FTZ Menyeluruh untuk Bintan dan Karimun Belum Tepat, Mengapa?
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

FTZ Menyeluruh untuk Bintan dan Karimun Belum Tepat, Mengapa?

Senin, 15 Sep 2025 12:30 WIB
Fary Dj. Francis
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Fary Djemy Francis
Fary Dj. Francis (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Sudah hampir dua dekade, tepatnya sejak 2007, Bintan dan Karimun menyandang status Free Trade Zone (FTZ). Harapannya kala itu, status kawasan khusus ini bisa mendongkrak industrialisasi dan ekspor, seperti yang diimpikan banyak daerah.

Namun, setelah 18 tahun berjalan, kenyataannya belum terlihat lonjakan berarti. Kontribusi Bintan dan Karimun terhadap PDRB Kepulauan Riau masih relatif kecil, jauh dibandingkan pusat pertumbuhan utama di provinsi ini.

Wacana menjadikan keduanya sebagai FTZ menyeluruh kini kembali muncul. Ide ini tentu terdengar menjanjikan, karena siapa yang tidak ingin daerahnya lebih terbuka dan kompetitif? Tetapi pertanyaan pentingnya: apakah saat ini langkah itu tepat?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data terbaru menunjukkan, pada 2024 nilai PDRB Bintan sekitar Rp 30,37 triliun dan Karimun sekitar Rp 18,33 triliun. Angka ini masih kecil bila dibandingkan dengan skala ekonomi provinsi secara keseluruhan. Artinya, fondasi ekonomi yang ada belum cukup kuat untuk langsung diberi tanggung jawab lebih besar sebagai FTZ menyeluruh.

Perbedaan paling mencolok ada pada status lahan. Di satu kawasan, pengelolaan terpusat membuat konsolidasi lahan industri bisa dilakukan cepat, efisien, dan dengan kepastian hukum yang jelas. Sementara di Bintan dan Karimun, lahan didominasi hak milik masyarakat yang terfragmentasi. Akibatnya, pembebasan lahan jadi mahal, rawan sengketa, dan memakan waktu lama. Inilah yang membuat investor ragu, karena kepastian lahan adalah syarat utama dalam berbisnis.

ADVERTISEMENT

Studi internasional oleh OECD-EUIPO (2018) menemukan bahwa setiap penambahan FTZ di suatu negara berkorelasi dengan kenaikan sekitar 5,9% peredaran barang yang tidak sesuai aturan bila ekspansi dilakukan tanpa pengawasan yang kuat. Dengan posisi Kepulauan Riau di jalur strategis Selat Malaka, tentu kita tidak ingin membuka celah yang justru bisa mengganggu reputasi Indonesia di mata mitra dagang global.

Bila FTZ menyeluruh di Bintan dan Karimun dipaksakan sekarang, ada beberapa risiko yang patut diwaspadai: Ekonomi bisa terpecah, bukan bertambah. Investasi bisa pindah lokasi, tapi bukan berarti totalnya bertambah besar. Beban fiskal naik, karena insentif meluas sementara penerimaan belum tentu mengimbangi. Lahan yang tidak siap membuat proyek-proyek bisa mandek. Reputasi Indonesia dipertaruhkan, karena mitra dagang menuntut konsistensi dan kredibilitas.

FTZ menyeluruh untuk Bintan dan Karimun memang sebuah cita-cita. Tetapi melihat kontribusi ekonomi yang masih kecil, catatan 18 tahun terakhir, serta persoalan lahan yang belum terselesaikan, kita perlu berhati-hati. Belum saatnya langkah ini dipaksakan.

Daripada terburu-buru menjadikan Bintan dan Karimun sebagai FTZ menyeluruh, lebih baik ditempuh pendekatan bertahap. Mulailah dengan uji coba terbatas di lokasi yang siap, lengkap dengan infrastruktur dan lahan bersih. Keberhasilan yang terukur di titik kecil ini bisa diperluas secara perlahan, sehingga manfaatnya lebih nyata dan risikonya lebih terkendali.

Semua pihak tentu ingin melihat Bintan dan Karimun tumbuh lebih cepat. Tetapi pertumbuhan yang berkelanjutan tidak lahir dari label semata, melainkan dari fondasi yang kuat. Karena itu, FTZ menyeluruh untuk Bintan dan Karimun belum tepat diterapkan sekarang. Yang lebih penting adalah memastikan kesiapan di lapangan, agar ketika waktunya tiba, status itu benar-benar membawa manfaat besar bagi daerah, provinsi, dan Indonesia.

Fary Dj. Francis, Deputi Investasi dan Pengusahaan BP Batam.

Tonton juga Video: BMKG Ungkap Karakteristik Gempa Besar di Zona Megathrust

(lir/lir)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads