Motor Industrialisasi Rakyat: Jutaan Lapangan Kerja Baru oleh Prabowo
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Motor Industrialisasi Rakyat: Jutaan Lapangan Kerja Baru oleh Prabowo

Rabu, 17 Sep 2025 17:08 WIB
Trubus Rahardiansah
Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Trubus Rahardiansah (Dok Pribadi)
Foto: Trubus Rahardiansah (Dok Pribadi)
Jakarta -

Penciptaan lapangan kerja merupakan salah satu janji politik yang paling dinantikan publik dan sekaligus menjadi tolok ukur legitimasi pemerintahan. Dalam rapat terbatas di Istana Merdeka pada Selasa, 9 September 2025, Presiden Prabowo Subianto menandai pergeseran agenda ini dari sekadar komitmen normatif menuju peta jalan kebijakan yang lebih terstruktur.

Strategi tersebut layak dibaca sebagai motor industrialisasi berbasis rakyat, yang dirancang untuk membangun kemandirian ekonomi lintas wilayah, dari desa hingga kawasan pesisir.

Dalam kerangka teoritis, industrialisasi yang mengintegrasikan rakyat kecil ke dalam rantai produksi dan distribusi tidak hanya memperkuat legitimasi sosial kebijakan, tetapi juga meningkatkan resiliensi ekonomi jangka panjang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Demonstrasi besar yang terjadi beberapa waktu lalu di sejumlah daerah menjadi indikator krisis yang lebih dalam; defisit lapangan kerja berkualitas telah menimbulkan keresahan sosial yang nyata.

Generasi muda, terutama di luar Jawa, berhadapan dengan akses terbatas terhadap pekerjaan formal yang sesuai keterampilan mereka.

ADVERTISEMENT

Urbanisasi terus meningkat, tetapi kapasitas penyerapan kerja di kota besar semakin jenuh, menciptakan tekanan baru di sektor informal. Ironisnya, banyak daerah yang kaya sumber daya justru belum memiliki kanal penciptaan kerja yang memadai, sehingga terjadi paradoks pembangunan.

Dalam kerangka analisis kebijakan, ketimpangan ini merefleksikan adanya structural bottleneck yang menuntut intervensi publik yang lebih inklusif, kontekstual, dan berbasis wilayah.

Dalam kerangka policy responsiveness yang dipopulerkan oleh David Easton (1965), efektivitas suatu pemerintahan diukur dari kemampuannya mentransformasi input berupa tuntutan publik menjadi output kebijakan yang operasional.

Roadmap ketenagakerjaan yang ditawarkan Presiden Prabowo dapat dibaca sebagai bukti bahwa pemerintah tidak sekadar mengakui keresahan sosial, tetapi mengartikulasikannya menjadi strategi berbasis sektor padat karya yang terukur.

Dengan demikian, kebijakan ini berfungsi ganda: sebagai mekanisme peredam gejolak sosial dalam jangka pendek sekaligus katalis pembangunan struktural yang memperluas basis produktif nasional.

Program 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih merupakan elemen kunci dalam peta jalan ketenagakerjaan ini dan merepresentasikan upaya reformasi struktural untuk mendekatkan kegiatan produksi serta distribusi kepada rakyat kecil. Dalam literatur kebijakan publik, koperasi dapat dipahami sebagai policy instrument yang menjembatani logika ekonomi dengan logika sosial, sehingga keberadaannya tidak sekadar bersifat transaksional, tetapi juga membangun legitimasi kebijakan di tingkat akar rumput.

Setiap koperasi diproyeksikan menyerap sekitar 400 ribu pekerja baru secara langsung, sekaligus membuka akses pasar bagi produk petani, nelayan, dan pelaku UMKM. Meski demikian, tantangan tata kelola perlu diantisipasi sejak dini.

Integrasi digital, peningkatan kapasitas manajerial, serta pengawasan partisipatif harus menjadi bagian dari desain kebijakan agar koperasi tetap transparan, akuntabel, dan adaptif terhadap dinamika pasar.

Dengan penguatan tersebut, koperasi berpotensi menjadi simpul utama pembangunan desa sekaligus penggerak ekonomi inklusif yang berkelanjutan.

Selain penguatan koperasi, sektor pertanian tetap menjadi tulang punggung penyerapan kerja nasional dan memainkan peran sentral dalam agenda pemerataan ekonomi. Melalui program replanting 870 ribu hektare perkebunan rakyat, pemerintah menargetkan penciptaan 1,6 juta lapangan kerja baru dalam dua tahun ke depan.

Revitalisasi tambahan 20 ribu hektare tambak di kawasan Pantura diproyeksikan membuka 132 ribu pekerjaan baru, menciptakan efek ganda pada rantai nilai perikanan dan perdagangan lokal.

Dalam perspektif developmental state, langkah ini mencerminkan intervensi aktif negara untuk menjaga produktivitas sekaligus memperluas serapan tenaga kerja secara terukur. Dengan demikian, pertanian tidak lagi diposisikan semata sebagai penyedia pangan, tetapi sebagai industri rakyat yang berkelanjutan dan penopang utama pembangunan inklusif.

Di wilayah pesisir, strategi Prabowo tampak jelas melalui pembangunan 4 ribu Kampung Nelayan Merah Putih dan modernisasi 1.000 kapal nelayan, yang diperkirakan menciptakan lebih dari 800 ribu pekerjaan baru.

Modernisasi kapal tidak hanya meningkatkan produktivitas penangkapan, tetapi juga menggerakkan backward linkages (industri galangan kapal) dan forward linkages (rantai distribusi hasil tangkapan). Dengan demikian, masyarakat pesisir tidak lagi berada di pinggiran, melainkan menjadi aktor utama dalam pembangunan ekonomi nasional.

Uniknya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) memperlihatkan inovasi kebijakan yang jarang ditemui: kebijakan sosial yang sekaligus berfungsi sebagai pencipta kerja. Sebanyak 32 ribu dapur MBG diproyeksikan menyerap 1,6 juta pekerja, mulai dari juru masak hingga tenaga logistik.

Bila rantai pasok pangan MBG diserap dari petani dan nelayan lokal, manfaat program ini akan berlipat: meningkatkan pendapatan produsen, menghidupkan ekonomi desa, dan memperkuat ketahanan pangan daerah. Pendekatan ini sejalan dengan konsep co-benefit policy, di mana satu intervensi kebijakan mampu mencapai dua sasaran pembangunan sekaligus-peningkatan gizi masyarakat dan penciptaan kerja produktif.

Sebagai elemen komplementer, strategi pembangunan ini ditopang oleh investasi infrastruktur adaptif yang dirancang untuk menjamin keberlanjutan program di tengah tantangan iklim dan dinamika jangka panjang.

Salah satu pilar strategis dalam arsitektur pembangunan tersebut adalah Giant Sea Wall (GSW). Fungsinya tidak semata teknis, tetapi struktural: melindungi sawah dan tambak dari rob, abrasi, dan intrusi air laut sehingga program replanting dan revitalisasi tambak rakyat dapat berjalan tanpa gangguan iklim ekstrem.

Perlindungan ini bukan hanya menjamin keberlanjutan panen, tetapi juga menstabilkan pasokan pangan nasional dan mengamankan jutaan lapangan kerja di sektor pertanian dan perikanan. Tahap konstruksi GSW sendiri menciptakan lapangan kerja berskala besar, sedangkan manfaat jangka panjangnya memastikan petani dan nelayan tetap terlindungi dari kerentanan iklim.

Dengan demikian, GSW harus dibaca sebagai instrumen kebijakan yang mengintegrasikan perlindungan iklim dengan strategi ketahanan pangan dan penguatan basis ekonomi rakyat.

Langkah Indonesia sejatinya selaras dengan praktik global. Di India melalui Mahatma Gandhi National Rural Employment Guarantee Act (MGNREGA) yang setiap tahun nya memberi pekerjaan bagi puluhan juta orang desa sambil memperkuat infrastruktur dasar.

Begitupun yang terjadi di China, pada dekade 1980-1990-an, berhasil mengembangkan township and village enterprises (TVEs) yang menciptakan jutaan lapangan kerja pedesaan dan mengurangi kesenjangan antara desa dan kota.

Kedua kasus ini menegaskan bahwa fokus pada rakyat kecil melalui program padat karya merupakan strategi pembangunan yang terbukti efektif.

Indonesia kini menempuh jalur serupa dengan kekhasan sendiri melalui koperasi Merah Putih, replanting, modernisasi kapal, dan dapur MBG.

Dalam perspektif policy legitimacy (Suchman, 1995), kebijakan publik memperoleh legitimasi bila memenuhi tiga syarat: pragmatis (memberi manfaat langsung), moral (sesuai nilai keadilan), dan kognitif (masuk akal bagi publik).

Roadmap Prabowo berpotensi memenuhi ketiganya, tetapi tantangan terbesar ada pada eksekusi dan tata kelola. Tanpa pengawasan yang ketat, risiko penyimpangan bisa merusak legitimasi yang telah dibangun.

Dari aspek strategi implementasi kebijakan, langkah yang dilakukan oleh Presiden Prabowo telah memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh lapangan pekerjaan.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut dibuktikan dengan tingginya masyarakat yang mendapatkan pekerjaan yang layak, terutama di sektor-sektor strategis seperti industri manufaktur, industri jasa, pertanian, perkebunan, perdagangan dan sektor maritim.

Roadmap ketenagakerjaan yang ditawarkan Prabowo berpotensi memenuhi ketiga dimensi tersebut, terutama karena orientasinya jelas pada penciptaan kerja, penguatan ekonomi rakyat, dan pemerataan wilayah.

Namun, legitimasi kebijakan bersifat dinamis; ia dapat terkikis bila eksekusi dan tata kelola tidak berjalan konsisten. Karena itu, pengawasan berbasis data, penguatan manajemen koperasi, dan mekanisme partisipatif publik menjadi krusial untuk memastikan kebijakan ini tetap kredibel dan berkelanjutan.

Inilah pesan sentral dari roadmap Prabowo: jutaan lapangan kerja bukan lagi sekadar janji politik, melainkan strategi industrialisasi berbasis rakyat.

Bila konsisten dieksekusi dan masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga evaluasi, Indonesia tidak hanya akan menurunkan angka pengangguran, tetapi juga meredam potensi gejolak sosial akibat ketimpangan kerja serta memperkuat fondasi kemandirian ekonomi.

Roadmap ini berpotensi menjadi tonggak baru industrialisasi Indonesia yang berbasis rakyat, bukan sekadar proyek negara, melainkan kolaborasi strategis antara pemerintah dan masyarakat yang menegaskan posisi rakyat sebagai aktor utama dalam pembangunan nasional.

Trubus Rahardiansah. Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.

Lihat juga Video Prabowo: Pengangguran Turun, 3,6 Juta Lapangan Kerja Baru Diciptakan

(rdp/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads