Indonesia Darurat Kekerasan Terhadap Anak, Penyuluhan Keluarga Mutlak
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Indonesia Darurat Kekerasan Terhadap Anak, Penyuluhan Keluarga Mutlak

Rabu, 20 Agu 2025 12:56 WIB
Metha Madonna
Doktor Komunikasi Pembangunan konsentrasi penyuluhan lulusan Fakultas Ekologi Manusia IPB University, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dan Anggota Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI).
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi kekerasan anak
Foto: Ilustrasi kekerasan terhadap anak (Getty Images/iStockphoto/Kenishirotie)
Jakarta -

Kasus penyiksaan anak oleh kedua orangtua kandungnya di Ciputat Timur Tanggerang Selatan yang berujung kematian, merupakan satu dari 28.000 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di Indonesia pada 2024.

Almarhum Muhammad Ali (4) hanyalah satu dari puluhan anak yang bukan memperoleh kasih sayang tapi malah menemui siksa dan ajal di tangan orang tuanya sendiri. Fakta ini menunjukkan Indonesia berstatus darurat KDRT khususnya terhadap anak.

Realita tingginya KDRT terhadap anak adalah gambaran betapa lemahnya kesadaran masyarakat terutama keluarga untuk memberikan perlindungan, pengasuhan maupun pemenuhan hak anak secara layak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Jangankan memenuhi hak anak untuk memperoleh pendidikan dan kehidupan layak sesuai amanat UU Nomor 23 tahun 2002, ternyata masih saja ditemukan kasus eksploitasi anak sebagai pencari nafkah keluarga melalui praktik ekonomi tak manusiawi seperti pedagang asongan, pengemis jalanan hingga Pekerja Seks Komersial (PSK).

Sikap prihatin, geram, marah yang ditunjukkan masyarakat di dunia nyata maupun netizen di dunia virtual, hanya sebatas reaksi sesaat yang perlahan memudar lalu hilang alias lupa sama sekali.

Banyak di antara orangtua yang reaksioner terhadap kasus KDRT pada anak tak menyadari diri mereka termasuk yang abai pada hak dan perlindungan anak. Indikasinya konsumsi informasi kriminalitas dan KDRT masih lebih tinggi daripada soal edukasi atau khususnya parenting .

Indonesia dalam status darurat KDRT terhadap anak tidak cukup dijawab reaksi berupa kecaman atau hujatan kepada pelaku yang pada kasus tertentu punya alasan psikologis situasional yang dapat dialami orangtua manapun.

Tidak cukup menarasikan data temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di media atau sekadar pernyataan persuasif dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen P3A) atau partisipasi stakeholder terkait lainnya, nyatanya belum optimal menyentuh kesadaran sebagian besar orangtua dan keluarga di Tanah Air untuk memberikan yang terbaik pada anak.

Harus ada aksi preventif berupa penyuluhan dan edukasi yang tertuju khusus dan signifikan kepada keluarga atau orangtua sebagai unit sosial terkecil di masyarakat. Aksi preventif bukan cuma berupa himbauan lewat media mainstream atau media baru. Bukan juga sekadar sosialisasi mengumpulkan massa di posko lingkungan, seremonial temu warga, berbagi brosur lalu bubar jalan tanpa implikasi yang signfikan.

Sudah saatnya menanggalkan metode edukasi yang sebatas bersifat promotif bahkan terkesan advertising yang hanya menyentuh sesaat lalu dilupakan pesan edukasinya.

Memahami perubahan perspektif generasi 'zaman now' mengenai keluarga sebagai fase kehidupan yang tak lagi sakral serta pola komunikasi dalam keluarga yang kian jauh dari intens.

Artinya perlu pendekatan komunikasi persuasif yang berkualitas yang tertuju kepada orangtua berikut berupa pemilihan metode dan teknik penyuluhan keluarga yang mampu membangun pengetahuan mengenai pengasuhan anak, tanggung jawab dan membangun keluarga harmoni dalam naungan kasih sayang.

Penyuluhan Masif dan Kolaboratif

Kenapa harus mengaktualisasikan kembali penyuluhan keluarga? Jawabnya secara kultural masyarakat Indonesia adalah makhluk yang humanis, lebih mudah menerima informasi atau pesan yang disampaikan secara personal melalui pertemuan tatap muka maupun memanfaatkan media komunikasi digital.

Secara aksiologis penyuluhan lebih dari sekadar penyebaran informasi tapi juga merubah perilaku masyarakat melalui determinasi, monitoring dan evaluasi.

Penyuluhan yang menjangkau sasaran secara luas, akseleratif dan masif dapat dilakukan dengan memanfaatkan media komunikasi digital berbasis internet.

Dukungan penyuluhan siber (cyber extension) melalui produksi materi edukasi, sosialisasi upaya mitigasi yang dapat dilakukan lingkungan, termasuk informasi keberadaan layanan tanggap darurat Kementerian P3A yaitu lewat kontak Sahabat Anak dan Perempuan (SAPA 126).

Praktik cyber extension edukasi keluarga tentu tidak cukup dengan penyebaran materi dan sosialisasi program namun perlu dilengkapi tindak lanjut berupa interaksi yang komunikatif serta konsultatif.

Artinya Pemerintah maupun stakeholder terkait harus menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) penyuluh sebagai admin di ruang siber yang mampu menjalankan fungsi sebagai sahabat sekaligus konsultan pribadi ketika ada orangtua, wali atau masyarakat yang butuh advokasi pengasuhan anak.

Implementasi cyber extension untuk meningkatkan kualitas keluarga dan pengasuhan anak merupakan salah satu strategi penyuluhan akseleratif dan masif.

Komunikasi persuasif secara offline yang sudah dilakukan Kemen PPA, KPAI, BKKBN dan organisasi masyarakat lainnya perlu dimaksimalkan. Kedua metode penyuluhan tersebut mutlak dilakukan memang harus dilakukan paralel secara kreatif untuk menekan kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Persoalan keterbatasan SDM untuk melakukan penyuluhan keluarga bukan saja terjadi pada bidang sosial kemasyarakatan tapi juga kesehatan, lingkungan, pertanian dan lainnya. Keterbatasan itu dapat disikapi dengan melibatkan partisipasi masyarakat seperti pemuka agama, tokoh masyarakat, kader PKK, majelis taklim hingga influencer yang peduli anak dan keluarga.

Pemberdayaan masyarakat menjadi solusi sekaligus membangun kerjasama antara Pemerintah, masyarakat dan individu untuk menyelenggarakan penyuluhan kolaboratif membangun ketahanan keluarga dan perlindungan anak.

Metha Madonna. Doktor Komunikasi Pembangunan konsentrasi penyuluhan lulusan Fakultas Ekologi Manusia IPB University, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dan Anggota Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI).

Simak juga Video: Menteri PPPA: Pola Asuh Jadi Faktor Penyebab Kekerasan Perempuan-Anak

(rdp/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads