Nuklir Sebagai Energi Masa Depan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Nuklir Sebagai Energi Masa Depan

Rabu, 10 Sep 2025 09:15 WIB
Roy Waluyo
Kandidat Doktor Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada.
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
SAINT VULBAS, AIN, FRANCE - 2025/06/22: Bugey Nuclear Power Plant in Saint Vulbas. ร‰lectricitรฉ de France (EDF) is considering possible reductions in electricity production at the nuclear power plant starting Monday, June 23, 2025, due to the heatwave in France. (Photo by Romain Doucelin/SOPA Images/LightRocket via Getty Images)
Foto: Ilustrasi PLTN di Prancis (SOPA Images/LightRocket via Gett/SOPA Images)
Jakarta -

Kebutuhan energi listrik terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi, yang mencerminkan tingkat kemajuan suatu negara. Sejalan dengan itu, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dan telah menyatakan targetnya mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060 atau lebih awal. Namun, ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi fosil menimbulkan tantangan tersendiri.

Pada tahun 2023, bauran energi Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar fosil, dengan batubara berkontribusi sebesar 40,46%, minyak bumi 30,18%, dan gas bumi 16,28%, sementara energi baru terbarukan (EBT) nasional, hingga Mei 2025, baru sekitar 12,3% hingga 14,2%. Padahal sumber energi terus berkurang. Di sisi lain peningkatan bauran EBT memiliki sejumlah hambatan diantaranya; Biaya awal tinggi, return of investment (RoI) Rendah dan Pendanaan yang terbatas serta persoalan geografis dan tantangan integrasi ke jaringan listrik.

Pengembangan kendaraan listrik hanya menjadi solusi semu. Tidak sepenuhnya ramah lingkungan, karena sumber listrik di pembangkitnya masih didominasi oleh pembangkit berbasis fosil. Transisi ke kendaraan listrik hanya "melokalisir" emisi. Bukan menghilangkannya. Emisi karbon yang sebelumnya dihasilkan langsung oleh knalpot kendaraan, bergeser ke lokasi pembangkit listrik, tanpa mengurangi jejak karbon secara keseluruhan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tengah dilema energi semacam ini, pengembangan sumber energi alternatif menjadi prioritas. Dalam konteks ini, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai bagian strategi diversifikasi energi sangat perlu untuk dipertimbangkan. Sekarang pertanyaannya adalah menapa harus Nuklir?

Dibanding pembangkit listrik konvensional maupun EBT, PLTN memiliki sejumlah keunggulan. Nuklir memiliki kapasitas energinya yang luar biasa tinggi. Satu kilogram uranium dapat menghasilkan energi setara dengan ribuan ton batu bara. PLTN tidak menghasilkan emisi karbon selama operasi, menjadikannya salah satu sumber energi paling ramah iklim dengan jejak karbon sepanjang siklus hidup yang setara atau bahkan lebih rendah dari energi terbarukan seperti angin dan surya

ADVERTISEMENT

Selain itu PLTN juga mampu menyediakan pasokan listrik dasar (baseload) yang stabil dan andal 24 jam sehari sepanjang tahun, dengan faktor kapasitas mencapai lebih dari 90%, jauh melampaui PLTS atau PLTB yang sangat bergantung pada kondisi cuaca. Dari segi lahan, PLTN juga jauh lebih efisien karena membutuhkan area yang relatif kecil dibanding lainnya. Lebih dari itu, PLTN memiliki potensi multifungsi, menjadikannya solusi strategis dalam transisi energi menuju sistem yang rendah karbon dan berkelanjutan.

Meski memiliki segudang keunggulan teknis, pembangunan PLTN kseringkali dihadapkan pada hambatan non-teknis: phobia masyarakat terhadap nuklir. Ketakutan ini sebagian besar dipicu oleh trauma sejarah seperti tragedi Chernobyl dan Fukushima. Minimnya literasi energi membuat publik seringkali menimbulkan misinformasi sehingga menganggap nuklir sebagai ancaman, bukan solusi.Padahal, dari sisi teknologi dan keselamatan modern, risikonya sangat kecil dan terkendali. Sayangnya, stigma ini kerap mengalahkan rasionalitas, sehingga potensi besar PLTN sebagai tulang punggung energi bersih justru terhambat oleh persepsi, bukan fakta.

Fasilitas nuklir modern saat ini telah menerapkan mekanisme perlindungan berlapis yang komprehensif guna memastikan keselamatan operasional dan mencegah terjadinya kecelakaan yang dapat menimbulkan dampak radiologis. Setiap lapisan perlindungan ini secara rutin menjalani proses inspeksi, pemeliharaan, dan peningkatan berkelanjutan agar selalu memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan oleh otoritas pengatur nasional maupun Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Reaktor nuklir modern, khususnya reaktor Generasi III/III+ dan Generasi IVโ€”seperti SMART yang dikembangkan oleh Korea Atomic Energy Research Institute (KAERI) dan NuScale dari NuScale Power di Amerika Serikat, telah mengintegrasikan sistem pendingin pasif yang mampu beroperasi tanpa ketergantungan pada daya eksternal atau intervensi manusia.

Sistem ini dirancang untuk secara otomatis mendinginkan inti reaktor dalam kondisi darurat, bahkan jika seluruh sistem aktif gagal berfungsi. Dengan demikian, tragedi seperti yang terjadi di Fukushima Daiichi pada tahun 2011, yang dipicu oleh kegagalan sistem pendingin aktif akibat hilangnya pasokan listrik, dapat dicegah atau sangat kecil kemungkinannya terulang.

Pada akhirnya, tidak ada teknologi yang benar-benar bebas risiko. Mobil bisa nabrak, pesawat bisa jatuh, batu bara bikin bumi kepanasan, dan PLTS bisa mati kalau mendung. Tapi kita tetap pakai semuanya, karena kita paham: risiko bisa dikelola, asal jangan dihindari dengan alasan takut.

PLTN bukan monster. Ia adalah pembangkit listrik super efisien yang hampir tanpa emisi. Chernobyl dan Fukushima itu pelajaran, bukan kutukan. Teknologi nuklir saat ini sudah jauh lebih aman. Kalau Indonesia serius dengan komitmen target mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060, Indonesai harus segera lepas dari jerat batu bara. Memang nuklir bukan pilihan ideal, tapi pilihan paling rasional. Jangan biarkan phobia menggagalkan masa depan energi Indonesia.

Roy Waluyo. Kandidat Doktor Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada.

Tonton juga video "'Monster Nuklir' DF-5C yang Dipamerkan China Bisa Jangkau AS-Eropa" di sini:

(rdp/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads