Lama sudah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdiri sebagai raksasa ekonomi Indonesia, sebuah aset vital yang seharusnya menjadi pilar kemakmuran, namun tak jarang tersandung oleh masalah internal. Kini, dengan disahkannya perubahan Undang-Undang BUMN yang baru oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2 Oktober 2025, terasa hembusan angin segar yang menjanjikan sebuah era baru.
Regulasi baru ini bukan sekadar revisi minor; ia adalah sebuah cetak biru untuk transformasi mendalam yang membidik profesionalisme hakiki dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan milik negara. Inti dari perubahan struktural yang paling krusial adalah peralihan tongkat estafet pengelolaan dari Kementerian BUMN ke Badan Pengelola BUMN (BP BUMN). Ini adalah sebuah metamorfosis yang melampaui sekadar penggantian nama, melainkan upaya berani untuk mendefinisikan ulang peran dan mekanisme kerja BUMN secara fundamental.
Kelemahan Kementerian
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengelolaan BUMN di bawah naungan Kementerian BUMN kerap menuai kritik pedas. Praktik yang terjadi sering kali tidak sejalan dengan tuntutan dunia korporasi yang bergerak cepat dan efisien.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Struktur kementerian yang secara inheren hierarkis dan prosedural telah lama menjadi rem bagi pengambilan keputusan strategis. Proses yang seharusnya sigap, seperti penunjukan jajaran direksi dan komisaris, harus melalui labirin birokrasi, menyebabkan kelambanan yang merugikan. Selain itu, isu pemborosan anggaran dan inefisiensi operasional bukan lagi barang baru. Proyek-proyek strategis sering tersandung pada pembengkakan biaya dan keterlambatan penyelesaian, sebuah cerminan dari pengawasan yang tumpul.
Fokus Kementerian sering kali lebih dominan pada ranah administratif ketimbang manajerial murni. Ironisnya, beberapa BUMN yang memegang peran strategis dibiarkan merugi bertahun-tahun tanpa intervensi transformatif yang berarti. Yang paling mengkhawatirkan, dalam naungan Kementerian, kita melihat penempatan pejabat politik ke dalam posisi strategis membuka celah bagi intervensi politik dan konflik kepentingan, yang pada akhirnya mengaburkan orientasi sejati BUMN sebagai entitas bisnis dan pelayanan publik.
Harapan Baru BP BUMN
Pembentukan BP BUMN digagas sebagai sebuah terobosan untuk memutus mata rantai kelemahan tersebut. Entitas baru ini dirancang dengan satu misi utama: fokus murni pada pengelolaan aset dan kinerja BUMN secara profesional dan korporat.
BP BUMN diharapkan bergerak berdasarkan prinsip manajemen strategis dan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG), meninggalkan pendekatan administratif yang kaku. Ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan terukur. Lebih jauh, BP BUMN memiliki mandat untuk menekan inefisiensi melalui sistem pengawasan berbasis kinerja, bahkan melalui restrukturisasi dan konsolidasi BUMN yang tumpang tindih.
Adanya larangan tegas bagi Menteri dan Wakil Menteri untuk merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi (sebagai tindak lanjut Putusan MK) adalah tonggak penting. Kebijakan ini diharapkan menjadikan BP BUMN sebuah entitas yang bebas dari tekanan politik, fokus semata pada pencapaian tujuan bisnis dan kepentingan publik.
Tak kalah penting, pengembalian kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit pengelolaan keuangan BUMN merupakan langkah krusial. BPK, dengan independensi dan kapasitasnya, adalah jaminan untuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan BUMN yang objektif.
Menolak Sapi Perah
Transformasi struktural ini hanya akan berhasil jika diiringi dengan komitmen moral dan implementasi yang tegas. Kita tidak boleh membiarkan BUMN kembali jatuh ke dalam lubang yang sama: menjadi "sapi perah" bagi kepentingan politik atau golongan tertentu.
Praktik-praktik merusak seperti penempatan komisaris "titipan", proyek-proyek pesanan, atau pembagian dividen yang tidak proporsional, harus dihentikan secara permanen. BUMN harus dikembalikan ke hakikatnya sebagai entitas bisnis milik negara yang memberikan nilai tambah ekonomi dan pelayanan publik.
Selain perubahan struktural, aspek lain dalam UU baru ini juga patut diacungi jempol, seperti komitmen pada kesetaraan gender dalam jabatan direksi dan komisaris, merupakan langkah menuju meritokrasi yang inklusif. Penataan ulang Dewan Komisaris yang diisi oleh kalangan profesional juga menjanjikan kualitas pengawasan yang jauh lebih baik, didukung oleh pengaturan perpajakan yang lebih jelas untuk kepastian hukum.
Momentum Emas
Perubahan UU BUMN adalah momentum emas untuk memperbaiki tata kelola BUMN secara menyeluruh. Dengan pengelolaan yang lebih profesional melalui BP BUMN, pengawasan BPK yang independen, dan pelarangan rangkap jabatan bagi pejabat politik, harapan untuk melihat BUMN yang sehat, efisien, dan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat menjadi kian nyata.
Namun, keberhasilan sebuah undang-undang tidak terletak pada teksnya semata, melainkan pada implementasi yang konsisten dan pengawasan publik yang tiada henti. Hanya dengan komitmen total, BUMN dapat benar-benar menjadi pilar ekonomi yang kokoh dan berintegritas.
Seperti lengkingan lagu Wind of Change dari Scorpions yang mengiringi runtuhnya tembok Berlin, hendaknya angin perubahan pengelolaan BUMN tidak sekedar retorika, namun benar-benar membawa dampak kesejahteraan yang nyata bagi rakyat Indonesia.
Gunarwanto. Chartered accountant dan analis kebijakan publik, bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan.
Tulisan ini pendapat pribadi dan tidak mencerminkan pendapat institusi BPK.
Simak juga Video: DPR Sahkan RUU BUMN, Kementerian Jadi Badan Pengaturan BUMN