Deepfake dan Kisruhnya Semesta Informasi
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Deepfake dan Kisruhnya Semesta Informasi

Rabu, 17 Sep 2025 18:48 WIB
Firman Kurniawan
Pemerhati Budaya-Komunikasi Digital dan Pendiri LITEROS.org.
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi deepfake
Foto: Ilustrasi deepfake (dok. Shutterstok)
Jakarta -

Khalayak digital, dipaksa akrab dengan deepfake. Keterpaksaan yang terjadi, lantaran deepfake hari ini lebih ditampilkan wajah jahatnya. Mengakrabinya, bertujuan mewaspadai pengeruh buruknya. Ia dianggap salah satu pemicu gerakan sosial Indonesia, yang terjadi pekan terakhir Bulan Agustus lalu. Gerakan sosial yang dipaksa berhenti, lantaran diwarnai kemarahan dan penjarahan yang mencoreng tujuannya.

Deepfake Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dengan ucapan: "Guru adalah beban negara" diteorikan sebagai penyulut emosi khalayak. Berakumulasi dengan ucapan-ucapan tak elok penyelenggara negara lain, memanifestasi gerakan yang akhirnya berbelok jadi kekerasan massa itu.

Ucapan soal pendidik itu--yang jika benar dan sadar diucapkan-- memang menyakitkan. Walaupun tak lantas jadi pembenar dilakukannya kemarahan dan penjarahan rumah pribadi. Guru yang dijuluki "Pahlawan tanpa tanda jasa" alih-alih diperbaiki nasibnya, malah dipersekusi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, diperlukan banyak orang sebagai pendidik. Yang berperan melakukan transformasi pengetahuan, melepaskan warga negara dari jebakan kebodohan.

Soal nasib buruk guru ini, sering terlontar seloroh pahit: "Guru itu pekerjaannya serius, tapi gajinya main-main. Sementara ada penyelenggara negara yang pekerjaannya main-main, gajinya serius". Ironi.

ADVERTISEMENT

"Untunglah" ucapan di atas 'palsu. Dalam pengertian, Bu Menteri tak benar-benar mengucapkan rangkaian kata itu. Ucapan yang beredar deepfake, hasil formulasi teknologi berbasis artificial intelligence (AI). Walaupun tetap disesalkan, rumah Bu Menteri terlanjur hancur. Direstorasi pun tak akan pernah pulih. Setidaknya kenangannya akan sirna, seiring artefaknya yang dihancurkan. Turut bersedih untuk keadaan itu.

Deepfake sebagai hasil perkembangan teknologi, bukan barang baru. Juga dalam penggunaannya. Tak jelas, sejak kapan temuan itu mengakibatkan terjadinya kekisruhan informasi. Namun dapat dilacak, mengemukanya istilah deepfake bermula saat moderator Reddit, menggagas pendirian Subreddit. Sebuah forum yang memfasilitasi pertukarkan konten pornografi.

Konten pornografi itu, termasuk yang dibuat dari foto-foto selebritas yang telah ditukar wajahnya dan dipasangkan dengan tubuh lain. Sifatnya nonkonsensual. Mempertukarkan foto nonkonsesual, sebagai material pornografi tentu bermasalah hukum. Karenanya forum itu kemudian dihapus. Namun istilah deepfake tetap dirujuk, utamanya saat menyebut produk informasi yang diformulasi dengan mengandalkan AI.

Cerita di atas diuraikan Gabe Regan, 2024, dalam "A Brief History of Deepfakes". Ia juga menyebut, hanya istilah deepfake yang terang kemuculannya. Yaitu seiring pendirian Subreddit di tahun 2017. Sedangkan permulaan pengembangan teknologinya, tak mudah dipastikan.

Ada yang menyebut bermula di tahun 1990-an, bersamaan keperluan para peneliti terhadap adanya citra manusia yang nyata. Upaya pemenuhannya, mendorong perkembangan pesat di tahun 2010. Ini akibat data yang diperlukan tersedia dalam jumlah besar. Termasuk machine learning maupun kekuatan pemrosesan berkapasistas besar, yang mengalami kemajuan. Namun kematangan, yang jejaknya tersisa hingga saat ini terjadi pada 2014. Saat Ian Goodfellow dan timnya memperkenalkan pembelajaran mesin Generative Adversarial Network (GAN).

GAN memungkinkan dihasilkannya deepfake berwujud gambar, video, maupun audio, yang jauh berbeda dari sebelumnya. Tampilannya yang sempurna, sulit dibedakan dari aslinya.

Jika hari ini deepfake lebih disikapi sebagai artefak teknologi yang jahat--dibanding tujuan penciptaannya-tentu lantaran penyalahgunaannya. Manipulasi citra selebritas atau sosok lain--termasuk selebritas yang dipertukarkan di Reddit maupun mantan Menkeu-menyebabkan khalayak percaya pesan yang diserapnya.

Sementara yang dicitrakan tak melakukan apapun. Bahkan merasa difitnah. Kerugiannya tak sebatas reputasi yang hancur, tapi menyebabkan kekisruhan informasi.

Kekisruhan informasi bukan anak tunggal deepfake. Di era media analog -koran, tv, radio, majalah, tabloid-- musuh utama kebenaran informasi adalah propaganda. Memang propaganda tak sepenuhnya berisi informasi salah.

Namun lantaran tujuan penyebarannya menghendaki dukungan khalayak, argumen maupun bukti pendukungnya diseleksi untuk mempercepat pencapaian tujuan. Pesan dengan misinformasi bahkan disinformasi, jadi penyebab propaganda minim kebenarannya.
Sedangkan di era media sosial, musuh utamanya berbentuk hoaks.

Hoaks yang juga mengandalkan misinformasi dan disinformasi. Kekuatan pengisruhan informasinya berganda. Ini lantaran medium distribusinya dimiliki orang banyak, yang melahirkan struktur khalayak berjejaring. Jejaring, selain mempercepat penyebaran juga meningkatkan nilai kepercayaan informasi. Seluruhnya lantaran, pelaku penyebarnya di dalam jejaring punya kemiripan karakter. Informasi lebih mudah disepakati.

Hari ini di era AI, musuh kebenaran informasi diduduki pendatang terbaru: deepfake. Kedahsyatannya terbentuk oleh informasi yang tetap terdistribusi lewat media sosial berjejaring. Namun pesannya tampil multimedia: audio, visual maupun gabungan seluruhnya. Individu yang dipalsukan tampil meyakinkan.

Sulit mempercayai yang sebaliknya, tanpa pemeriksaan memadai. Informasi jadi kisruh. Dengan deepfake tak jelas lagi saran kebaikan dengan promosi produk. Atau pemberitaan yang ternyata berujung pemilihan kandidat politik. Juga kemarahan maupun penjarahan yang terlanjur dilakukan, lantaran dipicu hasutan berwujud audio visual yang tak pernah dinyatakan.

Distribusi deepfake bernada jahat di seluruh dunia meningkat. Wakil Menteri Komdigi dalam siaran persnya, 10 September 2025, berjudul "Deepfake Naik 550%, Kemkomdigi Minta Platform Global Sediakan Fitur Cek Konten AI". Angka 550% adalah peningkatan penyebaran deepfake dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan Eftsure, 2025, lewat laporannya "Deepfake Statistics (2025): 25 New Facts for CFOs", mencatat terjadinya peningkatan 10x lipat dalam deepfake berisi penipuan, yang terdeteksi di semua industri global pada tahun 2023.

Deteksi itu menunjukkan 2 hal. Pertama, kemajuan pesat penipuan berbasis AI dan kedua, mendesak adanya metode deteksi yang lebih canggih. Eftsure adalah organisasi penyelenggara pembayaran bisnis, yang melayani vendornya membayar secara aman dengan kendali otomatis.
Agar tak tenggelam dalam wujud jahatnya, deepfake untuk tujuan baik juga tak kurang pemanfaatannya. Di bidang pemasaran, deepfake digunakan untuk melakukan komunikasi.

Ditampilkan sebagai virtual influencer, yang bertindak jadi juru bicara produk dengan pesan yang dipersonalisasi. Virtual influencer selain tampilannya dapat dikemas, juga dilengkapi data calon konsumennya. Terbaca sebagai algoritma. Seluruhnya itu, tersedia lewat aplikasi perbelanjaan maupun media sosial yang digunakan konsumen. Upaya personalisasi, memperbesar peluang terjadinya keputusan pembelian.

Dengan tujuan membangun pengaruh yang serupa pemasaran, virtual influencer juga digunakan dalam kampanye sosial. David Beckham pernah dihadirkan sebagai deepfake, pada kampanye pemberantasan Nyamuk Malaria dalam 9 bahasa yang berbeda. David Beckam aslinya, hanya menyampaikan pesan berbahasa Inggris. Selain itu, deepfake juga dapat digunakan untuk menghidupkan tokoh yang sudah wafat.

Cara ini berguna saat menyampaikan informasi berkonteks sejarah. Dengan hidupnya tokoh dalam peristiwa sejarah lampau, audivisualisasi beserta latar ruang yang menyertainya memudahkan khalayak memahami peristiwa. Sangat bermanfaat pula, saat deepfake mampu mengubah data dari bahasa isyarat, ke bahasa suara yang dapat dimuatkan ke perangkat komunikasi. Formulasi macam ini memungkinkan kaum disabilitas, dapat mengekspresikan gagasannya sebagai simbol verbal. Tak adanya gap modus komunikasi dengan nondisabilitas, memfasilitasi komunikasi yang inklusif.

Akar kekisruhan yang diperantarai deepfake, lantaran informasinya menghadirkan realitas yang semula tak ada menjadi ada. Realitas tanpa acuan ini, sering disebut sebagai hyperreality. Realitas itu jadi masalah, saat diikuti pembentukan persepsi yang salah sebagai landasan bertindak penghayatnya.

Tak hanya rumah yang rusak atau reputasi yang hancur, informasi yang kisruh juga jadi sumber pertikaian yang luas antar warga negara, antar institusi, bahkan antar negara. Seluruhnya mendorong untuk segera bersikap

Sikap itu pertama, warga negara perlu membuka ruang skeptis. Meragukan, informasi yang diterima. Informasi, betapa pun mendesaknya untuk segera disikapi harus diperiksa kebenarannya. Rasionalitas adalah kunci tak terjebak dalam kepalsuan. Warga negara juga harus membangun literasi, pada modus-modus distribusi deepfake yang baru. Kedua, negara lewat undang-undang melindungi warga negara dan kepentingannya. Pengetahuan warga negara lewat literasi dan sikap skeptis, hanya menapis deepfake di hilir. Hulunya ada dalam relasi pengembang platform dengan negara.

Negara harus melindungi hak tubuh warganya sebagai data pribadi: wajah, suara, gerak tubuh ketika digunakan wajib konsensual. Sehingga tak bisa diambil dari ruang publlik, dan digunakan tanpa izin. Demikian juga, platform perlu menginformasikan ketika yang disajikan adalah hasil deepfake.

Ini agar khalayak dapat bersikap tepat, saat yang dihadapinya agen nonmanusia. Banyak negara yang telah serius melakukan pengaturan. Tak bertujuan menghadang perkembangan teknologi, tapi lebih untuk mencegah kehancuran negara yang disebabkan kekisruhan informasi. Bukankah demikian juga yang diharapkan dari Indonesia?

Firman Kurniawan S. Pemerhati Budaya-Komunikasi Digital dan Pendiri LITEROS.org.

Simak juga Video Sri Mulyani Kena Deepfake, Ini Pernyataan Aslinya soal Guru-Dosen

(rdp/rdp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads