Ketika berbicara tentang cinta Tanah Air, bayangan kita sering tertuju pada pasukan yang menjaga perbatasan atau diplomat yang berjuang di meja perundingan.
Namun ada wujud lain dari patriotisme yang sering luput dari sorotan adalah bagaimana negara hadir untuk memberdayakan rakyatnya di garis terdepan Indonesia yakni masyarakat pesisir. Dari situlah lahir Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) sebuah program yang menjadikan pemberdayaan nelayan sebagai gerakan kebangsaan.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai sepanjang 108 ribu kilometer, rumah bagi 60 persen penduduk yang tinggal di kawasan pesisir. Mereka berpotensi menyumbang 54 persen protein hewani nasional dari ikan, sekaligus 10 persen komoditas perikanan dunia.
Namun ironisnya, kampung nelayan kerap identik dengan kemiskinan, keterbatasan fasilitas, dan kerentanan bencana.
Presiden Prabowo Subianto ingin KNMP hadir untuk mengubah stereotip itu dari kampung kumuh menjadi pusat produktivitas, kemandirian, dan kebanggaan bangsa.
Rekayasa Sosial
Kekuatan KNMP terletak pada konsep rekayasa sosial (social engineering). Program ini tidak berhenti pada pembangunan fisik, melainkan mengubah perilaku ekonomi dan sosial masyarakat nelayan.
Di setiap lokasi, mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai nelayan atau pembudidaya ikan (>80%) didorong untuk berorganisasi dalam Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
Koperasi ini bukan sekadar lembaga ekonomi formal, melainkan pusat aktivitas kolektif yang mengelola dermaga, SPBUN, pabrik es, cold storage, hingga sentra kuliner. Dengan model ini, keuntungan tidak lagi mengalir ke tengkulak atau pihak luar, melainkan berputar di dalam komunitas.
Infrastruktur modern yang dibangun mulai dari tambatan kapal, gudang beku, hingga bale nelayan tidak hanya memperkuat rantai produksi, tetapi juga menghidupkan ruang sosial baru. Di Samber Binyeri, Papua, lokasi modelling dari kampung nelayan modern yang digagas Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dermaga hasil program ini bahkan pernah menjadi tempat upacara 17 Agustus, simbol bahwa kampung nelayan bisa menjadi pusat kebangsaan.
Hasilnya terasa nyata. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan setelah intervensi melalui program Kampung Nelayan Modern, pendapatan nelayan melonjak dari Rp 3 juta menjadi Rp 6 juta per bulan, produktivitas naik dari 6,1 ton menjadi 6,25 ton per perahu per tahun, dan jumlah lapangan kerja meningkat dari 120 menjadi 195 orang, di Samber Binyeri.
Bahkan jenis pekerjaan baru muncul di sektor kuliner, logistik, hingga ekowisata bahari. Kampung nelayan yang tadinya sepi aktivitas kini hidup dengan geliat ekonomi yang berlapis.
Jaminan Keberlanjutan
Belajar dari suksesnya Kampung Nelayan Modern Samber Binyeri, satu hal penting adalah jaminan keberlanjutan. Program ini tidak berhenti sebagai proyek sesaat, melainkan didesain agar menjadi gerakan jangka panjang. Ada tiga lapisan yang membuatnya kokoh.
Pertama, koperasi sebagai pengelola aset. Semua fasilitas produksi-dari cold storage, pabrik es, hingga kios logistik-dikelola oleh koperasi nelayan. Contoh paling konkrit adalah Koperasi Produsen Samber Binyeri Maju yang mampu mengirim lebih dari 183 ton ikan ke pasar besar di Semarang, Surabaya, dan Bitung hanya dalam setahun.
Ini bukti bahwa koperasi nelayan bisa bertransformasi menjadi pelaku bisnis modern tanpa meninggalkan nilai gotong royong.
Kedua, efek tipping point. Teori sosial menyebut, jika 10 persen populasi mengadopsi perilaku baru, maka mayoritas akan ikut berubah. KKP menghitung, dengan 1.300 desa nelayan berpotensi, cukup 130 kampung yang berhasil ditransformasi untuk memicu perubahan di seluruh pesisir Indonesia.
KNMP dengan target ribuan lokasi dalam jangka menengah dirancang untuk mencapai titik kritis itu, menjadikannya gerakan nasional, bukan proyek lokal.
Ketiga, integrasi dengan Indeks Desa Membangun (IDM). KNMP dihubungkan dengan indikator ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi desa. Dengan begitu, keberhasilan program tidak hanya diukur dari bangunan yang berdiri, tetapi juga dari meningkatnya daya tahan masyarakat menghadapi krisis iklim, bencana pesisir, maupun fluktuasi ekonomi.
Transparansi
Patriotisme dalam KNMP tidak hanya diwujudkan lewat semangat membangun, tetapi juga lewat kesungguhan menjaga integritas pelaksanaan. Ini penting, sebab program sebesar ini dibiayai oleh APBN dengan nilai Rp 1,34 triliun pada tahap pertama untuk membangun 65 KNMP.
Untuk memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat, KKP menerapkan sistem pengawasan berlapis. Tidak hanya ada konsultan pengawas dan tim pengawas lapangan, tetapi juga melibatkan Kejaksaan Agung (Jamintel) sebagai lembaga penegak hukum.
Ini langkah progresif yang menunjukkan bahwa pembangunan pesisir tidak boleh jadi ruang abu-abu bagi penyimpangan anggaran.
Lebih jauh, KKP mewajibkan pemasangan CCTV di setiap lokasi pembangunan. Kamera ini terkoneksi secara real time ke pusat monitoring sehingga progres proyek bisa dipantau langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
Transparansi semacam ini bukan hanya langkah teknis, melainkan pesan politik yang kuat bahwa KNMP adalah program yang diawasi publik, tidak boleh ada yang bermain-main.
Selain itu, KKP juga menggandeng media untuk ikut mengawal pembangunan. Dengan begitu, pengawasan tidak berhenti di internal pemerintah, tetapi melibatkan mata publik. Bagi masyarakat pesisir, ini adalah jaminan tambahan bahwa program benar-benar untuk mereka, bukan untuk kepentingan segelintir pihak.
Patriotisme
Survei cepat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pada September 2025 mencatat, 84 persen nelayan menilai KNMP bermanfaat, meski mereka berharap sosialisasi lebih diperluas.
Harapan itu wajar, sebab KNMP bukan sekadar proyek pemerintah, tetapi jalan untuk memerdekakan nelayan dari kemiskinan, memberi akses teknologi, pasar, dan ruang hidup yang layak.
Dengan KNMP, kampung nelayan bukan lagi sekadar lokasi produksi ikan, tetapi pusat pertumbuhan ekonomi lokal, ruang kebangsaan, dan benteng kedaulatan pangan laut Indonesia.
Ketika dermaga nelayan menjadi tempat upacara kemerdekaan, ketika koperasi nelayan mengirim ikan ke pasar nasional, ketika anak-anak nelayan tumbuh dengan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, di situlah Merah Putih berkibar dengan cara yang paling membumi.
Patriotisme tidak lagi hanya soal simbol di tiang bendera, tetapi hadir nyata dalam keseharian rakyat pesisir yang berdaulat atas lautnya sendiri. Dan itulah makna terdalam dari Kampung Nelayan Merah Putih, cara modern, strategis, dan penuh cinta Tanah Air untuk membangun Indonesia dari tepi lautnya.
Doni Ismanto Darwin, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Komunikasi Publik
Tonton juga video "Walkot Gorontalo Cekcok dengan Ormas gegara Proyek Kampung Nelayan" di sini:
(akd/akd)