Kolom

Perbaikan Terfokus, Bukan Disetop: Jalan Bijak untuk Program MBG

Trubus Rahardiansah - detikNews
Senin, 22 Sep 2025 11:23 WIB
Foto: Trubus Rahardiansah (Dok Istimewa)
Jakarta -

Wacana penghentian sementara Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencuat di media sosial beberapa hari terakhir seharusnya menjadi alarm bagi para pengambil kebijakan, tetapi bukan alasan untuk menarik rem. Menghentikan program secara menyeluruh akan menjadi langkah mundur yang merugikan jutaan anak dan keluarga yang telah bergantung pada akses gizi dari program ini.

Saya melihat program MBG merupakan salah satu intervensi sosial paling progresif yang pernah dilakukan pemerintah. Tujuannya bukan sekadar memberikan makanan gratis, melainkan menjamin hak dasar warga negara atas gizi yang layak, sebuah investasi jangka panjang pada kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Program MBG memang masih memerlukan banyak penyempurnaan dalam hal kontrol kualitas dan keamanan pangan, itu fakta yang tidak bisa kita pungkiri. Namun, wacana untuk menghentikan sementara seluruh program adalah sebuah langkah mundur. Ini sama saja dengan menghilangkan akses pangan bergizi bagi jutaan anak dan keluarga yang membutuhkan.

Benar bahwa kasus keracunan makanan di beberapa daerah adalah sinyal serius tentang lemahnya kontrol kualitas dan keamanan pangan di sebagian unit pelaksana. Ini tidak bisa diabaikan.

Namun, menjadikan insiden tersebut sebagai dalih untuk menghentikan program nasional sama artinya dengan mematikan akses pangan bergizi bagi seluruh penerima manfaat, termasuk mereka yang tidak terdampak masalah kualitas.

Pendekatan reaktif seperti ini berpotensi mengorbankan momentum besar yang sudah terbangun dalam beberapa bulan terakhir. Banyak unit SPPG yang sudah sesuai dengan standar dan menyajikan makanan yang layak, bergizi, dan disukai anak.

Perbaikan Terfokus: Jalan Tengah yang Bijaksana

Solusi yang lebih konstruktif adalah mengidentifikasi unit-unit SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang standar keamanan dan higienitas makanannya belum memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh BGN (Badan Gizi Nasional). Unit-unit inilah yang seharusnya dihentikan sementara untuk menjalani perbaikan intensif dalam hal penanganan makanan.

Sementara itu, unit yang telah memenuhi standar higienitas dan keamanan seharusnya tetap berjalan. Pendekatan ini memastikan kontinuitas program bagi masyarakat dan perbaikan yang terukur di lapangan.

Dengan pendekatan ini, program MBG dapat terus berjalan sambil melakukan perbaikan secara bertahap pada aspek keamanan pangan.

Hal ini lebih adil bagi masyarakat yang sudah merasakan manfaat dari program ini dan juga memberikan kesempatan bagi unit yang belum memenuhi standar untuk berbenah tanpa mengorbankan keseluruhan program.

Usulan ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi para pengambil kebijakan agar tidak terburu-buru dalam memutuskan kelanjutan program MBG.

Perbaikan yang terfokus pada aspek keamanan pangan dan terukur diyakini akan lebih efektif dalam jangka panjang dibandingkan penghentian total yang bersifat reaktif terhadap kasus keracunan yang terjadi.

Dengan model ini, pemerintah juga mengirimkan pesan bahwa masalah direspons dengan serius, tetapi tidak mengorbankan hak jutaan penerima manfaat.

Membangun Sistem Keamanan Pangan yang Lebih Kokoh

Wacana penghentian total sebaiknya digantikan dengan agenda perbaikan sistemik. Pemerintah bisa memperkuat:

Standar operasional penanganan makanan, termasuk pelatihan ulang petugas SPPG.
Pengawasan berbasis data, memanfaatkan teknologi untuk memantau distribusi dan kualitas bahan pangan secara real-time.

Kolaborasi lintas lembaga dengan dinas kesehatan, BPOM, dan pemerintah daerah untuk mempercepat audit dan sertifikasi keamanan pangan.
Dengan langkah ini, kasus keracunan bisa dicegah, sementara program tetap memberikan manfaat sosial-ekonomi yang signifikan.

Program MBG sesungguhnya adalah kebijakan yang berproses, bersifat dinamis, dan berkelanjutan untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Namun program MBG baru bersifat rintisan yang membutuhkan waktu untuk berproses menuju sempurna. Ada banyak tantangan di masyarakat karena sebagian besar publik belum memahami dibalik implementasi kebijakan MBG memiliki sejumlah manfaat dan nilai, seperti gotong royong, persatuan dan kesatuan, serta memperteguh prinsip kebangsaan Indonesia.

Oleh karena itu usulan-usulan untuk menghentikan pelaksanaan program MBG lebih bersifat pragmatis, nuansa politik perpecahan, membangun arus kebencian serta hanya menonjolkan kepentingan kekuasaan kelompok, serta tanpa memperhatikan kepentingan nilai-nilai social capital kebangsaan Indonesia.

Sesungguhnya kelangsungan pelaksanaan program MBG sangat memerlukan dukungan dan partisipasi masyarakat yang penuh kerelaan, kompetensi pelaksana yang memiliki jiwa manajerial-teknis-sosial budaya yang kuat.

Program MBG adalah salah satu pilar kebijakan sosial era pemerintahan saat ini. Menghentikannya secara menyeluruh hanya karena sejumlah insiden akan menjadi preseden buruk bagi desain kebijakan publik di masa depan, seolah pemerintah mudah mundur ketika menghadapi masalah.

Sebaliknya, perbaikan terfokus, pengawasan ketat, dan komunikasi publik yang transparan akan memperkuat legitimasi program ini sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat.

Jalan ini mungkin lebih sulit, tetapi inilah yang dibutuhkan untuk memastikan setiap anak Indonesia tetap mendapatkan haknya atas gizi yang layak, hari ini dan seterusnya.


Trubus Rahardiansah. Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.

Lihat juga Video 'Ratusan Siswa Keracunan MBG dalam Sepekan, Apa Kata BPOM?':




(rdp/rdp)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork