Lebih dari setengah perjalanan tahun 2025 telah berlalu, hampir setiap hari masyarakat Indonesia terus dibuat takjub dengan pembongkaran berbagai praktik korupsi yang tak henti-hentinya terjadi di Indonesia.
Selain pemberian amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto dalam proses penegakan tindak pidana korupsi beberapa waktu lalu, terbaru mulai muncul dampaknya yaitu harapan terduga koruptor untuk juga mendapatkan amnesti dari Presiden atas kasus yang sedang dihadapinya seperti yang dilakukan oleh mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer yang baru saja terkena operasi tangkap tangan oleh KPK.
Meski aturan khusus tentang larangan melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) telah ada di Indonesia sejak tahun 1971 yang kemudian berkembang di tahun 1999 dan 2001, namun di usianya yang baru saja menginjak 80 tahun ini penurunan kasus tindak pidana korupsi dan efektivitas penegakan hukumnya masih belum terlihat secara signifikan, justru modus operandinya semakin canggih, bersifat masif dan meluas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kritik Model Pemidanaan Tipikor
Tipikor tidak hanya merugikan keuangan dan perekonomian negara, namun juga telah dan berpotensi merusak tata kehidupan bangsa jika tidak serius diberantas. Praktik koruptif juga menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial meski tidak serta merta langsung dirasakan dampaknya.
Selain itu, perlakuan diskriminatif dalam penegakan hukum tipikor menjadi salah satu dampak dari penyimpangan penegakan hukum atas tipikor. Meski telah memiliki lembaga anti rasuah sejak tahun 2002, peraturan perundangan yang komprehensif, dan aparat yang dilengkapi sarana prasarana yang canggih, lantas mengapa praktik korupsi di Indonesia seolah tidak ada habisnya?
Sanksi pemidanaan tipikor berupa penjara badan nyatanya tidak mampu memberikan detterence effect (efek jera) baik bagi pelaku maupun bagi masyarakat luas sehingga tidak mampu mencegah terjadinya praktik korupsi di masa mendatang. Hal ini bukan tanpa sebab, tren penjatuhan sanksi pidana penjara bagi koruptor di Indonesia cenderung singkat dengan nominal pengembalian kerugian negara yang tidak sepadan dengan dampak yang ditimbulkan.
Desain Pemidanaan Kasus Pidana Ekonomi
Dalam dunia akademik, tipikor masuk dalam genus tindak pidana khusus dengan sub tindak pidana ekonomi. Menurut para ahli, bentuk sistem pemidanaan yang efektif bagi tindak pidana ekonomi adalah yang juga berkaitan dengan ekonomi/keuangan.
Hal ini dapat dipahami melalui rasionalisasi dimana apabila pelaku tipikor dikenai sanksi pidana penjara/badan, ia masih tetap bisa menikmati hartanya baik dari dalam maupun di luar jeruji besi.
Bahkan tidak dipungkiri dengan kemampuan finansial tersebut, beberapa koruptor memanfaatkannya untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas tertentu pada saat menjalani hukuman pidana penjara dengan melibatkan oknum di tempat ia menjalankan hukuman tersebut. Hal ini justru berpotensi menjadi sumber penyalahgunaan wewenang di dalam penjara.
Cost Benefit Analysis Dalam Pemidanaan Tipikor
Masyarakat luas jarang memahami bahwa memenjarakan pelaku suatu tindak pidana berbanding lurus dengan konsekuensi tambahan beban negara guna menanggung segala kebutuhan hidup seorang terpidana baik pada aspek sandang, pangan dan papan. Hal ini juga berlaku bagi pelaku tipikor.
Sehingga negara yang sesungguhnya telah dirugikan dari praktik korupsi itu justru semakin dibebani dengan biaya hidup koruptor selama di penjara. Bukannya untung (bisa jadi impas) atau malah negara semakin buntung.
Oleh karena itu, Gary S. Becker (1968) telah mencetuskan penggunaan pendekatan ilmu ekonomi dalam merumuskan kebijakan hukum pidana khususnya guna menentukan rumusan sanksi apa yang relevan dan efektif bagi suatu jenis tindak pidana.
Singkatnya, Teknik perhitungan untung dan rugi dengan identifikasi biaya serta manfaat untuk setiap alternatif pemidanaan dengan apa yang dilakukan serta kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana.
Kajian ini menekankan pentingnya analisa penggunaan sumber daya dalam hal ini uang dan orang yang dialokasikan guna mencegah dan menindak suatu tindak pidana. Dalam hal ini, Ia juga menyatakan bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana justru membuat Masyarakat yang telah menjadi korban bukannya mendapatkan kompensasi atas kejahatan yang dilakukan, justru tetap diharuskan membayar biaya dari penerapan sanksi pidana berupa penjara itu.
Hal ini mengingat biaya pemidanaan juga bersumber dari pendapatan penerimaan pajak yang dibayar Masyarakat selaku korban.
Pemiskinan Koruptor: Upaya Menimbulkan Efek Jera
Upaya memberikan efek jera bagi koruptor melalui pidana penjara nyatanya tidak efektif menurunkan tren praktik korupsi mulai dari tingkat pusat maupun daerah, oleh karena itu pidana tambahan berupa pidana denda dan uang pengganti diharapkan dapat membuat pelaku jera dan Masyarakat tidak ingin melakukan hal serupa di masa mendatang. Pemiskinan koruptor menjadi terobosan yang diharapkan dapat menjadi Solusi pemberantasan praktik korupsi.
Hal ini bukan tanpa sebab, koruptor terbiasa hidup lebih dari cukup, bahkan cenderung mewah. Secara psikologis, ia akan memiliki ketakutan tersendiri Ketika berada dalam kondisi serba kekurangan.
Perlu diingat bahwa dalam UU Tipikor tidak mengatur bagaimana sanksi apabila Denda tidak dibayarkan oleh terpidana, maka merujuk pada ketentuan Pasal 30 KUHP denda tersebut diganti dengan kurungan selama enam bulan. hal ini tentunya mencederai rasa keadilan masyarakat. Bahkan justru semakin menambah beban negara untuk membiayai kebutuhan hidup terpidana selama enam bulan di dalam kurungan.
Dalam hal ini, apabila dikaitkan dengan pendapat Becker. Masyarakat yang telah menjadi korban tindak pidana korupsi, dizalimi, dirampas hak asasinya, dikhianati oleh oknum pejabat yang seharusnya memperjuangkan kepentingan mereka justru harus menelan pil pahit kenyataan bahwa mereka juga turut dibebankan biaya pemidanaan bagi para koruptor melalui pajak yang telah dibayarkan.
Sheila Maulida Fitri. Advokat-Pengajar Hukum dan Sistem Peradilan Pidana.
Tonton juga video "Kala Prabowo Sindir Serakahnomics hingga Demo Dibayar Koruptor" di sini:
(rdp/imk)