Reduksi Kompleksitas Masalah dengan Inisiatif Baru dan Stimulus Ekonomi
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Reduksi Kompleksitas Masalah dengan Inisiatif Baru dan Stimulus Ekonomi

Kamis, 02 Okt 2025 20:31 WIB
Bambang Soesatyo
Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan).
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Bamsoet
Foto: Istimewa
Jakarta -

Kompleksitas masalah yang mengemuka saat ini, patut direduksi dengan keberanian menempuh inisiatif baru dan stimulus ekonomi, untuk membangun harapan dan kepastian. Tanpa inisiatif dan stimulus yang solutif dan komprehensif, kehidupan bersama akan terus terombang-ambing oleh ragam persoalan yang nyata-nyata mengecewakan masyarakat.

Diakui atau tidak, di hadapan pemerintah dan segenap elemen masyarakat, saat ini terbentang persoalan multidimensional yang tidak bisa dan tidak boleh disederhanakan. Semua persoalan itu demikian kompleks. Ada yang lahir dan berkait dengan aspek moral serta etika berpolitik; aspek ekonomi dan efektivitas tata kelola kebutuhan masyarakat, aspek hukum yang menodai rasa keadilan, hingga sejumlah masalah sosial. Selain itu, fakta tentang pengingkaran sejumlah institusi negara pada tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) pun tak luput dari kecaman masyarakat. Demonstrasi skala besar dan aksi anarkis di berbagai kota pada bulan Agustus lalu sudah cukup jelas memberi gambaran tentang persoalan multidimensional dimaksud.

Residu Pemilu 2024, utamanya yang berkait dengan nir etika dan moral yang dipertontonkan sejumlah pihak sudah menjadi fakta yang selalu dan terus menyulut kecewa dan kemarahan. Dalam konteks ini, bising di ruang publik yang menyuarakan sejumlah tuntutan tampaknya akan berkepanjangan. Sementara itu, kemarahan terhadap praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang marak memunculkan agenda tuntutan publik tentang perampasan aset koruptor. Perilaku tamak dan hedonis sejumlah terduga koruptor dan oknum elit menjadi salah satu faktor yang menyulut agenda perampasan aset koruptor. Desakan publik agar agenda ini segera direalisasikan melalui undang-undang (UU) semakin kuat dari hari ke hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Publik juga tahu dan mencatat bahwa beberapa institusi negara tanpa malu-malu mengingkari Tupoksi-nya. Salah satu akibat dari pengingkaran itu adalah penegakan hukum yang tidak berkeadilan. Ekses lain dari pengingkaran itu adalah memburuknya kualitas layanan publik dari beberapa institusi negara, termasuk layanan terhadap ketersediaan beberapa komoditas kebutuhan masyarakat. Bahkan, hari-hari ini, publik mendesak agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tidak dikelola dengan baik dan benar agar segera diperbaiki. Agar ke depan tidak lagi menimbulkan masalah yang sangat serius.

Tentu saja masyarakat ingin agar gagasan dan keinginan kuat Presiden untuk mesejahterakan masyarakat dapat dijalankan dengan baik oleh para menterinya. Apalagi publik memahami bahwa perekonomian nasional sedang tidak baik-baik saja. Semua orang tahu bahwa kinerja ekonomi negara sedang melemah sejak setahun terakhir. Sehingga publik berharap para pembantu Presiden dapat bergerak cepat satu irama dalam menghadapi berbagai persoalan ekonomi yang hingga kini, belum terlihat adanya indikator pemulihan.

ADVERTISEMENT

Banyak pabrik berhenti berproduksi karena pasar dalam negeri dijejali produk impor ilegal yang dijual dengan harga dumping. Jutaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sudah bangkrut karena tidak dilindungi. Akibatnya, jumlah pengangguran terus bertambah. Gelembung pengangguran menyebabkan daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga melemah. Potensi masalah sosial akibat gelembung pengangguran adalah meningkatnya jumlah warga miskin.

Seperti itulah ringkasan persoalan multidimensional yang saat ini dihadapi pemerintah dan masyarakat. Peristiwa demonstrasi skala besar dan aksi anarkis pada Agustus 2025 lalu hendaknya membangun kesadaran semua pihak untuk segera menyikapi ragam masalah itu dengan bijaksana. Peristiwa yang mencerminkan kemarahan publik itu jangan sekali-kali disederhanakan. Sebaliknya, harus ditumbuhkan kemauan untuk merumuskan dan menempuh inisiatif-inisiatif baru sebagai upaya mengurai dan mencari jalan keluar agar bisa mereduksi persoalan multidimensional itu secara bertahap.

Pada aspek ekonomi bahkan tak hanya butuh inisiatif baru, melainkan juga perlu stimulus. Inisiatif-inisiatif baru dan stimulus ekonomi itu hendaknya solutif, komprehensif dan efektif. Inisiatif baru dan stimulus di sektor ekonomi idealnya mengarah pada upaya pemulihan produktivitas, peningkatan daya saing produk, penciptaan lapangan kerja, hingga rancangan kebijakan untuk memulihkan daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga.

Salah satu inisiatif dan stimulus ekonomi yang dapat memulihkan produktivitas dunia usaha adalah melindungi dan merawat pasar dalam negeri. Jumlah penduduk yang lebih dari 286 juta jiwa menjanjikan permintaan yang besar di pasar dalam negeri. Melindungi dalam arti tidak lagi menoleransi impor ilegal untuk beragam produk manufaktur, seperti halnya kasus 72.000 kontainer ilegal bermuatan tekstil yang masuk pasar Indonesia.

Kasus impor ilegal seperti itu merupakan kejahatan terhadap perekonomian dan dunia usaha nasional, termasuk jutaan UMKM di dalamnya. Industri dan Produsen barang manufaktur lokal tak mampu bersaing, karena produk impor ilegal itu dijual dengan harga dumping. Tak heran jika banyak pabrik lokal dan jutaan UMKM bangkrut. dan harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga menciptakan gelembung pengangguran.

Akhir-akhir ini, setidaknya ada dua inisiatif baru yang sudah mendapat publikasi luas. Pertama, inisiatif Kementerian Pertanian tentang program hilirisasi komoditas prioritas di sektor perkebunan. Pemerintah sudah mengalokasi anggaran Rp 9,95 triliun. Kedua, kebijaksanaan Menteri Keuangan memperkuat likuiditas perbankan dengan menarik dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) pada pekan kedua September 2025. Dana sebesar itu disalurkan ke lima bank pemerintah. Rinciannya, Bank Mandiri, BNI dan BRI masing-masing Rp 55 triliun, BTN Rp 25 triliun, dan BSI Rp 10 triliun.

Dua inisiatif ini solutif dan relevan untuk mereduksi kompleksitas persoalan sekarang. Tantangannya adalah koordinasi lintas sektor. Hilirisasi komoditas sektor perkebunan tentu melibatkan banyak komunitas petani. Kendati komunitas petani mendapat bantuan bibit dari pemerintah, mereka tetap butuh dukungan pembiayaan dengan bunga yang ringan untuk keperluan lainnya. Dengan likuiditas yang mumpuni, perbankan diharapkan memberi dukungan kepada komunitas petani. Dengan begitu, penguatan likuiditas perbankan memberi manfaat juga bagi komunitas petani. Apalagi, program hilirisasi ini dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru.

Sebagaimana diketahui, penguatan likuiditas perbankan dilakukan saat sektor riil sedang mengalami kelesuan akibat melemahnya permintaan dan konsumsi di pasar dalam negeri. Indikatornya adalah lambannya penyaluran kredit perbankan akhir-akhir ini. Penyaluran kredit perbankan sepanjang paruh pertama tahun ini terbilang lesu, hanya tumbuh 7,77 persen per Juni 2025, turun dibandingkan Mei yang sempat tumbuh 8,43 persen. BI menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini delapan hingga 11 persen.

Sebaliknya, pertumbuhan dana pihak ketiga mencapai 6,96 persen pada Juni. Karena penyerapan kredit lemah, perbankan terdorong menempatkan dana pada surat-surat berharga. Tak mengherankan jika perbankan tak mampu menampung dana sebanyak Rp 200 itu, dan hanya bisa menyerap Rp 7 triliun. Maka, efektivitas penguatan likuiditas perbankan itu idealnya segera ditindaklanjuti dengan koordinasi lintas sektor; antara perbankan atau lembaga keuangan lainnya dengan semua subsektor. Tentu saja termasuk di dalamnya adalah program hilirisasi komoditas sektor perkebunan yang diinisiasi Kementerian Pertanian.

Koordinasi lintas sektor perlu memberi perhatian ekstra bagi sejumlah sub-sektor yang handal sebagai produsen ragam produk manufaktur. Diperlukan stimulus untuk menggairahkan kembali industri manufaktur lokal. Selain produknya mampu memenuhi permintaan pasar dalam negeri, industri manufaktur lokal yang produktif sudah terbukti mampu menciptakan jutaan lapangan kerja.

Maka, agar penguatan likuiditas perbankan itu dapat segera dimanfaatkan sektor riil lokal, negara harus memberi jaminan tentang penerapan prinsip keadilan di pasar dalam negeri. Negara harus tegas menolak impor ilegal bagi produk manufaktur dari negara mana pun. Dalam konteks ini, lagi-lagi jalan keluarnya adalah koordinasi lintas sektor. Industri manufaktur lokal bisa segera pulih jika tidak ada lagi pembiaran terhadap praktik impor ilegal yang menjejali pasar dalam negeri dengan ragam produk yang dijual melalui praktik dumping.

Sementara itu, perang terhadap KKN harus berlanjut. Demikian pula dengan upaya dan kajian berkelanjutan untuk mendapatkan rumusan atau formula efek jera yang efektif. Sejatinya, semua elemen masyarakat pasti sepakat dengan agenda perampasan aset koruptor. Namun, jangan lupa bahwa pelaksanaan UU yang tidak dipersiapkan dengan matang dan bijak berpotensi melahirkan masalah lain yang tak kalah peliknya. Itulah tantangan dari UU Perampasan aset koruptor, yakni potensi penyalahgunaan wewenang oleh pelaksana UU. Bagaimanapun, UU dimaksud pada waktunya harus disahkan, setelah pemerintah dan masyarakat yakin telah memiliki institusi pelaksana UU Perampasan Aset yang kredibel.

Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan).

Tonton juga video "OECD Ramal Ekonomi RI 4,9 Persen, Airlangga Bilang Begini" di sini:

(akn/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads