Negara-negara besar di Eropa, seperti Inggris dan Prancis adalah perancang Timur Tengah modern setelah Perang Dunia I. Dalam hal ini, runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah menandai tonggak awal bagi berdirinya negara Israel pada tahun 1948. Sejak saat itu, negara-negara Eropa menjadikan keamanan Israel sebagai prioritas dan kebijakan utama mereka di Timur Tengah.
Dalam perjalanannya, Eropa menjadi pendukung utama Israel. Mereka memberikan dukungan apa pun kepada Israel mulai dari politik, diplomatik, ekonomi, dan militer. Meskipun Israel terus-menerus melanggar prinsip-prinsip dasar hukum internasional, Eropa tetap mempertahankan kebijakan pro-Israel mereka dengan gigih. Memang terkadang negara-negara Eropa ini berbeda sikap dengan Amerika Serikat dalam menyikapi konflik di Palestina, tetapi masih saja tidak ada tindakan serius terhadap Israel.
Dalam dua tahu terakhir Eropa masih pada sikap yang sama, acuh dan tidak peduli meskipun kekejaman dan genosida Israel terus terjadi di jalur Gaza. Bahkan Eropa menyediakan amunisi dan senjata kepada Israel untuk digunakan melawan warga Palestina yang tidak bersalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pada paruh kedua tahun 2025, kekuatan-kekuatan Eropa terkemuka ini telah memutuskan untuk berbalik arah, mengkritik kekejaman Israel dan sebagian besar dari mereka telah memutuskan untuk mengakui Negara Palestina.
Pergulatan Politik Domestik
Jika dilacak, maka setidaknya ada beberapa alasan utama di balik perubahan kebijakan negara-negara Eropa mendukung Palestina. Pertama, perubahan kebijakan pemerintah Eropa didorong oleh tekanan politik domestik. Belakangan ini kekuatan massa yang besar di negara-negara Eropa terus menyuarakan penolakan terhadap genosida yang sedang berlangsung di Gaza.
Berbagai aksi masa menyatakan penolakan keras terhadap dukungan pemerintah negaranya terhadap tindakan Israel. Gerakan ini kemudian merambah ke level elit, banyak politisi Eropa mewakili suara rakyat mereka di parlemen dan platform politik lain.
Akhirnya, pemerintah Eropa, yang tidak mampu menyembunyikan kekejaman dan tindakan ilegal Israel, terpaksa goyah.
Alasan kedua adalah meningkatnya sentimen anti-Israel di negara-negara Eropa. Sebagaimana dibuktikan oleh pemungutan suara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, hampir seluruh dunia menentang Israel.
Selain AS dan Israel, hanya beberapa negara kecil di Oseania dan segelintir sekutu Israel yang menentang rakyat Palestina. Mayoritas negara memberikan suara mereka mendukung Palestina, sementara beberapa tetap abstain.
Dengan demikian, koalisi kemanusiaan global melawan genosida dan pelaku genosida semakin kuat dan efektif. Momentum ini telah mengubah kebijakan kekuatan-kekuatan Eropa. Mereka tidak ingin tetap terisolasi dari komunitas internasional.
Alasan lainnya adalah agresi Israel terhadap negara-negara Timur Tengah seperti Yaman, Lebanon, Suriah, dan Iran. Khususnya, serangan Israel terhadap ibu kota Qatar, Doha, telah mengubah kebijakan dan perhitungan sebagian besar negara di kawasan dan dunia secara drastis. Dunia tahu bahwa masalahnya bukanlah Hamas, melainkan kebijakan Israel yang agresif dan ekspansionis di kawasan tersebut.
Tidak ada negara Barat, termasuk pemerintah AS, yang dapat menjelaskan atau membenarkan serangan Israel terhadap Doha, pangkalan militer Amerika terbesar di Timur Tengah dan juga salah satu sekutu terdekat Amerika di kawasan tersebut.
Serangan Israel ke Doha telah mengubah kebijakan kekuatan Eropa terhadap Israel, memaksa mereka untuk menghentikan dukungan mereka terhadap Israel. Mereka bahkan telah memutuskan untuk mengambil beberapa langkah tegas terhadap Tel Aviv. Dengan kata lain, mereka ingin menghentikan ekspansionisme regional Israel.
Pengakuan Saja Tidak Cukup
Alasan lain adalah ketidakefektifan pengakuan diplomatik. Negara-negara Eropa sengaja menunggu kehancuran total dan pemusnahan Jalur Gaza. Israel akan mende-Palestina-kan Palestina. Pengakuan setelah kehancuran total tidak berarti apa-apa. Negara-negara Eropa sangat menyadari bahwa keputusan mereka tidak akan mengubah kondisi di lapangan.
Mereka tahu betul bahwa jika Israel melanjutkan genosida di Palestina, tak lama lagi Palestina akan lenyap dan tak akan ada lagi warga Palestina yang hidup. Semua kota di Gaza telah dihancurkan oleh Israel; tak ada kota yang tersisa.
Jika Eropa sungguh-sungguh dalam perubahan kebijakan mereka terhadap genosida Gaza, mereka harus mengambil beberapa langkah efektif yang dapat menghentikan genosida yang dilakukan oleh Israel. Di satu sisi, beberapa negara Eropa mengajukan persyaratan untuk pengakuan mereka terhadap negara Palestina.
Sementara itu, di sisi lain, mereka tidak secara tegas menyatakan pengakuan mereka terhadap negara Palestina dalam batas-batas tahun 1967. Mereka hanya akan mengakui negara Palestina yang artifisial, yang tidak akan menyelesaikan penderitaan rakyat Palestina.
Secara keseluruhan, banyak dinamika internal dan eksternal telah mempengaruhi perubahan kebijakan pemerintah-pemerintah besar Eropa terhadap agresi Israel di Timur Tengah, terutama terhadap genosida Gaza.
Dengan kata lain, pengakuan diplomatik terhadap negara Palestina merupakan reaksi terhadap politik nyata, alih-alih kepentingan kemanusiaan. Tampaknya jika negara-negara anggota Uni Eropa tidak mengambil langkah-langkah efektif melawan genosida di Gaza, persatuan benua Eropa dapat rusak parah.
Ahmad Munji. Pengamat politik Timur Tengah. Doktor alumni Universitas Marmara, Turki.
(rdp/imk)