Kolom

Sesat Pikir Didik Rachbini INDEF Tentang Penempatan 200 T di Himbara

Fithra Faisal Hastiadi - detikNews
Selasa, 16 Sep 2025 09:03 WIB
Prof. Didik J. Rachbini (Foto: detikcom/Retno Ayuningrum)
Jakarta -

Beredar pernyataan dari ekonom INDEF dan akademisi Prof. Didik J. Rachbini yang menyebut penempatan dana pemerintah Rp 200 triliun di bank umum melanggar konstitusi dan tiga undang-undang. Tuduhan ini perlu diluruskan agar publik tidak salah memahami mekanisme pengelolaan kas negara.

Prof. Didik berargumen bahwa penempatan dana di bank harus melalui proses legislasi seperti program APBN lainnya. Logika ini keliru.

Penempatan dana bukanlah belanja pemerintah pusat. Belanja adalah pengeluaran yang mengurangi kas negara secara permanen, seperti gaji pegawai, belanja modal, subsidi, dan wajib melalui persetujuan DPR.

Penempatan dana hanyalah memindahkan lokasi penyimpanan kas pemerintah dari Bank Indonesia ke bank umum (Himbara). Dana tersebut tetap tercatat sebagai kas negara di Rekening Kas Umum Negara (RKUN), bisa ditarik kembali kapan saja, dan tidak menambah program baru.

Menganggap penempatan kas sama dengan belanja sama saja dengan menyamakan seseorang yang memindahkan tabungan dari Bank A ke Bank B demi bunga lebih tinggi, dengan seseorang yang menghabiskan uangnya untuk belanja barang. Secara akuntansi dan hukum, keduanya berbeda jauh.

Kritik bahwa kebijakan ini melanggar UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara juga tidak tepat. Pasal 22 ayat (4) justru memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk membuka rekening penerimaan dan pengeluaran di bank umum.

Selama dana yang ditempatkan tidak digunakan untuk membiayai program di luar APBN, maka tidak ada pelanggaran pasal 22 ayat 8-9. Kebijakan ini juga diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan dan diaudit oleh BPK, artinya dijalankan sesuai tata kelola keuangan negara.

Argumen bahwa kebijakan ini "spontan" juga tidak berdasar. Data resmi Kementerian Keuangan menunjukkan saldo kas pemerintah per akhir Agustus 2025 berada di atas Rp 425 triliun, lebih dari dua kali lipat batas aman kas negara sekitar Rp 200 triliun.

Penempatan dana di bank umum justru bentuk manajemen kas yang prudent, agar dana mengendap bisa memberi manfaat: menghasilkan bunga (PNBP) dan menambah likuiditas perbankan untuk menyalurkan kredit produktif ke sektor-sektor prioritas.

Tuduhan Langgar Konstitusi Keliru

Kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan menjadi preseden pelemahan institusi juga kurang tepat. Justru sebaliknya: kebijakan ini memperkuat peran Bendahara Umum Negara dalam mengelola kas secara aktif dan optimal, sesuai praktik treasury management di negara-negara modern.

Dana yang ditempatkan tetap dicatat, diawasi, dan dapat ditarik kembali. Tidak ada satu rupiah pun yang "hilang" dari kas negara.

Kritik adalah bagian penting dari demokrasi, namun kritik yang sehat harus berbasis data dan pemahaman hukum yang tepat. Tuduhan bahwa penempatan dana pemerintah melanggar konstitusi atau UU APBN adalah keliru.

Penempatan kas di bank umum adalah kebijakan manajemen kas yang sah, transparan, dan pro pertumbuhan, bukan belanja baru yang memerlukan revisi UU. Publik berhak mendapat informasi yang benar agar perdebatan kebijakan berlangsung di atas dasar yang solid, bukan asumsi yang menyesatkan.

Fithra Faisal Hastiadi, Ph.D., Ekonom Senior, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan

Simak juga Video 'INDEF Bicara Ancaman Ekonomi Usai Rentetan Aksi Ricuh':




(fas/fas)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork