakup platform bersama yang saling terhubung untuk menjamin sinergi sehingga terbangun komunikasi yang solid, efisien dan mendukung kualitas demokrasi di masa mendatang.
Dengan demikian, harapannya kedepan partisipasi masyarakat dalam proses elektoral meningkat dari yang sifatnya prosedural menjadi lebih substansial dan bermakna.
M Afifuddin. Ketua KPU RI.
Tonton juga video "Penggugat Rp 125 T Minta Gibran-KPU Mundur Kalau Mau Damai" di sini:
(rdp/fjp)