Transformasi Polri dan Kepercayaan Publik
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Transformasi Polri dan Kepercayaan Publik

Senin, 29 Sep 2025 16:07 WIB
Endang Tirtana
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Endang Tirtana (dok.istimewa)
Foto: Endang Tirtana (dok.istimewa)
Jakarta -

Tuntutan terhadap reformasi Polri kian menggema dalam ruang diskursus publik. Sorotan tajam ditujukan kepada Polri atas berbagai kasus yang belakangan semakin lantang disuarakan publik.

Polri diharapkan berani menjalankan transformasi struktural maupun kultural secara mendalam dan menyeluruh. Ekspektasi besar agar Korps Bhayangkara berbenah secara serius dari dalam, tidak sekadar lip service.

Publik juga menuntut perubahan yang menyentuh akar persoalan, agar Polri benar-benar berkinerja sebagai institusi modern yang profesional, transparan, dan humanis, sebagaimana jargon Polri Presisi yang selama ini digaungkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merespons desakan publik tersebut, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo resmi membentuk tim transformasi reformasi Polri melalui Surat Perintah Nomor Sprin/2749/IX/2025 tertanggal 17 September 2025. Tim beranggotakan 52 anggota internal Polri ini dipimpin oleh Komjen Pol Chryshnanda Dwilaksana, Kalemdiklat Polri, yang memperoleh mandat mengevaluasi, merumuskan, dan mengawal pembenahan kelembagaan Polri dari dalam. Pembentukan tim transformasi ini menjadi sinyal kuat bahwa Polri ingin menata dirinya dari dalam secara akseleratif.

Tentu, langkah progresif ini harus diapresiasi sebagai gerak cepat dan komitmen Polri untuk memperbaiki kinerja dan citra institusi. Kendati demikian, keberadaan tim transformasi ini tetap harus mampu menyerap kritik publik agar arah pembenahan lebih tepat sasaran. Oleh karena itu, pembentukan tim internal sebagai peluang untuk membuktikan keseriusannya, sekaligus peluang bagi publik untuk melihat perubahan nyata reformasi Polri.

ADVERTISEMENT

Kolaborasi

Untuk memahami arah reformasi dan transformasi Polri, menarik bila membandingkannya dengan praktik terbaik dari negara lain. Pelajaran ini dapat dipetik dari Kepolisian Norwegia yang mengembangkan Model Nordik sebagai kerangka kerja kepolisian dalam menjalan tugas. Upaya ini mampu secara konsisten meningkatkan kepercayaan publik terhadap kepolisian hingga di atas 80 persen.

Model Nordik menekankan pentingnya kerja sama tiga pihak, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, dalam menciptakan keseimbangan dan keadilan bagi masyarakat luas. Tripartite collaboration ini membuktikan bahwa kepercayaan publik tumbuh ketika semua elemen bergerak menuju tujuan bersama. Hal ini semakin diperkuat oleh fondasi keadilan sosial, distribusi pendapatan yang layak, serta budaya saling percaya yang tinggi antara negara, aparat, dan masyarakat.

Indonesia memang memiliki realitas sosial dan politik yang berbeda, namun memiliki prinsip yang sama yaitu reformasi Polri tidak akan berhasil tanpa kolaborasi. Polri membutuhkan dukungan pemerintah sebagai penentu kebijakan, kemitraan dengan masyarakat sebagai pihak yang dilayani, serta kerjasama dengan sektor strategis lainnya untuk membangun tata kelola kepolisian yang modern.

Maka, transformasi internal yang tengah diupayakan tim transformasi ini harus menjadi gerbang bagi Polri untuk membangun pola kerja kolaboratif yang lebih luas karena Polri tidak berdiri sendiri.

Perbandingan ini penting untuk melihat bagaimana transformasi Polri seharusnya diarahkan untuk meningkatkan kepercayaan publik secara luas. Sebab, kepercayaan publik tidak bisa dibangun dengan mantalitas silo, tetapi melalui kolaborasi yang disertai konsistensi kebijakan, transparansi, dan keberanian menyentuh isu-isu fundamental di internal Polri. Selain itu, pembentukan tim transformasi harus mampu melahirkan perubahan kultural yang nyata misalnya perbaikan sistem rekrutmen, transparansi dan partisipasi publik, penegakan hukum secara berkeadilan, hingga budaya pelayanan publik yang humanis, sehingga Polri berpeluang besar mengikuti jejak kepolisian di negara-negara dengan standar tinggi.

Di sisi lain, apa yang dilakukan oleh Kapolri saat ini dapat dipahami sebagai langkah unfreeze, sebagaimana konsep perubahan organisasi (Kurt Lewin,1948). Tahap ini adalah upaya mengidentifikasi persoalan, membongkar status quo dan menyiapkan kesadaran baru bahwa Polri harus bertransformasi. Namun, perjalanan perubahan ini tidak cukup berhenti pada tahap ini. Fase berikutnya, movement yang menuntut implementasi dan bukti nyata di tengah tantangan internal dan eksternal yang kerap menghadapi resistensi.

Pada tahap akhir, menjalankan refreeze dengan mengokohkan perubahan agar melekat permanen dalam kultur organisasi. Proses ini harus disertai enkulturasi secara konsisten diseluruh struktur organisasi dan anggota Polri. Karena itu, Polri membutuhkan kerja kolaboratif sebagai kerangka kerja dalam membangun perubahan organisasi Polri secara menyeluruh.

Kepercayaan Publik

Di tengah kritik dan skeptisisme publik yang cukup kuat, ada satu hal penting yang perlu menjadi atensi bersama, bahwa dukungan publik terhadap Polri tetap menjadi kebutuhan krusial. Sebuah institusi sebesar Polri tidak akan bisa berbenah tanpa ruang untuk melakukan koreksi internal.

Publik tentu berhak mengkritik, akan tetapi kritik itu harus disertai dengan kesempatan bagi Polri untuk memperbaiki diri dengan memberi ruang untuk melakukan refleksi, evaluasi, akselerasi, dan transformasi. Kritik publik harus menjadi asupan yang konstruktif bagi Polri untuk bergerak secara progresif. Memberi kesempatan pada Polri untuk memperbaiki diri bukan berarti kita sedang menutup mata, melainkan membuka peluang agar koreksi internal berjalan dengan baik sesuai dengan harapan publik.

Lalu, kemana arah transformasi Polri akan berjalan? Jawabannya ada di tangan kita bersama. Polri telah menunjukkan komitmennya dengan bergerak cepat membentuk tim transformasi. Di sisi lain, publik juga berhak menagih hasil konkret agar arah transformasi Polri berjalan dari hulu ke hilir, dari akar hingga pucuk.

Maka, jalan tengahnya adalah memberi dukungan agar tim transformasi Polri dapat bekerja secara optimal, sembari terus mengawal agar hasilnya benar-benar kita rasakan bersama. Karena sejatinya Polri adalah milik kita bersama.

Transformasi Polri merupakan sebuah keniscayaan. Jalan yang ditempuh memang panjang nan terjal, bahkan tak jarang memunculkan rasa pesimis. Namun, di balik tantangan itu terdapat peluang besar untuk melahirkan kepolisian yang lebih profesional, humanis, dan berintegritas sesuai dengan asas Polri Presisi.

Keberanian Polri membuka diri, dorongan publik untuk terus mengawal, dan kesediaan semua pihak memberi dukungan agar perubahan benar-benar mengakar sangat menentukan langkah Polri ke depan. Transformasi Polri dapat berhasil ketika kritik publik berpadu dengan tekad institusi untuk terus berbenah, dan diperkuat oleh dukungan nyata seluruh elemen bangsa. Di titik ini marwah kepolisian akan dapat kembali tegak, dan kepercayaan tinggi masyarakat akan terwujud.

Dr Endang Tirtana, Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tonton juga video "Presiden dan Kapolri Bentuk Tim Reformasi Polri, Apa Urgensinya?" di sini:

(idn/idn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads